Ambon (ANTARA) - Wakil Gubernur Maluku Barnabas Nataniel Orno menyampaikan protesnya kepada Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Hasanuddin Zainal Abidin, terkait tertukarnya nama Pulau Moa dan Letti di kabupaten Maluku Barat Daya (MBD).

"Saya merasa perlu menyampaikan protes kepada Kepala BIG yang kebetulan berada di Ambon, karena ternyata nama Pulau Moa itu di peta diberinama Pulau Leti, dan Leti dinamakan Pulau Moa," kata Wagub Barnabas saat peresmian stasiun pasang surut di Desa Eri, kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, Rabu.

Menurutnya, pemberian nama pulau yang tertukar berdampak terhadap kebijakan pembangunan di kabupaten MBD, khususnya di Pulau Moa yang ditetapkan sebagai ibu kota kabupaten.
Baca juga: Tim PVMBG Bandung teliti tanah amblas di Pulau Nusalaut

Wagub mencontohkan saat menjadi Bupati dua periode di kabupaten yang berbatasan dengan negara tetangga Timor Leste dan Australia, banyak sekali program pembangunan dari pemerintah pusat salah alamat dan dialokasikan ke Pulau Leti dikarenakan berpatokan pada nama pulau di peta.

"Padahal seharusnya program pembangunan tersebut dilakukan di Pulau Moa sebagai ibukota kabupaten. Tetapi karena nama tertukar akhirnya programnya dilaksanakan di Pulau Leti. Makanya kami sering pusing untuk berkomunikasi dengan Pusat," ujarnya.

Karena itu, dia meminta Kepala BIG untuk segera mengganti nama kedua pulau sehingga tidak tidak berdampak terhadap perkembangan pembangunan di kabupaten BMD yang merupaja beranda negara tersebut di masa mendatang.
Baca juga: Lagi, tanah amblas akibat gempa di Pulau Nusalaut Maluku
Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Hasanuddin Zainal Abidin (kiri) bersama kepala BNPB Doni Monardo (tengah) dan kepala BMKG Dwikorita Karnawati (kanan) saat peresmian Stasiun Pasang Surut di Desa Eri, kecamatan Nusaniwe, Ambon, Rabu (11/12). (ANTARA/Jimmy Ayal)

Menjawab protes tersebut kepala BIG Hasanuddin Zainal Abidin, menyatakan, menyatakan nama Pulau Moa, Pulau Leti dan Lakor (dulunya dinamakan kecamatan Lemola) dalam peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) tidak tertukar.

"Jadi pak Wagub setelah saya cek tadi, ternyata nama pulau yang tertukar itu bukan pada peta RBI. Peta RBI sudah betul nama pulaunya. Yang salah itu ternyata peta google map," katanya.

Bahkan yang lebih salah lagi tandas Hasanuddin Zainal adalah banyak pihak baik pemerintah pusat dan daerah yang menggunakan data peta di mesin pencari web tersebut sebagai acuan.
Baca juga: Arkeolog identifikasi benteng berciri Eropa di Tidore

Kepala BIG juga menyampaikan terima kasih kepada Wagub barnabas yang telah mengingatkannya, sehingga dirinya juga bisa mengetahui kesalahan tersebut.

"Nanti kita kasih tahu pihak google map untuk menggantinya. jadi ini problem kita kadang-kadang lebih percaya produk orang asing daripada produksi negara sendiri," tandasnya.

Karena itu atas nama lembaga yang dipimpinnya, kepala BIG menyarankan berbagai pihak baik pusat dan daerah untuk menggunakan peta RBI, karena hampir seluruh pulau telah terdata sesuai dengan nama masing-masing.

Dia menambahkan, saat ini pihaknya telah menyerahkan data 16.671 buah pulau di Indonesia ke PBB pada tahun lalu, sesuai dengan titik koordinat dan namanya.

"Mudah-mudahan tahun depan sudah menjadi 17.523 pulau yang terdata di badan dunia tersebut dan lebih banyak dari data 17.504 pulau yang biasanya kita gunakan. Jadi masih ada tambahan 19 buah pulau yang perlu diverifikasi," tandasnya.
Baca juga: Kemah Bakti Pemuda di Tanimbar diikuti 1.000 generasi muda

Pewarta: Jimmy Ayal
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019