London (ANTARA) - Wakil Rektor Universitas Freiburg, Prof. Dr. Juliane Besters-Dilger mengakui peran Indonesia sebagai negara yang memiliki kekuatan regional terkemuka di Asia Tenggara, potensi besar Indonesia tersebut juga terefleksi pada sejumlah kerja sama strategis yang terjalin antara Jerman dan Indonesia di berbagai lini.
Hal itu disampaikan Prof. Besters-Dilger saat membuka kuliah umum tentang Indonesia dengan pembicara Dubes RI untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno, pada Senin, (27/5), demikian Pensosbud KBRI Belin, Hannan Hadi kepada Antara London, Selasa.
Menurut Prof. Dr. Juliane Besters-Dilger sejumlah kerja sama strategis yang terjalin antara Jerman dan Indonesia tidak hanya antar pemerintah, kerja sama juga terjalin antara pelaku bisnis, universitas, NGO, dan masyarakat.
Di Indonesia, jumlah masyarakat yang ingin belajar Bahasa Jerman terus meningkat. Saat ini jumlahnya tak kurang dari 50.000 orang.
Dalam kuliah umum Dubes Oegroseno memaparkan berbagai isu tentang Indonesia. Mulai dari sejarah singkat Indonesia, posisi geografis, perkembangan geopolitik Indonesia saat ini, potensi ekonomi, isu mengenai pemeliharaan lingkungan khususnya tentang lahan gambut dan pengelolaan sampah laut, hingga ke isu terkini terkait Pemilu, demokrasi dan Islam Indonesia.
“Salah satu slide favorit saya saat memulai presentasi di berbagai kesempatan adalah gambar relief kapal perahu cadik yang ada di candi Borobudur”, kata Dubes Oegroseno mengawali paparannya.
Relief perahu Borobudur ini mengundang kagum seorang mantan angkatan laut Inggris, Philip Beale. Philip awalnya tidak percaya bahwa saat Borobudur dibangun, Indonesia telah memiliki kapal secanggih itu. Ia pun kemudian melakukan penelitian dan ekspedisi bersama tim dari Indonesia yang pada akhirnya menghasilkan pembuatan replika perahu borobudur.
Menurut Dubes, replika tersebut kemudian diberi nama Kapal Samudra Raksa. “Ini adalah bukti bahwa sejak lama laut merupakan kekuatan besar bagi Indonesia. Bangsa Indonesia meyakini bahwa laut bukanlah pemisah antara ribuan pulau Indonesia, melainkan sebagai pemersatu. Itu sebabnya Indonesia menyebut wilayahnya bukan sebagai mother land akan tetapi land and water sebagai sebuah kesatuan atau yang dikenal dengan istilah Tanah Air”, ujar Dubes Oegroseno.
Lebih lanjut, pada kuliah yang dihadiri sekitar 50 peserta dari kalangan mahasiswa Universitas Freiburg dan juga masyarakat umum, Dubes Oegroseno juga menjelaskan mengenai potensi ekonomi Indonesia yang terus tembuh menjadi aktor yang diperhitungkan di Asia. Termasuk tentang ekonomi digital Indonesia, Finntech dan Start Up.
Beberapa waktu lalu, kita juga menghadirkan pelaku Start Up Indonesia di forum Asia Pacific Week yang berlangsung di Berlin, tanggal 13-19 Mei 2019. Dari situ banyak potensi kerja sama yang bisa dikembangkan oleh StarUp Indonesia dengan mitranya di Jerman”, demikian Dubes Oegroseno.
Sementara itu Koordinator penyelenggara kuliah umum, Prof. Dr. Jürgan Rüland, yang juga menjabat sebagai Kepala Departemen Politik Internasional dan Kerja Sama Pembangunan, Universitas Freiburg, menyampaikan apresiasi atas paparan komprehensif Dubes Oegroseno. Ia berharap informasi tentang Indonesia yang dipaparkan tersebut menjadi pemicu dan pendorong untuk mendalami Indonesia lebih lanjut.
Sejauh ini Universitas Freiburg telah menjalin berbagai kerja sama dengan beberapa mitra di Indonesia. Di antaranya dengan Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Universitas Hasanuddin, CSIS, dan Habibi Center. Saat ini bahkan ada empat Mahasiswa UGM yang sedang melakukan tandem riset tentang Antropologi Penggiat Lingkungan di Universitas Freiburg, sejak pertengahan Mei lalu.(ZG)