Denpasar (ANTARA) - Gubernur Bali Wayan Koster menunjuk 21 pengisi jabatan pimpinan tinggi pratama atau kepala perangkat daerah dengan mencegah "jual beli" jabatan melalui sistem merit atau berdasarkan kompetensi.
“Saya tidak gunakan panitia seleksi, saya memakai sistem merit dengan manajemen talenta karena Pemprov Bali diberikan pilihan untuk melakukan itu oleh BKN, Menpan, dan Mendagri,” kata Koster di Denpasar, Jumat.
Secara terbuka, ia menyampaikan tak ada seleksi yang dibuat Pemprov Bali, sebab berdasarkan pengalamannya perebutan posisi ini kerap diwarnai aksi jual beli jabatan, sehingga merusak tatanan birokrasi.
Gubernur berkaca dari masa kerjanya di DPR RI dulu, dimana saat ia menerapkan sistem merit untuk pengisian jabatan kementerian, faktanya praktik jual beli pun masih tetap tidak mudah hilang.
“Dulu pengisian jabatan itu jual beli atau bayar, itu merusak tatanan birokrasi, karena menghilangkan kesempatan bagi orang-orang terbaik mengisi jabatan, dan itu tidak baik,” ujarnya.
Untuk 21 posisi eselon dua yang ia lantik hari ini diisi oleh nama-nama baru yang bahkan belum ia kenal dan sebagian rotasi dari perangkat daerah lain.
Adapun jabatan tersebut sebagai Asisten Administrasi Umum Sekda Bali, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Bali, Staf Ahli Gubernur Bali Bidang Pemukiman dan Sarana Prasarana Wilayah, dan Kepala Dinas Pariwisata Bali.
Selanjutnya, Sekretaris DPRD Bali, Kepala Bapenda Bali, Kepala Disperindag Bali, Kepala Badan Kesbangpol Bali, Staf Ahli Gubernur Bidang Perekonomian, Kepala DKLH Bali, Kepala DPMPTSP Bali, Kepala BPBD Bali, dan Kepala BPKAD Bali.
Sementara itu, Kepala Brida Bali, Kepala Biro Organisasi Sekda Bali, Kepala Biro Pemkesra Sekda Bali, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Bali, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Catatan Sipil, Kepala Dinsos PPPA, Kepala Biro Humas dan Protokol, dan Kepala Biro Pengadaan Barang/Jasa Sekda Bali.
Baca juga: Gubernur Wayan Koster tak mau ada preman berkedok ormas di Bali
Wayan Koster bercerita awalnya ia meminta Sekda Bali memberi daftar nama dan riwayat hidup lengkap pada eselon tiga di lingkup Pemprov Bali.
Berangkat dari sana, Koster memilah sendiri tanpa membisikkan nama ke Sekda Bali, kepala BKD, maupun inspektur guna mencegah intervensi atau kebocoran.
Akhirnya, ia memilih ASN berdasarkan latar belakang pendidikan, kehidupan, rekam jejak, dan integritas.
“Saya juga menguping, ada kasus atau tidak, tapi kalau tanya kasus-kasus, saya tak akan bilang kepada pak sekda, saya punya cara sendiri dan akhirnya inilah yang terbaik dari pilihan yang tersedia walau bukan paling ideal sesuai mau saya,” ujarnya.
Politisi asal Buleleng itu meminta setelah ini seluruh perangkat daerah terpilih segera menyesuaikan diri karena program pembangunan Bali sudah menanti.
“Saya tidak ingin bekerja sendiri-sendiri parsial dengan ego sektoral tidak boleh, bekerja dengan kolaboratif, satu tim karena yang membedakan hanya posisi,” ucapnya.
Baca juga: Gubernur Bali resmikan pura pertama di Belanda