Denpasar (ANTARA) - Anggota Komisi I DPRD Bali I Made Suparta mengatakan pengelola kelab yang menggunakan visual Dewa Siwa sebagai latar pertunjukan disc jockey (DJ) harus dipanggil.
I Made Suparta di Denpasar, Selasa, mengatakan setelah dua hari video pertunjukan DJ dengan latar Dewa Siwa itu beredar, mereka menduga kejadian berlangsung di Atlas Super Club, Berawa, Kabupaten Badung, Bali.
“Kalau itu terindikasi Atlas atau siapa pun kelab itu kami akan undang panggil bersama pejabat terkait, itu sikap yang kami konkretkan, kami tidak bicara wacana,” kata dia.
“Secara filosofis tentu kegiatan tersebut (penggunaan latar belakang Dewa Siwa) dapat dinilai telah menodai keyakinan Agama Hindu, mengingat Dewa Siwa disucikan dan dipuja,” sambungnya.
Baca juga: Hotman Paris minta perusahaan ikutkan karyawannya ke program BPJS Ketenagakerjaan
Suparta menilai pihaknya akan lebih tepat jika melakukan pemanggilan dibandingkan bertemu di kelab malam itu, sebab tempat hiburan tersebut cenderung tidak memiliki ruang yang baik untuk menunjukkan kewibawaan dewan.
Dia menilai secara hukum kelab malam tersebut patut dianggap melakukan dugaan praktik penistaan agama, di mana Dewa Siwa yang dijadikan gambar latar belakang pertunjukan musik DJ tidak memiliki hubungan dengan suatu perayaan atau pemujaan yang sifatnya hiburan.
Dia juga mengaitkan dengan ajaran Desa Kala Patra di mana penggunaan visual itu tidak sesuai dengan tempat, waktu, maupun keadaan.
Dia kemudian mengaitkan tindakan kelab malam itu dengan Pasal 156 a, Pasal 175, Pasal 176, Pasal 177, Pasal 503, Pasal 530, Pasal 545, Pasal 546, dan Pasal 547 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta diatur dalam UU No 1/PNPS/1965 tentang Penyalahgunaan atau Penodaan Agama.
Baca juga: Rapper Amerika Tyga akan meriahkan panggung Atlas Beach Club Bali
“Harus terdapat pihak, terutama pihak pengelola yang dapat menerangkan, baik dalam bentuk klarifikasi hingga menjelaskan, apa maksud dan tujuan, dan siapapun pelaku yang harus bertanggung jawab, terutama pertanggungjawaban dari aspek-aspek sosial dan kebudayaan maupun secara hukum terkait penistaan terhadap simbol kepercayaan dari Agama Hindu,” ujarnya.
Jika melihat dari undang-undang yang berlaku, baik individu maupun perusahaan kelab malam dapat dipidanakan untuk mendapat efek jera dan menunjukkan ketegasan umat Hindu.
Meski demikian DPRD Bali ingin berkoordinasi terlebih dahulu dengan penegak hukum untuk mencari tahu siapa penanggungjawab dalam kejadian ini.
“Pasal mengatur baik korporasi maupun oknum pribadi tetap harus bertanggungjawab, ini kan untuk memberi efek jera, kalau sudah ada pasal berarti bisa dipidana, kami akan minta penegak hukum untuk menyelidiki dan membawa ke pengadilan persoalan ini,” kata Suparta.