Samarinda (ANTARA) - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mencatat hingga saat ini lubang tambang bekas galian batu bara di daerah itu telah merenggut 37 nyawa manusia, sehingga pihaknya minta Pemerintah Pusat hingga daerah mengambil sikap tegas.



"Tenggelamnya Bayu Setiawan (21) di kawasan yang diduga milik PT Cahaya Energi Mandiri (CEM) Samarinda, Jumat sore, 21 Februari, menambah catatan kelam kasus lubang tambang di Kaltim hingga bertambah menjadi 37 korban jiwa," ujar Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang di Samarinda, Minggu.



Untuk itu Jatam Kaltim mendesak Pemerintah Pusat, Pemprov Kaltim, Komnas Hak Azasi Manusia (HAM), dan Polda Kaltim mengambil 10 sikap yang menjadi tuntutan Jatam.



Sepuluh sikap itu adalah pertama, mencabut IUP PT CEM yang telah melakukan pembiaran terhadap kewajibannya sebagai pemegang izin, karena seharusnya PT CEM selaku pemegang IUP, memprioritaskan keselamatan masyarakat di sekitar tambang.



Kedua, mempidanakan PT CEM karena kelalaiannya mengakibatkan hilangnya nyawa manusia sebagai dampak tidak dilaksanakannya kewajiban pemulihan lingkungan, baik reklamasi dan penutupan lubang seperti yang diatur UU Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Minerba dan PP Nomor 78/2010 tentang Reklamasi dan Pasca-Tambang.



Ketiga, mendesak aparat penegak hukum lebih transparan kepada publik, memberikan pemberitahuan perkembangan penyelidikan dan penyidikan kasus lubang tambang kepada keluarga korban.



Tuntutan keempat adalah menghentikan pemberian perpanjangan izin usaha pertambangan kepada perusahaan-perusahaan yang bermasalah.



"Jatam Kaltim menemukan banyak pemegang izin tambang yang tidak menjalankan kewajiban pemulihan dan penutupan lubang tambang. Reklamasi dan pascatambang hanya hoaks, laju pembukaan lubang tambang tidak sebanding dengan progres pemulihan lingkungan pascatambang," kata Rupang.



Kelima, harus dilakukan audit seluruh perusahaan pertambangan batu bara yang meninggalkan lubang galian bermasalah dan menimbulkan pelanggaran HAM, dengan cara Komnas HAM mengirim surat kepada Presiden, Menteri ESDM dan Menteri Lingkungan Hidup, termasuk mengevaluasi seluruh izin tambang di Kaltim.



Keenam, Jatam Kaltim meminta kewenangan reklamasi dan pascatambang juga pengawasannya ditarik dari kewenangan Kementerian ESDM untuk diberikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Komnas HAM.



Ketujuh, perlu dilakukan moratorium izin tambang dan penurunan produksi batu bara secara nasional, untuk mengurangi daya rusak pada lingkungan hidup dan pelanggaran HAM.



Kedelapan, Komnas HAM mengkaji kemungkinan meletakkan kasus anak-anak yang tewas di lubang tambang sebagai pelanggaran HAM berat, agar tidak ada kasus serupa.



Kesembilan, Komnas HAM berkirim surat tentang perlunya dilakukan penciutan dan pencabutan izin-izin tambang yang berada di pemukiman penduduk.



"Kesepuluh, Jatam Kaltim menolak Omnibus Law Cipta Kerja yang akan memperbanyak lubang tambang batu bara, karena memberi insentif dan keistimewaan baru izin-izin tambang batu bara tanpa mengenal batas wilayah konsesi, akan semakin mendekati wilayah pemukiman warga dan berpotensi menciptakan lebih banyak lubang baru," tuturnya. 

Baca juga: Aktivis minta aparat hentikan penggunaan merkuri olah tambang Sulteng

Baca juga: MAKI desak pemda hentikan tambang pasir ilegal Bintan

Baca juga: Menteri LHK: 108 lubang PETI di TNGHS jadi prioritas untuk ditutup


Pewarta: M.Ghofar
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020