Buku tidak lekang oleh waktu. Bukan saja untuk kita, tetapi juga untuk generasi kita ke depan
Palu (ANTARA) - Memperingati setahun bencana gempa, tsunami dan likuefaksi yang melanda Kota Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong, 28 September 2018, akademisi IAIN Palu Dr Lukman S Thahir MA meluncurkan sebuah buku berjudul "Semua Di Luar Nalar", tujuh kisah inspiratif melawan amarah gempa dan tsunami di Palu.

Buku setebal 96 halaman itu diluncurkan secara resmi oleh Ketua DPRD Sulawesi Tengah, Nilam Sari Lawira di sebuah kafe di Kota Palu, Sabtu malam.

Peluncuran itu diawali dengan pembacaan doa tahlil kepada para korban bencana dipimpin Imam Masjid Balaroa Ustadz Zain, juga salah seorang korban bencana yang ikut dikisahkan dalam buku terbitan Pustaka Harakatuna, Yogyakarya itu.

Buku tersebut mendapat apresiasi positif dari berbagai pihak karena telah memperkaya literasi peristiwa gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah dari sejumlah rentetan peristiwa serupa beberapa puluh tahun sebelumnya.

"Buku tidak lekang oleh waktu. Bukan saja untuk kita, tetapi juga untuk generasi kita ke depan," kata Nilam Sari saat meluncurkan buku tersebut.

Peluncuran ditandai dengan penyerahan buku kepada Rektor Universitas Alkhairaat Dr Umar Alatas, Wakil Rektor IAIN Palu Dr Abidin Jafar, dan perwakilan korban likuefaksi Petobo dan Balaroa.

Menurut Nilam, buku tersebut merupakan bentuk dedikasi penulis di bidang literasi kepada semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat sehingga patut diapresiasi.

Dirinya berharap lebih banyak lagi tulisan terkait bencana Sulteng dari perspektif yang berbeda sehingga semakin menambah pengetahuan masyarakat luas terkait bencana yang menimpa Sulawesi Tengah 28 September 2018.

Nilam menangkap subtansi dari yang tersaji dalam buku tersebut lebih pada aspek spritual, bahwa hidup ini adalah perjuangan sebagaimana perjuangan para korban yang dikisahkan dalam buku tersebut sehingga lolos dari maut.

"Bahwa ada semangat untuk melawan bencana karena ada kekuatan luar dari luar diri kita yakni kekuatan dari Allah SWT," katanya.

Baca juga: 8.788 unit huntap korban bencana Sulteng ditarget rampung 2020

Pada peluncuran buku itu juga hadir beberapa orang korban yang dikisahkan dalam buku tersebut dan tampil memberi testimoni, di antaranya Jerana Sabel.

Jerana mengisahkan dirinya diselamatkan oleh seekor buaya besar dari gulungan ombak tsunami dan reruntuhan bangunan. Secara logika kata Jerana, dirinya tidak mungkin lagi selamat karena dalam kondisi yang sangat lemah dilumuri luka.

"Tetapi Allah menolong saya melalui seekor buaya besar yang mengibaskan-ngibaskan ekornya sehingga seluruh puing-puing bangunan di atas dan sekeliling saya, bersih. Saya kemudian tertidur di atas buaya itu dan mengantarkan saya ke tempat yang aman," ungkapnya mengisahkan.

Baca juga: Ribuan umat Islam dzikir akbar setahun gempa di RTH Vatulemo

Menurut Jerana, sekitar 1,6 tahun sebelum bencana menerjang Kota Palu, dirinya hampir saban malam membuang sisa makanan dari sisa bisnis kulinernya ke tepi sungai Palu dengan niat memberi makan buaya di sungai itu.

Dirinya baru sadar, kemungkinan ada hubungan erat di luar nalar manusia tentang apa yang dilakukan terhadap buaya itu sebelum bencana sehingga dirinya ikut ditolong seekor buaya.

Sementara itu penulis buku Lukman S Thahir mengatakan secara logika mereka yang dikisahkan dalam buku tersebut tidak mungkin selamat dalam ganasnya gempa, tsunami dan likuefaksi.

"Tetapi berkat amalan-amalan setiap orang itu sehingga datanglah pertolongan Allah, dan mereka selamat," tuturnya.

Dari banyak kisah para korban bencana yang ia himpun, mantan Rektor Universitas Alkhairaat itu hanya memilih tujuh korban yang kisahnya benar-benar bisa menjadi inspirasi banyak orang khususnya dalam mitigasi bencana.

Baca juga: Mengembalikan roda kehidupan masyarakat Palu

Menurut Lukman, salah satu aspek mitigasi bencana yang tidak kalah pentingnya adalah pendekatan spritualitas, selain pendekatan teknokartik dan pengetahuan lokal.

Pewarta: Adha Nadjemudin
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019