Dugaan kerja paksa mengemuka setelah ditemukan adanya praktik tipu daya, gaji yang tidak dibayar, kondisi kerja yang tidak layak, ancaman dan intimidasi yang dirasakan Andri Juniansyah dan Reynalfi
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri bekerjasama dengan Kepolisian RI menyelidiki kasus dua anak buah kapal (ABK) WNI yang melompat dari kapal China di Selat Malaka.

“Benar, bahwa terdapat dua ABK kita yang salah satunya berasal dari Pematang Siantar dan satunya lagi dari Sumbawa. Mereka memutuskan untuk melompat dari kapal berbendera China Lu Qing Yuan Yu 901 di Selat Malaka,” kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu Judha Nugraha dalam konferensi pers virtual dari Jakarta, Rabu.

Kedua ABK tersebut, Reynalfi (22 tahun) dan Andri Juniansyah (30), terjun ke laut di Selat Malaka pada Jumat pekan lalu (5/6). Setelah terapung-apung selama tujuh jam, keduanya ditolong oleh nelayan Tanjung Balai Karimun keesokan harinya.

“Mereka saat ini telah berada di kantor Polsek Tebing Karimun, kondisinya sehat. Kita masih melakukan pendalaman kasus ini lebih lanjut, bekerja sama dengan Kepolisian RI,” tutur Judha.

Dua ABK itu diduga merupakan korban kerja paksa dan perdagangan orang.

Baca juga: Kedubes tegaskan komitmen China tangani kasus ABK WNI

Baca juga: Polri: Empat ABK WNI meninggal tiga diantaranya dilarung di laut


Berdasarkan laporan lembaga Destructive Fishing Watch (DFW), keduanya melompat ke laut karena tidak tahan dengan perlakuan dan kondisi kerja di atas kapal.

Mereka sering mengalami intimidasi, kekerasan fisik dari kapten kapal, dan sesama ABK asal China.

“Dugaan kerja paksa mengemuka setelah ditemukan adanya praktik tipu daya, gaji yang tidak dibayar, kondisi kerja yang tidak layak, ancaman dan intimidasi yang dirasakan Andri Juniansyah dan Reynalfi,” kata Koordinator DFW Indonesia Muh Abdi Suhufan.

DFW mencatat kejadian ini merupakan insiden keenam yang berkaitan dengan kekerasan yang dialami ABK WNI di kapal-kapal China, dalam kurun waktu delapan bulan terakhir.

Selama November 2019-Juni 2020, lembaga tersebut mencatat 30 orang awak kapal Indonesia yang menjadi korban kekerasan saat bekerja di kapal berbendera China, dengan rincian tujuh meninggal dunia, tiga orang hilang, dan 20 orang selamat.


Baca juga: Kasus pelarungan jenazah ABK WNI di perairan Somalia masih diselidiki

Baca juga: Moratorium pengiriman ABK WNI tidak akan hentikan akar permasalahan


Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2020