Bila belum mencicipi langsung, orang akan beranggapan seperti roti "kampung" yang biasa dijajakan dengan gerobak sepeda
Jakarta (ANTARA) - Berwisata kuliner ke Kota Bandung tidak perlu takut bakal mati gaya. Ratusan jenis jajanan kelas kaki lima hingga resto berkonsep formal atau sering disebut fine dining dengan mudah ditemukan nyaris di setiap sudut kota yang dulu mendapat julukan "kota kembang" ini.

Mau menghabiskan liburan atau akhir pekan di kafe, warung kopi dan resto kekinian dengan konsep unik dan instagramable memang Bandung tempatnya.

Namun bila jenuh liburan ke tempat-tempat  yang biasa atau bahasa gaulnya mainstream, boleh juga sesekali mencoba kuliner jadul dan legendaris yang berlokasi di kawasan lawas kota ini.

Jalan Braga, salah satu kawasan kota tua di Bandung ini misalnya, menyimpan kenangan berupa kuliner roti zaman dulu (jadul) dari Toko Roti "Sumber Hidangan". Dulunya toko ini dikenal dengan nama Het Snoephuis yang artinya "rumah manis".

Toko roti yang berdiri sejak tahun 1929 tersebut masih mempertahankan keaslian bangunan dan interior ruangan bergaya Belanda.

Toko roti ini terletak dalam satu ruangan besar yang terbagi dua, yakni ruang pertama merupakan ruangan saji untuk memajang berbagai pilihan roti dan kue yang dikemas dalam etalase berukuran besar terbuat dari kayu dengan alat timbang model kuno, toples-toples kaca untuk menyimpan kue-kue kering asin dan manis serta ruang kasir yang masih dipagari oleh kawat baja.

Ruangan kedua memiliki langit-langit yang tinggi menjadi ciri khas arsitektur Belanda dengan belasan meja kaca dan kursi berbahan besi yang mulai usang dimakan usia tempat para pengunjung menikmati kudapan roti.

Menempati dua bangunan besar di jalan Braga nomor 20-22, toko roti ini telah bertahan hingga generasi kedua yang pemiliknya kini telah berusia 90 tahun.

Erna, kasir toko yang telah bekerja selama puluhan tahun sejak 1958 di toko itu mengatakan meski toko kue modern berkembang pesat di kota Bandung namun toko roti jadul ini tidak pernah kehilangan pembeli sehingga bisa bertahan selama puluhan tahun.

Baca juga: Bandung resmikan zona wisata kuliner baru di Balonggede

 
Toko roti dari kota Bandung yang berdiri sejak 1929, kini telah dikelola oleh generasi ketiga dari pemilik pertama masih bertahan di tengah kepungan bisnis kuliner modern yang menjamur di kota ini. (ANTARA/Zita Meirina)


"Roti-roti dan kue kering buatan kami tanpa pengawet dan obat-obatan untuk melembutkan roti. Roti manis dan roti tawar diolah dengan resep turun-temurun termasuk peralatan masih menggunakan oven-oven kuno jadi  pembeli yang pernah mengenal roti kami pasti akan kembali karena biasanya mereka juga turun-temurun", ujar Erna.

Apa yang menjadi keunikan dan kekhasan toko ini sehingga tetap bertahan hingga puluhan tahun lamanya? Selain karena harga yang relatif murah, toko ini masih menjual berbagai jenis roti dan kue kering resep kuno.

Selain itu, masih menggunakan sebutan dalam bahasa Belanda, seperti krentebrood (roti kismis), suiker hagelslag, likeur bonbon, kattetong, eierkoekjes dan spoonsbeschuit.

Uniknya lagi, sebutan untuk nama dan jenis kue masih ditulis dengan tulisan tangan yang hanya ditempelkan dengan kertas stiker di masing-masing nampan berbahan seng sebagai wujud kesahajaan.

Untuk harga roti di toko ini dijual mulai dari harga Rp6.000 untuk berbagai roti manis hingga Rp25 ribu untuk roti tawar susu. Sedangkan kue kering dengan berbagai rasa mulai dari Rp16 ribu per ons-nya hingga Rp31 ribu per ons.

Selain terkenal karena roti dan kue jadul-nya, toko ini tersohor dengan es krim bertekstur kasar dengan berbagai pilihan rasa buah alami dengan harga sangat murah bila dibandingkan dengan es krim yang dijual di tempat lain, salah satu yang es krim favorit adalah mocca rum.

Liana (56th), wisatawan asal Surabaya sengaja datang ke toko roti itu dengan mengajak anak-anaknya, selain untuk bernostalgia sekaligus memperkenalkan kepada anak-anaknya kenangan masa kecil saat berjalan-jalan bersama ayah dan ibu selalu mampir ke toko Sumber Hidangan untuk makan es krim dan roti.

"Mungkin anak-anak zaman sekarang tidak suka diajak ke toko roti jadul begini tetapi saya ingin menunjukkan tempat-tempat yang sering saya kunjungi saat kecil dulu, sekalian bernostalgia akan roti dan es krim-nya," ujarnya.

 Baca juga: Kemenpar pamerkan 30 ikon kuliner di Bandung


Toko Sidodadi

Tidak mudah mencari toko roti yang terletak di kawasan bisnis lama kota Bandung. Dikepung bangunan lama toko-toko di kawasan jalan Oto Iskandardinata dan hanya sekitar 500 meter dari kawasan Pasar Baru yang tersohor di kalangan wisatawan Malaysia.

Toko ini tidak menunjukkan identitas sebagai sebuah toko roti, plang kayu yang dipaku di dinding mendekati atap bangunan hanya bertuliskan "Toko Sidodadi" yang terkesan ketinggalan zaman.

Pukul 09.30 WIB pintu toko roti ini masih tertutup, tetapi informasi dari mulut ke mulut sebenarnya toko roti sudah mulai menerima pengunjung sejak pukul 9 pagi tetapi melalui pintu yang hanya dibuka sebagian saja.

Seorang tukang becak yang mangkal di depan toko itu membantu menunjukkan arah masuk toko, ternyata di dalam ruangan toko yang relatif sempit itu sudah cukup ramai dipadati pembeli yang sengaja mencuri start  agar tidak kehabisan roti pilihannya.

Tidak ada yang istimewa dari sisi penampilan roti yang disusun dalam etalase kaca dengan rangka kayu itu. Bila belum mencicipi langsung, orang akan beranggapan seperti roti "kampung" yang biasa dijajakan dengan gerobak sepeda.

Tepat pukul 10 WIB pintu toko roti sudah dibuka lebar sebagai tanda toko mulai beroperasi dan bersamaan dengan itu dalam hitungan menit telah terjadi antrean panjang pembeli yang dengan tertib menunggu giliran.

Dirman, penjaga sekaligus pengawas di toko roti itu mengisahkan hampir setiap pagi terjadi antrean panjang pembeli, apalagi di akhir pekan tidak hanya pembeli lokal tetapi juga wisatawan dari luar kota Bandung ikut meramaikan toko.

"Roti di sini tidak di-model-model seperti di toko roti modern, hanya satu model kotak atau bulat. Tetapi soal rasa bisa ditanyakan kepada para pembeli yang rela antre untuk mendapatkan giliran. Terpaksa saya atur agar tertib biasanya hanya dua jam pertama saja setelah buka terjadi antrean, setelah itu berkurang tetapi risikonya roti sudah tidak lengkap", ujar pria setengah baya ini.

Toko roti Sidodadi seperti layaknya toko roti lain menjual berbagai jenis roti manis yang merupakan roti kenangan bagi para generasi tua dengan nama khas, seperti roti baso sapi dan roti baso ayam.

Jangan membayangkan seperti bakso biasa berbentuk bulat, karena yang dimaksud roti baso adalah isian roti berupa daging cincang yang dimasak dengan irisan bengkoang dan daun bawang.

Ada pula roti ham keju, yakni daging asap yang dicincang halus dicampur dengan keju sebagai isian, atau roti kismis dengan aroma kayu manis pada adonan rotinya, dan roti jagung dengan campuran krim manis. Seluruh resep roti masih menggunakan resep warisan leluhur pemiliknya yang hingga kini masih dipertahankan.

Toko roti ini terus eksis di tengah kepungan bisnis kue dan roti yang menjamur di Kota Bandung, karena mampu mempertahankan kualitas roti yang dikenal pulen dan empuk, selain juga karena harganya relatif murah untuk ukuran zaman kini, yakni harga roti manis rata-rata Rp4.200 dan roti asin keju dan daging Rp5.200 per potong.

Etalase dan bangunan toko berbahan kayu yang lazim ditemui di sepanjang pertokoan lama di Kota Bandung menjadi ciri Khas Toko Roti Sidodadi yang berdiri sejak tahun 1950 dan berlokasi tepatnya di jalan Otto Iskandardinata 255 Bandung. Toko roti ini kini telah dikelola oleh generasi ketiga dari pemilik pertama toko roti ini.

Bila penasaran dan ingin mencicipi kenikmatan roti jadul  toko roti ini, sebaiknya datang pada kesempatan pertama sebelum toko ini benar-benar memulai operasinya agar mendapatkan seluruh pilihan rasa roti untuk dibawa sebagai oleh-oleh jadul khas kota Bandung.


Baca juga: Lima camilan favorit dari Bandung hingga Medan versi Grab

 

Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019