Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan peran pengusaha Kock Meng (KMN), tersangka baru dalam pengembangan perkara suap terkait penerbitan peraturan daerah rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019.

Sebelumnya, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka, yaitu sebagai penerima Gubernur Kepulauan Riau 2016-2021 Nurdin Basirun (NBA), Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofyan (EDS), dan Kepala Bidang Perikanan Tangkap Budi Hartono (BUH). Sedangkan sebagai pemberi, yakni Abu Bakar (ABK) dari unsur swasta.

"Saat ini, sedang dilakukan proses penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Kepulauan Riau yang antara lain memuat rencana reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Yuyuk Andriati saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

Seharusnya, lanjut Yuyuk, untuk melakukan reklamasi dibutuhkan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi, namun karena Perda RZWP3K masih dlbahas, maka izin lokasi tersebut belum dapat diterbitkan.

Baca juga: Pengusaha ditetapkan tersangka pengembangan kasus Nurdin Basirun

Baca juga: KPK cegah pengusaha Kock Meng terkait kasus reklamasi Kepri

Baca juga: Kock Meng memenuhi panggilan KPK terkait izin reklamasi Kepri



"Karena itulah, KMN dan ABK akhirnya mengajukan terlebih dahulu izin prinsip pemanfaatan ruang laut pada NBA sebagai Gubernur Kepri," ungkap dia.

Kemudian, Kock Meng dengan bantuan Abu Bakar mengajukan izin prinsip pemanfaatan ruang laut di Tanjung Piayu, Batam sebanyak tiga kali, yaitu Oktober 2018 untuk rencana proyek reklamasi pembangunan resort yang bersangkutan seluas 5 hektare.

"April 2019 untuk rencana proyek reklamasi yang bersangkutan seluas 1,2 hektare dan Mei 2019 untuk pembangunan resort dengan luas sekitar 10,2 hektare," kata dia.

Yuyuk mengatakan bahwa peruntukan area rencana reklamasi yang diajukan Kock Meng melalui Abu Bakar seharusnya adalah untuk budidaya dan termasuk kawasan hutan lindung (hutan bakau).

"Namun, hal tersebut kemudian diakaI-akali oleh agar dapat diperuntukan untuk kegiatan pariwisata dengan cara membagi wilayah 2 hektare untuk budidaya dan selebihnya untuk pariwisata dengan membangun keramba ikan di bawah restoran dan resort," ucap Yuyuk.

Ia mengungkapkan ketiga izin tersebut telah terbit dengan luas total 16,4 hektare.

"Sebagai imbalan dari penerbitan izin tersebut, KMN bersama-sama dengan ABK memberikan uang pada NBA, EDS dan BUH sejumlah, yaitu pada Mei 2019 Rp45 juta dan 5.000 dolar Singapura sebagai imbalan penerbitan izin prinsip. Pada Juli 2019 sebesar 6.000 dolar Singapura untuk pengurusan data dukung syarat reklamasi," kata Yuyuk.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019