Salah satu akun di Facebook mengatakan hal itu merupakan bentuk kezaliman. Rakyat diberi sanksi jika tak melakukan vaksinasi, tapi ketika ada risiko mereka tidak boleh menggugat.
Berikut narasi yang beredar di Facebook:
"Terus rakyat ini kau anggap apa? menolak vaksinasi diancam pidana, menerima vaksinasi apabila ada resiko dikemudian hari rakyat tidak boleh menggugat? sedemikian parahnya kedzaliman ini, seolah rakyat Indonesia ini hanyalah sekumpulan ternak yang hanya boleh pasrah dengan segala keputusan pengembala, memang pemilik negeri ini siapa?"
Unggahan itu juga menyertakan tangkapan layar salah satu situs dengan judul konten "Nah Loh! Indonesia Diminta Tak Boleh Gugat Kalau Vaksin Corona Punya Efek Membahayakan".
Namun, benarkah Indonesia tidak boleh menggugat jika vaksin COVID-19 berdampak bahaya?.
Penelusuran ANTARA menemukan informasi Indonesia tidak boleh menggugat dampak buruk vaksin COVID-19 merupakan misinformasi.
Indonesia tidak boleh menggugat produsen vaksin COVID-19 jika produk memiliki efek samping bukanlah vaksin produksi Sinovac, melainkan untuk vaksin produksi Pfizer.
Mengacu berita suara.com " Pfizer Minta Indonesia Tak Menuntut Kalau Vaksin Covid-19 Ada Efek Samping" pada 12 Januari 2021, pemerintah Indonesia belum menyepakati pembelian vaksin Pfizer. Perusahaan farmasi asal Amerika Serikat tersebut meminta Indonesia untuk tidak menuntut jika vaksin memiliki efek samping yang membahayakan.
Untuk memenuhi kebutuhan vaksin COVID-19 dalam negeri, dengan target 181 juta jiwa, pemerintah Indonesia memesan 426 juta dosis, paling banyak dipasok oleh Sinovac yaitu 125 juta dosis.