Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meminta masyarakat untuk mewaspadai adanya kemungkinan pihak-pihak yang menjadi provokator dengan memanfaatkan isu Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan (SARA) atau rasisme dari kasus George Floyd di Amerika Serikat untuk menyulut emosi publik yang dapat mengganggu kedamaian di Papua dan Indonesia secara umum.

Dia saat menjadi pembicara kunci dalam dialog virtual bertajuk "Rasisme Vs Makar", di Jakarta, Sabtu, mengatakan kasus tindak kekerasan yang dilakukan polisi kulit putih yang berujung pada kematian seorang warga kulit hitam, George Floyd, telah menyulut gelombang demonstrasi besar-besaran hingga menimbulkan kerusuhan di beberapa wilayah di Amerika.

"Kita jauh lebih beruntung karena memiliki Pancasila yang mampu mempersatukan berbagai perbedaan SARA. Namun kita tetap harus waspada, karena tidak menutup kemungkinan ada pihak-pihak yang berusaha menjadi provokator, memanfaatkan kejadian di Amerika untuk menyulut emosi publik yang dapat mengganggu kedamaian di Papua khususnya dan Indonesia umumnya," kata Bamsoet dalam keterangannya.

Baca juga: Bamsoet: kedepankan pendekatan persuasif kasus dugaan makar di Papua
Baca juga: Sekretaris Panitia MRP imbau warga jangan terpengaruh isu perpecahan
Baca juga: 3.100 APD disumbangkan KPA Tolikara-Papua untuk tangani corona


Dia mengakui bahwa isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) adalah isu yang sensitif, bahkan bagi negara yang sangat matang kehidupan demokrasinya seperti Amerika Serikat.

Menurut dia, dari berbagai aksi kekerasan dan kerusuhan yang terjadi di Papua, pihak yang paling menderita adalah rakyat, korban materi dan terutama korban jiwa, karena setiap nyawa adalah bagian tidak terpisahkan dari jiwa bangsa Indonesia.

"MPR terus terlibat membantu saudara kita yang menyuarakan keadilan sosial terhadap Papua agar tidak mendapat diskriminasi hukum," katanya.

Dia mencontohkan upaya konkret yang sedang dilakukan MPR, seperti keberadaan Forum Komunikasi dan Aspirasi Anggota DPD-DPR RI Dapil Papua dan Papua Barat (For Papua) yang aktif menjembatani komunikasi dari berbagai pihak demi perdamaian di Papua.

Baca juga: Freddy Numberi: Persoalan Floyd berbeda dengan Papua
Baca juga: Dewan Adat Mamta ajak mahasiswa lanjut kuliah di luar Papua
Baca juga: Barisan Merah Putih imbau masyarakat Papua tidak mudah dihasut


"Alhamdulilah berkat kerja keras semua pihak, keenam saudara kita tersebut yakni Surya Anta Ginting, Anes Tabuni alias Dano Anes Tabuni, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, dan Arina Elopere alias Wenebita Gwijangge, telah dibebaskan pada Mei 2020," ujar

Anggota MPR RI FOR PAPUA Yorrys Raweyai mengungkapkan bahwa ada penanganan hukum yang sudah coba diupayakan pihaknya seperti kasus Mispo Gwijangge yang diduga membunuh pekerja Istaka Karya.

Pada April lalu, pengadilan memvonis bebas Mispo dari berbagai tuduhan karena dianggap tidak terbukti membunuh pekerja Istaka Karya.

"Kami panggil mitra kerja dan pihak yang terkait Papua. Ini adalah upaya politik, bukan hanya hukum saja. Kami masih akan upayakan untuk kasus lain, kami tidak tinggal diam," kata Yorrys yang juga anggota DPD RI asal Papua.

Dia mengatakan, meskipun mendapat pengawalan politik dan keberpihakan dari berbagai pihak terkait kasus di Papua, masyarakat tetap mewaspadai pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang ingin memanfaatkan situasi konflik di Papua.

Anggota DPD RI asal Papua Filep Wamafma mengakui bahwa urusan Papua tidak bisa dipandang sebagai masalah hukum saja tapi juga politik.

Karena itu menurut dia, langkah-langkah yang ditempuh itu akan menjadi kebijakan politik yang terbaik bagi Papua di masa depan dan pemerintah juga harus membuka ruang yang luas, terbuka, dengan melibatkan semua komponen sehingga masalah Papua bisa dibicarakan dengan bermartabat.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020