Beijing (ANTARA News/Xinhuanet-OANA) - Satu studi dari pusat penelitian di Seattle baru-baru ini memperlihatkan obat yang dikenal banyak kalangan dapat mengobati kanker payudara bahkan mungkin menimbulkan gejala yang lebih berat, demikian laporan media, Rabu.

"Tamoxifen", yang diperkenalkan pada 1978, digunakan untuk mencegah kambuhnya kanker pada perempuan yang sudah menjalani operasi guna mengangkat tumor mereka.

Namun, satu studi baru-baru ini menunjukkan obat tersebut meningkatkan resiko serangan kanker yang lebih agresif pada payudara yang sehat sebanyak lebih dari empat kali lipat.

"Semua pengobatan memiliki resiko dan manfaat," kata Dr Christopher Li, anggota Fred Hutchinson Cancer Research Center di Seattle. "Jika anda menganggap keseimbangan penuh, buat sebagian besar perempuan, manfaatnya akan jauh lebih besar dari resikonya."

Studi baru itu, yang menilai kemungkinan perkembangan kanker baru pada payudara kedua, mendapati bahwa perempuan yang menggunakan "tamoxifen" selama lima tahun menghadapi kemungkinan 60 persen untuk tidak terserang tumor baru sensitif-estrogen dibandingkan dengan yang tidak menggunakan pada payudara kedua, dan 40 persen lebih kecil untuk terserang tumor baru dari jenis apapun pada payudara kedua.

Beberapa ahli kanker payudara mengatakan mereka khawatir pasien kanker payudara yang mendengar mengenai studi baru tersebut mungkin berhenti menggunakan "tamoxifen", sekalipun alasan utama untuk menggunakan obat itu ialah untuk mencegah kanker yang sudah mereka derita kambuh dan menyebar, sehingga dapat mengakibatkan kematian.

Banyak ahli lain sependapat bahwa studi baru tersebut bukan alasan bagi pasien kanker payudara untuk berhenti menggunakan "tamoxifen". "Yang harus kita ingat ialah `tamoxifen` menyelamatkan nyawa," kata Dr Victor Vogel, Wakil Presiden Penelitian Nasional di "American Cancer Society".(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009