Jakarta (ANTARA) - Anggota Ombudsman Republik Indonesia, La Ode Ida mengatakan akan memanggil jajaran direksi Televisi Republik Indonesia (TVRI) untuk mengonfirmasi temuan maladministrasi dalam tubuh lembaga penyiaran publik tersebut.

“Khusus untuk TVRI, sedang kami segera finalisasi laporan hadirnya untuk konfirmasi dengan direksi. Insya Allah kami undang minggu depan,” kata La Ode saat acara ngopi bareng Ombudsman RI di Jakarta, Rabu.

Di TVRI itu, kata dia sangat menarik. Karena kendati yang diberikan kekuasaan tertinggi itu diatur oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 pasal 14 adalah dewan pengawas. Tetapi praktiknya justru dewan direksi yang lebih berkuasa.

Menurut data sementara yang diperoleh Ombudsman RI, ada dugaan jajaran direksi melakukan beberapa kebijakan tanpa ada persetujuan dewan pengawas.

“Padahal Dewan Direksi diangkat dan bisa diberhentikan oleh Dewan Pengawas. Jadi aneh begitu,” kata La Ode.

Oleh karena itu, La Ode berpendapat di tingkat direksi perlu diimbau untuk diperbaiki. Khususnya pada governance process-nya.

“Yang kami periksa sampai saat ini soal governance process itu perlu diimbau untuk diperbaiki. Dan dewan pengawas juga harus menjalankan tugasnya sebagai pengawas yang mengangkat dan mengatur direksi,” ujar La Ode.

Ia mengatakan bahwa seharusnya semua kebijakan di direksi itu harus ada persetujuan dan sepengetahuan dewan pengawas.

“Sesuai dengan peraturan yang berlaku ya. Tapi saya kira dewan pengawas coba dilemahkan oleh direksi. Saya kan baca dokumen surat-menyuratnya itu juga,” kata La Ode.

Tindakan direksi sampai saat ini, dirasakan La Ode, masih ada dugaan kesewenang-wenangan baik itu yang dianggap benar oleh pihak direksi sendiri, maupun yang belum diambil tindakan apa-apa oleh Dewan Pengawas.

Dalam hal itu, La Ode mengatakan Ombudsman RI sedang memeriksa temuan-temuan data yang telah mereka peroleh. Sehingga saat pemanggilan direksi TVRI nanti, pemeriksaan akan lebih mendalam lagi dari data pemeriksaan temuan tadi.

“Jadi sekali lagi kami akan dalami tadi itu soal direksi katanya cukup kuat ya. Informasi itu cukup kuat. Nanti kami akan diskusikan apa bentuk tindakan korektif akan kami berikan,” kata La Ode.

La Ode mengatakan sebagai Lembaga Penyiaran Publik, andaikata diibaratkan dengan makanan, maka TVRI itu menyajikan makanan sehat.

“Kalau yang lain boleh jadi menyajikan makanan enak tapi belum tentu sehat,” tutup La Ode.

Temuan maladministrasi di TVRI pertama kali diungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi I DPR RI dengan Dewan Pengawas LPP TVRI dan Direktur Utama TVRI, Helmy Yahya beserta jajarannya pada Senin (20/5).

Temuan itu disampaikan anggota Komisi I DPR RI periode 2014-2019 mulai dari Fraksi Gerindra Elnino M Husen, Fraksi PDI-Perjuangan Evita Nursanti dan Junico Siahaan, Fraksi Golkar Andi Rio, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Lena Maryana, Fraksi Nasdem Supiadin Aries Saputra, Fraksi Hanura Timbul Manurung, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Hidayat Nur Wahid.

Mereka semua menyampaikan penyesalan terkait adanya tunggakan honor pegawai Televisi Republik Indonesia (TVRI) mencapai Rp7,6 miliar di tahun 2018. Tunggakan honor pegawai TVRI bervariasi, antara tiga sampai enam bulan dan dicicil di tahun anggaran 2019.

Dewan Pengawas televisi plat merah itu mengaku sudah beberapa kali memberikan teguran terhadap direksi TVRI terkait tunggakan honor tersebut. Namun belum ada tindak lanjut dari jajaran direksi TVRI.

Ketua Dewan Pengawas LPP TVRI Arief Hidayat Thamrin mengatakan jika Dewan Pengawas sudah dimintai
Keterangan oleh Ombudsman.

"Selanjutnya, kami menunggu proses yang sedang berlangsung di Ombudsman," kata Arief saat dikonfirmasi lewat pesan singkat yang diterima di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Menkominfo: RUU Penyiaran selesai, digitalisasi lebih cepat

Baca juga: Dirut TVRI akui banyak pemancarnya melemah


 

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019