Denpasar (Antaranews Bali) - Pemkot Denpasar, Bali melarang penggunaan pengeras suara (sound system) saat malam "pengarakan ogoh-ogoh" sehari menjelang perayaan Nyepi 2019.
Ketua Sabha Upadesa Kota Denpasar, I Wayan Meganada di Denpasar menjelaskan bahwa pelaksanaan pengerupukan merupakan salah satu rangkaian Hari Suci Nyepi. Sehingga pelaksananya harus senantiasa berpedoman pada "Tri Kerangka Umat Hindu yakni Tattwa, Susila dan Upacara".
Secara "Tattwa", Meganada mengatakan hari pengerupukan dimaknai sebagai wahana untuk "nyomya bhuta kala" (penetralisir aura negatif). Dimana, pada hari tersebut energi negatif yakni bhuta dilaksanakan nyomya dengan beragam sarana mulai dari pecaruan, hingga ogoh-ogoh sehingga dapat menjadi energi positif dewa.
"Seluruh rangkaianya merupakan hari suci, dan dalam pelaksanaanya senantasa berpedoman pada tattwa agama," kata Meganada menjelaskan.
Dari pelaksanaan ritual "caru" tersebut tentunya terdapat pengiring yang dikenal dengn "panca suara". Dan "ogoh-ogoh" pun masih merupakan rangkaian "pecaruan" yang bertujuan untuk "nyomya bhuta kala".
Meganada menuturkan dalam kitab Aji Gurnita disebutkan bahwa suara pokok terdiri atas lima nada. Yakni "ndang, ndeng, ndong, ndung, dan nding" yang merupakan simbol dari Dewa Iswara, Dewa Brahma, Dewa Mahadewa, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa.
"Ketika itu merupakan "yadnya" atau korban suci, tentu seluruh rangkaiannya juga merupakan yadnya yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya, alangkah baiknya menggunakan gamelan baleganjur dan instrumen tradisional lainnya, kalau "sound system" tidak sesuai dengan sastra Hindu dan jangan sampai karena modernisasi.
Meganada menambahkan setelah pecaruan, tentu di pekarangan rumah kita wajib melaksanakan upakara dengan memukul alat seadanya sehingga menimbulkan suasana bising, jadi konsepnya tentu dalam mengarak ogoh-ogoh kita wajib menggunakan instrumen yang dipukul dan memberikan nuansa gaduh.
"Hal yang sama juga terdapat saat kita ngider caru sehingga mampu mendukung pelaksanaan upacara yadnya, peran alat-alat tersebut tentu tidak bisa digantikan oleh sound system semata," ujarnya.
Meganada juga menyampaikan bahwa memberikan izin penggunaan pengeras suara "sound system" dengan memutar gamelan tentu tidak efektif. Hal tersebut merupakan hasil evaluasi pelaksanaan Pengerupukan di Kota Denpasar pada tahun 2017.
"Awalnya memang iya memutar gambelan, tapi semakin malam musik berganti, mulai dari lagu rock, dangdut, hingga house musik, yang tentunya sangat sulit untuk dihentikan," katanya.
Ketua Majelis Madya Desa Pakraman Kota Denpasar, Dr. Anak Agung Ketut Sudiana mengatakan bahwa pengarakan "ogoh-ogoh" harus memperhatikan aturan (pakem) yang berlaku sesuai dengan arahan. Hal ini telah tertuang dalam keputusan bersama MMPD Kota Denpasar yang mengatur tentang pengarakan ogoh-ogoh.
Di dalamnya secara jelas sudah disebutkan tentang larangan penggunaan pengeras suara. Mengingat, dalam pelaksanaan malam pengerupukan, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan, yakni nilai etika, estetika dan logika.
Secara etika, menurut Sudiana bahwa masyarakat Hindu hendaknya menghargai hasil budaya utamanya yang umum dalam hal ini adalah gamelan Bali. Secara estetika tentunya "ogoh-ogoh" merupakan simbol dari bhuta kala yang merupakan spirit dari pelaksaaan "yadnya". Sehingga harus memperhatikan unsur-unsur yadnya yang salah satunya adalah gamelan Bali.
Sedangkan berkaitan dengan logika tentu penggunaan soundsystem sangat tidak relevan dengan pelaksanaan yadnya. "Secara logika tentunya kita harus menggunakan gambelan tradisional Bali dalam setiap rangkaian pelaksanaan yadnya," ujarnya.
Sementara, seorang pemilik penyewaan alat "sound system" Agung Wisnawa mengaku sagat mendukung pelarangan alat pengeras tersebut pada malam pangerupukan Nyepi mendatang.
"Kalau menggunakan 'sound system' justru membuat pengarakan ogoh-ogoh menjadi tidak metaksu (berkharisma), karena hanya dengan menggunakan gamelan Bali saja sebuah karya ogoh-ogoh dapat lebih berkharisma," katanya.(*)
Pemkot Denpasar larang gunakan pengeras saat mengarak "Ogoh-ogoh"
Selasa, 5 Februari 2019 7:06 WIB