Denpasar (Antaranews Bali) - Otoritas Jasa Keuangan menyoroti jumlah agunan yang diambilalih atau "ayda" BPR di Bali melonjak hingga September 2018 mendekati Rp250 miliar atau meningkat 20 persen jika dibandingkan periode sama tahun lalu.
"Kami minta BPR mencermati ayda yang terus meningkat karena itu berpotensi menurunkan modal bank," kata Kepala OJK Regional Bali dan Nusa Tenggara Hizbullah di Denpasar, Minggu.
Ia menjelaskan peningkatan ayda yang tidak terselesaikan dalam jangka waktu satu tahun itu disebabkan oleh penanganan kredit bermasalah atau NPL yang belum optimal.
Selain itu sulitnya penjualan agunan juga membuat ayda semakin menumpuk dan belum dapat memberikan hasil untuk menutup modal.
Untuk itu Hizbullah mendorong pengurus BPR menyusun rencana aksi yang terukur dan menerapkan mitigasi risiko yang memadai.
Ia juga mendorong pemegang saham perlu memperkuat permodalan tidak hanya untuk memenuhi ketentuan tetapi juga meningkatkan kapasitaa bank dalam menyerap risiko.
"Caranya dengan menambah modal disetor, merger dan atau mencari mitra strategis," ucapnya.
Terkait dengan permodalan, Hizbullah memberi catatan bagi BPR dengan ayda tinggi agar tidak melakukan distribusi laba atau pembayaran deviden kepada pemegang saham, pembagian bonus kepada pengurus dan insentif yang sifatnya nonoperasional.
Catatan itu juga diberikan bagi BPR yang juga modal intinya kurang dari Rp6 miliar, sesuai dengan ketentuan yang harus dipenuhi akhir tahun 2019.
OJK mencatat dari 136 BPR di Bali, 38 persen di antaranya atau sekitar 51 BPR memiliki modal inti terbatas di bawah Rp6 miliar.
"Itu memberi dampak krusial bagi BPR seperti pengelolaan SDM yang tidak optimal dan lemahnya keunggulan bersaing dengan lembaga jasa keuangan lain," ucapnya.
OJK soroti "ayda" BPR di Bali meningkat
Minggu, 9 Desember 2018 14:40 WIB