Tanggal 28 Oktober sampai 1 November adalah fase bulan mati, di mana dalam ilmu fisika oseanografi kondisi pasang dan surut pada durasi waktu tersebut dalam kondisi maksimum
Ambon (ANTARA) - Pusat Penelitian Laut Dalam (P2LD) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan naiknya air laut yang pasang tinggi hingga mencapai jembatan Pelabuhan Hunimua pada 29 - 30 Oktober 2019, merupakan fenomena fase bulan baru atau bulan mati.

"Tanggal 28 Oktober sampai 1 November adalah fase bulan mati, di mana dalam ilmu fisika oseanografi kondisi pasang dan surut pada durasi waktu tersebut dalam kondisi maksimum," kata peneliti P2LD LIPI bidang Oseanografi Fisika Muhammad Fadli, di Ambon, Kamis.

Sebelumnya beredar luas di laman media sosial Facebook, foto jembatan Pelabuhan di Desa Liang, Kecamatan Salahutu (Pulau Ambon), Kabupaten Maluku Tengah terendam air laut yang pasang hingga setinggi mata kaki.

Foto fenomena naiknya air laut hingga ke daratan tersebut oleh masyarakat diasumsikan sebagai tsunami kecil.

Menanggapi hal itu, Fadli mengatakan berdasarkan data yang ia miliki, kondisi air laut pasang pada fase bulan mati di Liang akan mencapai 1,2 hingga 1,4 meter dari muka air rata-rata (Mean Sea Level - MSL), dan surut akan turun mencapai 1,3 - 1,5 meter dari MSL.

Kondisi pasang tinggi ini juga akan terjadi pada saat terjadi bulan purnama, sekitar 12 - 15 November 2019. Fenomena siklus periodik 15 hari tersebut bisa dipantau melalui beberapa aplikasi pasang surut (tidal) di ponsel pintar berbasis Android maupun IOS.

"Kalau bulan mati memang air sedang mencapai pasang tertinggi untuk satu siklus satu bulan, air laut akan surut sangat maksimum, pasangnya pun akan sangat tinggi. Waktu foto itu diambil jam 16.00 sore dan jam 04.00 subuh yang memang dalam masa pasang puncak," ujar Fadli.

Dikatakannya jika naiknya air laut pasang hingga mencapai jembatan Pelabuhan Hunimua belum pernah terjadi sebelumnya dan baru mulai terlihat sesudah gempa tektonik magnitudo 6,5 pada 26 September 2019, diduga kemungkinan telah terjadi "land subsidence".

Untuk memastikan dugaan terjadi "land subsidence" atau penurunan muka tanah secara lokal akibat gempa di Liang, P2LD LIPI akan memantau kondisi level muka air laut pada saat purnama dan fase bulan mati berikutnya.

"Dari gambar yang saya perhatikan, jika fenomena ini belum pernah terjadi sebelumnya dan mulai terlihat setelah terjadi gempa, maka kami mencurgai telah terjadi fenomena penurunan muka tanah secara lokal di Liang akibat gempa," demikian Muhammad Fadli.

Baca juga: LIPI: Tidak benar Maluku ambles jika palung laut longsor

Baca juga: BMKG peringatkan pasang air laut di Indonesia empat hari ke depan

Baca juga: Indonesia Prima ekspedisi pertama teliti kedalaman laut

Baca juga: LIPI temukan biota laut berbahaya di Teluk Ambon

Pewarta: Shariva Alaidrus
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019