Bangli (ANTARA) -
Pemerintah Kabupaten Bangli, Bali membekali para pengelola perpustakaan sekolah dengan sejumlah inovasi kreatif agar menjadi lebih menarik dan mendorong literasi membaca pelajar.“Kami ingin perpustakaan menjadi tempat yang menyenangkan, tempat mereka menemukan ide-ide baru dan berani berkreasi,” kata Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Bangli I Made Ari Pulasari di Bangli, Selasa.
Untuk itu, pihaknya mengumpulkan perwakilan dari 44 pengelola perpustakaan sekolah di empat kecamatan di kabupaten berhawa sejuk itu untuk menjalani bimbingan teknis pengelolaan perpustakaan sekolah dasar (SD).
Dalam pelatihan itu, para pengelola perpustakaan dibekali dengan keterampilan manajerial, pemanfaatan teknologi informasi, serta pengembangan program literasi yang inovatif.
Dengan upaya itu perpustakaan tidak hanya menjadi tempat membaca dan meminjam buku, tetapi juga tempat belajar, bermain, dan berinteraksi.
Harapannya, para pengelola perpustakaan sekolah memiliki banyak ide untuk membuat perpustakaan lebih hidup misalnya dengan pojok baca yang nyaman, mengadakan lomba-lomba yang menarik, dan memanfaatkan media sosial untuk promosi.
Ari Pulasari menekankan perpustakaan harus bertransformasi menjadi laboratorium literasi yang mampu menumbuhkan minat baca dan daya pikir kritis siswa.
Alasannya, lanjut dia, anak-anak saat ini lebih tertarik bermain gawai dibandingkan membaca buku di perpustakaan sebagai salah satu tantangan membuat ruang baca yang menarik dan kreatif.
Pemkab Bangli berharap perpustakaan sekolah dapat menjadi magnet bagi siswa, sehingga budaya membaca dapat terus tumbuh dan berkembang di kalangan generasi muda.
Sementara itu, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mencatat Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) pada 2024 mencatat pencapaian skor 73,52, melampaui pencapaian tahun sebelumnya yakni 69,42.
Hasil tersebut mencakup pemerataan layanan perpustakaan, ketercukupan koleksi, dan tingkat kunjungan masyarakat, dengan melibatkan 514 kabupaten/kota dan lebih dari 174 ribu responden usia 10–69 tahun.
