Jakarta (ANTARA) - Anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala menilai tidak ada kesalahan prosedur terkait penanganan tahanan khusus oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), adanya situasi yang berbeda diduga menjadi alasan pelapor melaporkan kasus ini.


"Kami sudah memeriksa, dan kami sampai pada kesimpulan kalau hal itu tidak ada yang salah. Hanya ada beda persepsi pada orang yang berada pada dua situasi yang berbeda," ujar Adrianus di Kantor Ombudsman RI Jakarta, Senin.

Situasi berbeda itu, kata Adrianus, terdapat pada perlakuan KPK sebelumnya kepada terdakwa kasus suap PLTU Riau-1, Idrus Marham, yang tidak mendapatkan pengawalan ketat sehingga terdakwa masih bisa pelesiran ke warung kopi.

Pelapor menyampaikan keberatannya ke Ombudsman terkait adanya pengawalan ketika berobat, di sana tahanan tersebut juga harus menggunakan borgol dan rompi tahanan.

Selain itu, adanya pengawal tahanan yang juga masuk ke ruang dokter mendengarkan perbincangan penyakit tahanan dengan dokter, menurut Pelapor telah melanggar privasinya.

Sebagian lainnya mengadu karena tidak ada pemanas makanan. Kunjungan keluarga juga relatif singkat. Bahkan, beberapa tahanan mengaku tak diperbolehkan merayakan hari besar keagamaan dan kerohanian.

Menindaklanjuti laporan tersebut, Ombudsman menyelenggarakan pertemuan pada 26 Agustus 2019 untuk meminta keterangan terkait Standar Operasional dan Prosedur (SOP) Pengamanan dan Pengawalan tahanan KPK dari Kepolisian, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM serta Kejaksaan Agung.

Keterangan dari berbagai sumber itu menjadi masukan bagi Ombudsman dalam proses penyelesaian laporan masyarakat terkait SOP tersebut. Adrianus mengatakan bahwa KPK sudah melakukan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Peraturan Pemerintah (PP) 58 tahun 1999.

Ia menambahkan kalau aturan pemakaian borgol dan rompi tahanan juga diterapkan untuk tahanan di Kepolisian dan Kejaksaan, namun untuk pemakaian borgol, fleksibilitasnya tergantung pada Pengawal Tahanan.

"Penilaiannya tergantung pengawal, kalau dia takut tersangka melarikan diri, tentu harus diborgol. Bahkan dalam ruangan dokter pun seyogianya pengawal hadir," kata Adrianus.

Adrianus mengatakan kewenangan pemakaian borgol dan rompi tahanan itu diperkuat lagi dengan Peraturan KPK Nomor 3 Tahun 2019.

"Apa yang dilakukan KPK sudah terdapat dalam regulasi. Maka kenapa diprotes, karena tahanan tidak tahu," ujar dia.

Adrianus mengatakan memang susah untuk menilai perbedaan perlakuan tersebut, namun karena itu adalah ruang yang diberikan dalam PP kepada Aparat Penegak Hukum, maka hal itu dibenarkan.

Ombudsman pun rencananya dalam seminggu ke depan akan melaporkan penyelesaian kasus ini ke KPK untuk menutup kasus ini.

"Menurut kami, KPK telah bekerja sesuai aturan. Dan kami menutup kasus KPK itu," ujar Adrianus.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019