Jakarta (ANTARA News) - Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi mengatakan, dunia Islam harus menjadi pelopor dalam memperkuat investasi di sektor pertanian, yang kurang diminati, guna menghadapi krisis pangan serta meningkatkan kesejahteraan petani, yang masih terabaikan, dan masyarakat secara umumnya. "Dunia Islam harus meningkatkan investasi besar-besaran dalam pengembangan pertanian dan industri pangan. Dampak krisis pangan terhadap kekacauan ekonomi, sosial dan politik telah terekam dengan baik," katanya dalam Forum Ekonomi Islam Dunia (WIEF) ke-5 di Jakarta pada Senin. Ia menjelaskan, orang kekurangan gizi pada 1990 berjumlah 842 miliar, pada 2008 meningkat menjadi 963 miliar, sementara sebelum krisi ekonomi saat ini, 160 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan dengan penghasilan di bawah 0,5 dolar Amerika Serikat (sekitar Rp5.500) sehari. "Sekitar 15 persen penduduk dunia merupakan penduduk miskin dan lebih dari 50 persennya berada di negara muslim. Jadi, keadaannya tidak bisa lagi diabaikan," katanya. Ia menjelaskan, akibat krisis ini, daya beli penduduk miskin semakin berkurang, yang semula lima puluh persen dari pendapatannya digunakan untuk membeli makanan, kini menjadi 70 persen untuk kebutuhan makan mereka. Pertumbuhan di sektor pertanian mandek akibat kerendahan investasi teknologi di sektor pertanian dan pemngembangan pedesaan. Pertumbuhan produksi gandum dunia turun dari tiga persen pada 1960 menjadi satu persen sejak 2000. Ia menambahkan, peningkatan gejolak iklim dunia menurunkan pertumbuhan produksi. "Pada sisi lain, banyak ladang pertanian dihancurkan. Jika ini berlanjut, dunia muslim tidak akan lagi mampu memenuhi kebutuhan makanan warga, yang terus tumbuh," katanya. Ia menambahkan, ketinggian harga pangan seharusnya menjadi perangsang bagi pembuat kebijakan, petani dan pemodal untuk menggelontorkan dana guna meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian. Namun demikian, menurut dia, krisis membuat pemodal enggan masuk ke pertanian. "Sebelumnya, pemodal mulai masuk, tapi akibat perbankan mulai mengetatkan kreditnya dan bahkan tidak mau mengucurkan kredit akibat krisis ekonomi dunia, membuat investor gamang berinvestasi di pertanian, yang memiliki gejolak harga sangat tajam, belum lagi kerugian akibat cuaca," katanya. Menurut dia, petani yang memperbesar produksi ketika harga pangan tinggi seringkali akhirnya rugi akibat kejatuhan harga pangan. "Biasanya, produksi pertanian di negara berkemabng selalu rendah," katanya. Ia mengatakan, perlu diadakan kerjasama efektif antara pemerintah dengan swasta sebagai langkah maju dari pertemuan krisis pangan. "Itu sangat penting untuk menarik kembali investasi ke sektor pertanian, tapi juga sangat penting untuk melindungi petani," katanya. Ia mengatakan, "Kita perlu menggunakan teknologi untuk mempercepat produksi dan pada saat sama harus memastikan petani memiliki akses lebih baik ke pusat pasar nasional, sehingga mereka tidak kelebihan hasil pertanian, dengan menggalang usaha eceran. "Dunia muslim dapat menjadi pemimpin dalam memastikan bahwa hasil produksi pertanian dijamin dalam pasar, yang bersaing, dan memiliki pendapatan baik. Ini merupakan salah satu contoh dengan unsur swasta menanggapi kebutuhan mendesak dan memasukan modal bersakal besar," katanya. (*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009