Denpasar (ANTARA) -
Kementerian Keuangan melalui Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Bali menilai pemerintah daerah di Pulau Dewata mempunyai kemandirian fiskal, karena 62,62 persen pendapatannya berasal dari sumber asli daerah sendiri.
“Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagus, Bali itu termasuk empat besar PAD di tanah air, bersama DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat,” kata Kepala Kanwil DJPb Bali Muhamad Mufti Arkan di Denpasar, Bali, Selasa.
Menurut dia, rasio PAD sebesar 62,62 persen terhadap total pagu pendapatan daerah mencapai Rp32,9 triliun itu menunjukkan kemandirian fiskal yang tinggi dan tidak dominan mengandalkan dana transfer pusat.
Berdasarkan data DJPb Bali, realisasi PAD di Bali hingga Mei 2025 mencapai Rp6,78 triliun atau 33,8 persen dari pagu mencapai Rp20 triliun.
Ada pun pajak daerah terbesar untuk PAD berasal sektor pariwisata yakni pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) sebesar Rp3 triliun dan tumbuh positif 12,88 persen.
Sedangkan pendapatan dari dana transfer pemerintah pusat (TKD) realisasinya mencapai Rp4,90 triliun atau 40,1 persen dari pagu Rp12,2 triliun.
Realisasi TKD itu turun 1,22 persen jika dibandingkan periode sama 2024 yang mencapai Rp4,96 triliun.
Ada pun total realisasi pendapatan daerah hingga Mei 2025 mencapai Rp10,8 triliun atau naik 7,04 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya mencapai Rp10,1 triliun.
Baca juga: DJPb catat pendapatan negara di Bali tumbuh 22,9 persen
Sedangkan realisasi belanja daerah mencapai Rp8,1 triliun atau kontraksi 7,40 persen dibandingkan periode sama 2024 mencapai Rp8,79 triliun.
Dengan realisasi pendapatan daerah yang lebih tinggi dibandingkan belanja daerah, maka pemerintah daerah seluruh Bali mencatatkan surplus Rp2,68 triliun.
Meski tergolong mandiri, namun beberapa pemerintah daerah di Bali masih mengandalkan transfer dari pemerintah pusat (TKD) untuk membiayai beberapa pos belanjanya.
Untuk itu, lanjut dia, kebijakan efisiensi atas TKD khususnya untuk jenis dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) fisik perlu disikapi pemerintah daerah tersebut.
“Tetap fokus kepada belanja yang berdampak kepada masyarakat, ke pelayanan seperti kesehatan, pendidikan karena yang efisiensi itu belanja sifatnya tidak prioritas,” ucapnya.
Baca juga: Penyaluran Kredit Program di Bali capai Rp6,86 triliun