Saya kelas lima SD, kalau malam gelap banget takut
Jakarta (ANTARA) - Satu dua titik cahaya nampak berpendar dari kejauhan, seperti kunang-kunang yang tersesat dari kawanannya. Namun, kunang cahaya tersebut ternyata hanya satu titik terang diantara gelap gulita yang belum tersibak oleh cahaya.

Gugusan pulau kecil di sebaran pulau Jawa Tengah berpenduduk jarang tersebut, memiliki berbagai fasilitas untuk syarat disebut desa, dari perangkat desa, sekolah bahkan pasar mini pun tersedia di antara lautan lepas Kampung Laut.

Sayangnya, terang kunang yang terbayang, hanya satu dari sekian titik yang belum tersentuh energi listrik, sehingga pekat kerap menghantui di setiap sudut kampung yang langsung berbatasan dengan lautan, belum menjadi layaknya kunang-kunang yang bertebaran.

Kampung Laut berada di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, tidak menyatu dengan pulau Jawa, terpisah oleh lautan di mana membutuhkan waktu sekitar 90 menit dengan kapal untuk menuju ke kampung tersebut.

Melihat kenyataan tersebut, Pertamina Refinery Unit IV Cilacap menghadirkan Energi Mandiri Tenaga Surya dan Angin (Emas Bayu) dan Energi Mandiri Tambak Ikan (Embak Mina) di Kampung Laut. Kehadiran fasilitas dengan teknologi Hybrid yang merupakan perpaduan antara panel surya dan kincir angin ini sebagai upaya Pertamina menghadirkan energi terbarukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kampung Laut yang merupakan wilayah desa tertinggal.

Fasilitas Emas Bayu dan Embak Mina tersebut terletak di Dusun Bondan, Desa Ujungalang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Masyarakat di dusun tersebut sebelumnya hidup dalam kegelapan di malam hari karena wilayahnya tidak teraliri listrik.

“Pada tahun 2017, setelah melakukan pengkajian dan pendataan, Pertamina kemudian melakukan pembangunan instalasi 5 kincir dan 24 panel surya. Tujuannya agar masyarakat di dusun tersebut dan sekitarnya bisa mendapatkan energi untuk penerangan kehidupan mereka,” kata Unit Manager Comm, Rel dan CSR Refinery Unit IV Cilacap, Laode Syarifuddin Mursali.
Baca juga: Pengawal pemilu raya di Kampung Laut
Baca juga: Pemerintah dorong pemanfaatan EBT tenaga surya
Baca juga: Pengguna listrik surya capai 660 pada awal 2019

 
Warga mengecek arus listrik dari pembangkit listrik tenaga surya dan angin yang menjadi sumber listrik utama di Dusun Bondan, Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah, Kamis (24/10/2019). ANTARA FOTO/Idhad Zakaria/wsj. (ANTARA FOTO/IDHAD ZAKARIA)

Pada tahun 2018 bantuan tersebut secara resmi diserahkan kepada masyarakat Dusun Bondan. Laode mengatakan, pembangkit listrik yang dibangun tersebut merupakan pembangkit listrik mandiri yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.

“Kapasitas pembangkit listrik ini sebesar 12.000 WP dan mengalir ke rumah 37 Kepala Keluarga yang mencakup 242 orang, 1 unit masjid, 1 unit sekolah dan 2 rumah produksi. Dan 100 persen anak usia pelajar yang sebelumnya tidak bisa belajar di malam hari kini sudah bisa leluasa belajar di malam hari karena sudah diterangi oleh cahaya lampu. Selain itu, energi terbarukan ini juga berhasil mengurangi emisi hingga 7,51 ton C02 eq per tahun,” kata Laode.

Setelah mandiri secara energi, Pertamina kemudian meningkatkan kemandirian masyarakat secara ekonomi melalui Program Embak Mina pada area seluas 2 ha tambak dengan metode silvofishery. Program ini berhasil meningkatkan pendapatan sebesar 50 persen atau sekitar Rp 1.000.000 setiap anggota kelompok.

Kawasan Dusun Bondan ini dulunya terdapat 90 persen lahan tambak yang belum optimal. Padahal sekitar 53 persen penduduknya ada dalam usia produktif. Dengan hadirnya Emas Bayu dan Embak Mina ini mampu meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar 50 persen. Sekarang tambak-tambak yang ada juga sudah produktif dan teraliri listrik.

Melalui bantuan ini, masyarakat berhasil memaksimalkan hasil olahan tambak yang sebelumnya di jual murah sekarang melalui adanya freezer petambak dapat menyimpan dan menjual ikan dengan harga yang lebih tinggi. Selain itu Program Embak Mina juga telah menghasilkan Produk Olahan Tambak yang sudah mulai dipasarkan di toko oleh oleh di Cilacap.

Kampung Bondan termasuk wilayah pelosok di Kabupaten Cilacap. Untuk menjangkau wilayah ini harus menggunakan perahu compreng atau kapal kecil dengan jarak tempuh sekitar 1,5 jam dari Dermaga Sleko, yang lokasinya tidak jauh dari Nusakambangan.
Foto udara instalasi Pembangkit Lisrtik Tenaga Surya, yang di pasang sebagai sumber energi baru terbarukan (EBT), di Rumah Sakit Pertamina Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (26/10/2018). PLTS tersebut berhasil menurunkan emisi gas CO2 sebesar 652.983 kilogram, dan mampu memproduksi listrik sebesar 1.059,5 Kilowatt Hour (kWh), serta membantu penghematan perusahaan sebesar 10 hingga 15 persen. ANTARA FOTO/Idhad Zakaria/tom.

Harapan

"Saya kelas lima SD, kalau malam gelap banget takut," kata Arif sembari tangan kanannya menggenggam plastik berisikan minuman dingin kesukaannya.

Arif Yahya nama lengkapnya, murid kelas lima Sekolah Dasar (SD) Negeri di Dusun Bondan, Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah. Malu-malu ia mengaku jarang belajar hingga malam hari, bukan lantaran malas, tetapi di rumahnya hanya ada penerangan dari cahaya lampu minyak.

Lampu minyak terpaksa menjadi pilihan, bukan karena ketidakmampuan secara ekonomi ataupun kesederhanaan, namun disebabkan tidak adanya instalasi listrik di desa Arif yang cukup mumpuni untuk menyalakan sebuah lampu.

Hal yang sama terjadi di tempat Arif menimba ilmu, yang meski dari segi gedung tak memperlihatkan kereotan ataupun kondisi fisik tak memadai, bangunan sudah dari dinding bata dan beratap genteng serta alas keramik. Namun, lagi-lagi daerah yang nyaris terisolasi membuat semua fasilitas serba minim, bahkan untuk menyalakan sebuah lampu.

Ironisnya, hanya ada satu ruangan kelas di sekolah tersebut. Sehari-hari diisi oleh 17 orang siswa, untuk semua murid jenjang kelas 1 hingga kelas 6 SD. Bahkan kelas 1 untuk tahun ajaran 2018 hanya berisikan satu orang siswa saja.

Ketujuh belas anak itu sehari-hari berkumpul dalam satu ruang kelas, diampu oleh satu-satunya guru yang mengajar di sekolah tersebut, sembari mengenakan seragam celana merah dan kemeja putih bersematkan bordiran Bendera Merah Putih di dada kanan, mengusung kebanggaan sebagai siswa SD Negeri, di pesisir, di pelosok.

Arif dan kawan-kawannya tidak tinggal berdekatan di antara jarak rumah dan sekolah, siswa lainnya bahkan harus menunggu sampan yang lewat untuk menuju ke sekolah sejak pagi melewati rawa-rawa dan sungai yang lebar diantara Segara Anakan dekat Pulau Nusa Kambangan.

Semangat belajar siswa SDN Dusun Bondan tak pernah padam, meskipun lampu dan penerangan belum kunjung menyala terang ketika malam datang. Di dinding rumah warga masih melekat sebuh poster tuntunan membaca alfabet dan nama-nama binatang, mewakili terang benderangnya semangat para orang tua mendampingi anak-anak belajar ketika di rumah.

Senyum Arif sedikit mengembang, ketika kondisi desanya sedikit berubah. Produk ilmuwan Thomas Alva Edison yang mampu menciptakan terang tersebut dapat berfungsi di desanya, yang mungkin saja bagi Arif dapat membantu mewujudkan impian besarnya di masa depan, meski hanya dengan menyalanya sebuah lampu pijar.

Bantuan dari PT Pertamina (Persero) yang dimulai 2018 tersebut dapat membantu Arif membaca buku di malam hari tanpa takut kehabisan lampu minyak lagi. Sejalan dengan program Pertamina dalam mengembangkan program energy baru terbarukan.

Bantuan teknologi HEOP ini bermula pada akhir 2016 lalu, ketika Pertamina RU IV Cilacap menyelenggarakan lomba inovasi teknologi. Salah satu pemenangnya adalah Mahasiswa STT PLN Jakarta yang mengembangkan teknologi HEOP. Teknologi itu menggabungkan antara panel surya dengan kincir angin yang menghasilkan listrik.

Warga antusias dengan adanya inovasi teknologi ini. Satu instalasi HEOP dipasang dan berhasil menerangi tiga rumah, masjid serta ruang pertemuan. Program ini kemudian dilanjutkan dengan dana sebesar Rp281 juta lebih untuk pengembangan HEOP di Dusun Bondan, sejak 2018.

Pilihan model hibrida pembangkit angin dan panel surya adalah mengingat kondisi alam Desa Ujung Alang. Jika pada siang hari, panas sangat terik, namun angin tidak kencang, sehingga panel surya mampu bekerja maksimal.

Begipun sebaliknya pada malam hari, angin kencang namun tidak ada terik matahari, jadi kincir angin akan mengambil alih peran pembangkit energi. Kapasitas yang dihasilkan dari gabungan inovasi tersebut adalah 850 WB, atau setara menyalakan sebanyak lima lampu yang memiliki daya masing-masing lima watt dalam satu waktu.

Kini, masyarakat Desa Ujung Alang bersiap mengembangkan perekonomian mereka menjadi lebih baik, dimulai munculnya secercah cahaya dari kincir angin.
Baca juga: Warga perbatasan dengan Malaysia manfaatkan PLTS
 

Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2019