wartawan yang sempat mengambil gambar atau video di ruang SPKT Polda Sulsel diminta untuk dihapus oleh anggota polisi.
Makassar (ANTARA) - Tim dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Makassar, Sulawesi Selatan mendampingi tiga orang jurnalis yang menjadi korban tindakan represif oknum aparat kepolisian untuk melapor ke Kepolisian Daerah Sulsel.

Ketiga orang jurnalis yang menjadi korban pada saat meliput aksi unjuk rasa mahasiswa pada Selasa (24/9) adalah jurnalis LKBN ANTARA Muh Darwin Fathir, jurnalis Inikata.com (Sultra) Saiful, dan jurnalis Makassar Today Isak Pasabuan, melaporkan kasus dialaminya, di Mapolda Sulsel, di Makassar, Kamis.
Baca juga: IJTI Sulsel kecam kekerasan oknum polisi pada tiga jurnalis

Para korban ini didampingi tim LBH Pers Makassar serta beberapa jurnalis lainnya. Namun, pihak kepolisian melarang saat jurnalis bermaksud meliput momen itu untuk mengambil gambar.

Tidak hanya itu, wartawan yang sempat mengambil gambar atau video di ruang SPKT Polda Sulsel diminta untuk dihapus oleh anggota polisi.
 

Sementara salah seorang korban pemukulan yakni Darwin terlihat masih mengenakan perban di kepala saat datang ke ruang SPKT Polda Sulsel.
Baca juga: Wartawan ANTARA jadi korban kekerasan aparat saat liput demo

Korban yang merupakan jurnalis LKBN ANTARA ini mendapatkan perlakuan kekerasan dari oknum polisi tak jauh dari show room NV Hadji Kalla yang berada di dekat flyover, dan beberapa teman jurnalis sempat melihat beberapa petugas kepolisian memukulinya dengan pentungan.

Akibatnya, kondisi kepalanya berdarah dan di bagian perutnya terlihat bekas sepatu laras. Baju yang dikenakan berwarna putih motif juga terlihat jelas bekas tapak sepatu laras.

Selain Darwin dan dua wartawan lainnya yang mendapat perlakuan represif dari oknum aparat kepolisian, mahasiswa yang berdemo juga banyak yang mengalami luka-luka setelah bentrok dengan aparat keamanan. Setelah itu, barulah mereka dievakuasi ke RS Awal Bros yang merupakan rumah sakit terdekat.

Pewarta: Suriani Mappong
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019