Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengembangkan desa inovasi terkait sektor kelautan dan perikanan nasional dalam rangka menerapkan konsep Ekonomi Biru yang telah lama dicanangkan oleh pemerintah.

"Blue Economy (Ekonomi Biru) sudah dimulai dari 2010, kami menginisiasi konsep Blue Economy untuk Indonesia. Sekarang kita tengah kembangkan dengan Desa Inovasi dari hulu ke hilir," kata Kepala Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP, Sjarief Widjaja, dalam Diskusi Panel Workshop Blue Economy Indonesia-Australia, di Jakarta, Selasa.

Sjarief mencontohkan seperti budidaya ikan gabus, di mana dari hulu dimulai dari pembenihan, lalu diproses hingga diperoleh albumin atau ekstrak dari gabus yang bermanfaat antara lain dalam membantu pemulihan pasca perasi dalam hal regenerasi sel.

Hal itu, ujar dia, juga membuktikan bahwa produk hasil natural resources selain dapat dikonsumsi, juga memiliki added value atau nilai tambah yang tinggi.

"Saat ini BRSDM KKP tengah mengembangkan albumin di Desa Gabus di Ciseeng. Selain itu terdapat Kampung Nila di Dusun Bokesan, Sleman; Kampung Rajungan di Desa Betahwalang, Demak; Kampung Sidat di Desa Kaliwungu, Cilacap," ungkap Kepala BRSDM.

Kegiatan Diskusi Panel itu sendiri diselenggarakan oleh Deputi Bidang Koordinasi SDM, IPTEK dan Budaya Maritim, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman bekerja sama dengan University of Tasmania (UTAS) Australia.

Sebelumnya, Sjarief Widjaja dalam panel KTT Ekonomi Samudera Berkelanjutan di Canberra, Australia, 20 Agustus, juga memamerkan bahwa stok ikan Indonesia meningkat dari sebanyak 7,3 juta ton pada 2015 menjadi 13,1 juta ton pada 2018, berdasarkan data sementara,

Dalam kesempatan tersebut, Sjarief menyampaikan bahwa perang melawan IUU Fishing (penangkapan ikan ilegal) yang hingga kini dilaksanakan di Indonesia, berdampak pada peningkatan tangkapan ikan di laut sebesar 6,7 juta ton di tahun 2018, dan saat ini jumlahnya diperkirakan terus meningkat.

Oleh karena itu, ujar dia, Indonesia juga mendorong negara-negara maju dapat memberikan bantuan kepada negara berkembang untuk memperkuat kapasitasnya guna memerangi IUU Fishing dan kegiatan-kegiatan kriminal yang terkait.

"Kunci untuk pemberantasan IUU Fishing adalah jika negara memiliki kebijakan nasional dan dukungan politik yang kuat untuk memerangi IUU Fishing. Kami mendorong seluruh negara untuk membuat kebijakan yang tepat, berinvestasi dalam meningkatkan kapasitas penegakan hukum, dan mengambil langkah-langkah penegakan hukum yang kuat untuk menutup pintu terjadinya IUU Fishing," jelas Sjarief.

Dalam paparannya, Sjarief menjelaskan bahwa manajemen perikanan Indonesia terbagi menjadi 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), berdasarkan karakteristik khas masing-masing area, geomorfologi dan jenis ikan yang hidup di area tersebut.

Baca juga: Menperin imbau industri terapkan "green economy"

Baca juga: Legislator minta pemerintah berkomitmen pada pembangunan berkelanjutan

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019