Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai NasDem Saan Mustopa menilai SKB 11 menteri tersebut harus dilihat secara objektif dan proporsional.

Menurut dia, SKB tersebut hanya untuk mencegah ASN sebarkan paham radikal sehingga tidak bisa dibilang membungkam kebebasan berpendapat masyarakat.

"Tidak bisa dipungkiri bahwa di kalangan ASN ada yang terpapar radikalisme sehingga SKB tersebut penting karena penangan dan pencegahan radikalisme harus sinergi dan tidak bisa dilakukan parsial," kata Saan di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, penanganan dan pencegahan paham radikal di Indonesia tidak bisa dilakukan secara parsial sehingga harus melibatkan semua kementerian/lembaga.

Sekretaris Fraksi Partai NasDem DPR RI itu menilai beban untuk penanganan radikalisme tidak bisa diberikan kepada satu kementerian/lembaga saja sehingga harus benar-benar sinergi dan konsolidasi dengan baik.

Karena itu menurut dia, SKB tersebut bukan bentuk pengekangan pemerintah terhadap ASN namun langkah penting dalam pencegahan dan penanganan radikalisme di ASN.

"Namun dalam pelaksanaannya tidak boleh menghambar kebebasan berpendapat orang," ujarnya.

Baca juga: Menkopolhukam ajak masyarakat Kalbar cegah penyebaran paham radikal

Baca juga: Kepala BNPT ingatkan bahaya infiltrasi paham radikal terorisme

Baca juga: BPIP-TNI kerja sama pulihkan prajurit terpapar paham anti-Pancasila


Pengamat intelijen Ridlwan Habib menilai SKB ASN tersebut ditujukan bagi ASN yang menyebarkan ideologi atau pemahaman yang merongrong negara seperti menilai sistem negara Indonesia tidak sesuai dengan ajaran agama Islam.

Menurut dia, apabila ada ASN yang masih menerima gaji dari APBN lalu menolak ideologi negara maka harus ada sanksi tegas.

"SKB ini bagian upaya detekai dini kelompok ASN yang sebarkan ideologi dan pemahaman yang merongrong negara," katanya.

Dia mencontohkan kalau ada ASN yang memposting hal-hal terkait HTI dan khilafah, bisa dilakukan upaya lunak dengan dinasihati instansinya atau sanksi pecat dengan tidak hormat karena menyalahi konsepsi NKRI yang basisnya Pancasila.

Sebelumnya, pemerintah menerbitkan SKB 11 menteri dan kepala badan tentang penanganan radikalisme pada aparatur sipil negara (ASN) sejak pertengahan November 2019.

Ada enam menteri yang ikut di dalamnya, yaitu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Komunikasi dan Informatika.

Selain itu, SKB melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), dan Komisi Aparatur Sipil Negara.

Salah satu poin yang tak boleh dilanggar ASN adalah memberikan pendapat lisan maupun tulisan di media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019