Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan menyatakan bahwa ada kekerasan terhadap perempuan dalam penangkapan petani anggota Serikat Mandiri Batanghari (SMB), yang saat ini ditahan di Rutan Polda Jambi.

Petani anggota SMB yang jumlahnya 59 orang diamankan terkait dugaan penganiayaan, perusakan, dan pencurian terhadap tim Satuan Tugas Kebakaran Hutan dan Lahan di daerah tersebut.

"Dugaan kekerasan berbasis gender dialami ibu D, istri M, yang tengah hamil tiga bulan di saat penangkapan, diseret-seret dan ditarik hingga bajunya sempat terlepas," kata Komisioner Komnas Perempuan Adriana Venny, yang memantau kasus tersebut, saat dihubungi lewat telepon pada Jumat.

Menurut dia, saat ini D sudah satu bulan ditahan di Rutan Polda Jambi dan mengkhawatirkan nasib anaknya yang lain yang kini hidup terpisah dengannya.

Komnas Perempuan juga menyaksikan kondisi ruang tahanan yang sempit, tidak kondusif bagi perempuan hamil. Sejak masuk tahanan D juga belum pernah diperiksa kehamilannya dan tidak mendapat suplemen gizi tambahan.

"Kami telah mewawancarai beberapa korban dan saksi dan menemukan dugaan penyiksaan yang dilakukan oleh aparat kepolisian Satuan Brimob dalam dua kali gelombang penangkapan terhadap 59 orang tersangka, dimana saat penangkapan istri dan anak turut dibawa ke kantor PT WKS (Wira Karya Sakti) dan menyaksikan suami atau ayahnya disiksa," kata Adriana.

Selain itu, menurut dia, terjadi intimidasi terhadap anggota SMB yang tidak ada di lokasi.

"Karena ketakutan, intimidasi, dan ancaman, banyak anggota SMB yang berhasil lari ke hutan sampai saat ini tidak berani pulang ke keluarga masing-masing, ada juga yang lari ke hutan dengan keluarga, dengan istri dan anak-anak, kehilangan seluruh harta benda, kelaparan di hutan, meninggalkan trauma yang mendalam bagi perempuan dan anak-anak," kata dia.

Di Desa Sengkati Baru, Komnas Perempuan menemui ibu-ibu yang kehilangan suami, yang pergi entah kemana karena takut pada ancaman dan intimidasi.

Menurut Adriana, ada desas-desus nama suami mereka masuk dalam daftar pencarian orang.

"Di lapangan kami bertemu dengan para istri yang harus bekerja apa saja, termasuk menjadi buruh cuci, membuat got, mengaduk semen, dan kerja berat lainnya sementara anak-anaknya masih kecil, lantaran suami ditahan," ucap dia.

Ia mengatakan, Komnas Perempuan bermaksud mengunjungi lokasi tempat tinggal dan lahan berkebun SMB namun tidak diizinkan oleh perusahaan.

"Sikap perusahaan yang telah menghalangi tugas lembaga HAM yang merupakan representasi negara menunjukkan kurangnya rasa tanggung jawab perusahaan terhadap pelaksanaan mekanisme bisnis dan HAM," katanya.

Baca juga: Korban kelompok SMB diberi pemulihan trauma
Baca juga: Kejati Jambi bentuk enam tim tangani kasus kelompok SMB

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019