Jakarta (Antara Bali) - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) mengatakan industri makanan dan minuman melakukan pengurangan jam kerja untuk efisiensi anggaran perusahaan akibat pelemahan rupiah yang terus terjadi.
"Kita melihat beberapa perusahaan sudah mulai teriak karena 'bottom line' (laba) kita sudah mulai tergerus," kata Ketua Gapmmi Adhi S Lukman usai dialog investasi dengan tema "Dampak Deregulasi terhadap Investasi", Gedung Suhartoyo, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan pekerja tidak hanya menghadapi pembatasan jam kerja reguler tetapi juga mendapat batasan untuk jam lembur. "Sebagian kalau pengurangan jam kerja itu termasuk mengurangi jam lembur kemudian ada sedikit yang mungkin bergiliran 'shift'-nya," tuturnya.
Pengurangan jam kerja tersebut, lanjutnya, pada akhirnya mengakibatkan pendapatan pekerja menjadi menurun. Dengan demikian, daya beli karyawan juga menurun. "Ini otomatis pendapatan dari karyawan kita juga berkurang, biasanya ada lembur jadi berkurang," ujarnya.
Selain itu, ia mengatakan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sejumlah karyawan telah terjadi. "PHK kecil-kecilan sudah terjadi. Sudah terjadi terutama di garmen-garmen, ya misalnya garmen sepatu," ujarnya.
Ia mengatakan pihaknya sedang mendata industri-industri yang melakukan PHK terhadap karyawannya. Ia mengatakan hingga saat ini, belum ada industri makanan dan minuman yang tutup. Ia berharap nilai tukar rupiah akan kembali menguat sehingga industri makanan dan minuman tidak perlu mengeluarkan biaya lebih untuk memperoleh bahan baku dari luar negeri. (WDY)
Industri Kurangi Jam Kerja Akibat Pelemahan Rupiah
Jumat, 25 September 2015 14:59 WIB