Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan Pemerintah tetap menjunjung komitmen pemberantasan korupsi, meskipun Presiden Joko Widodo melalui diskresinya memberikan grasi bagi koruptor.

"Masalah grasi, masalah pemotongan (masa tahanan), itu saya kira proses hukum, proses peradilan yang berjalan. Tidak ada kaitannya dengan bahwa kita tidak memiliki komitmen kuat terhadap pemberantasan korupsi," kata Wapres Ma'ruf di Kantor Wapres Jakarta, Rabu.

Baca juga: Presiden Jokowi jelaskan tidak semua grasi dikabulkan

Baca juga: Presiden: Baiq Nuril dapat ajukan Grasi demi keadilan

Baca juga: Istana tepis tudingan SBY soal grasi Antasari


Wapres menegaskan pemberian grasi terhadap koruptor tidak bisa dianggap sebagai sikap Pemerintah yang tidak mendukung pemberantasan korupsi. Pemberian grasi kepada terdakwa kasus korupsi, mantan gubernur Riau Annas Maamun, didasarkan atas dasar kemanusiaan.

Presiden Joko Widodo memberikan grasi berupa pengurangan masa hukuman kepada Annas Maamun dengan alasan sang koruptor tersebut sudah tua dan sakit-sakitan di dalam tahanan.

Grasi tersebut diberikan melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 23/G Tahun 2019 tentang Pemberian Grasi yang ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 25 Oktober 2019.

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menjelaskan grasi tersebut tidak berarti menghapuskan hukuman Annas Maamun atas kasus korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau.

"Dia kan sudah pakai (bantuan) oksigen tiap hari, kemudian sakit-sakitan dan banyak lagi penyakitnya. Diberi grasi itu tidak menghilangkan tindak pidananya. Dia tetap tindak pidananya, hanya saja diampuni dengan pengurangan hukum," kata Mahfud.

Sedangkan terkait remisi bagi terdakwa korupsi mantan menteri sosial Idrus Marham, Wapres Ma'ruf mengatakan putusan Mahkamah Agung (MA) tersebut harus dihormati sebagai suatu produk hukum.

"Itu proses hukum yang tidak mungkin kita intervensi, proses hukum itu. Maka kalau ada upaya-upaya lain, ya tentu aturan-aturannya yang kita revisi," tambahnya.

MA mengabulkan permohonan kasasi dari koruptor Idrus Marham, pada Senin (2/12), sehingga mantan sekjen Partai Golkar itu hanya menjalani dua tahun masa penjara, dari vonis Pengadilan Tinggi Jakarta yang menjatuhkan hukuman lima tahun tahanan.

Grasi dan remisi terhadap koruptor tersebut menimbulkan kritik di kalangan pegiat antikorupsi yang menilai pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi.

Baca juga: Pong Harjatmo : koruptor jangan diberi grasi

Baca juga: KP2KKN: Grasi untuk Koruptor Hilangkan Efek Jera


Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019