Denpasar (Antaranews Bali) - "Koalisi Indonesia Bebas TAR (Kabar)" melakukan kegiatan edukasi yang ditujukan untuk mengurangi risiko kesehatan dengan menggelar diskusi publik bertema "Produk Tembakau Rendah Risiko sebagai Alternatif Solusi untuk Perokok" di Denpasar, Bali.
Ketua "Kabar" sekaligus peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia, Dr. drg. Amaliya di Denpasar, Kamis, mengatakan bahwa untuk dapat mengatasi permasalah rokok di Bali, masyarakat perlu terlebih dahulu mendapatkan edukasi dasar mengenai zat berbahaya yang terkandung dalam rokok.
Diskusi publik tersebut bekerja sama dengan Pemerintah Kota Denpasar yang dihadiri oleh masyarakat, kelompok pemuda dan elemen akademisi dari sejumlah perguruan tinggi di Bali.
Ia mengatakan apabila pemahaman dasarnya telah terbangun, masyarakat diharapkan akan termotivasi untuk berpartisipasi lebih aktif dalam gerakan menurunkan jumlah perokok di Bali.
"Perokok perlu mendapatkan akses terhadap fakta ilmiah dari hasil penelitian yang kredibel, sehingga mereka tidak hanya mengetahui bahaya TAR, zat berbahaya yang dihasilkan dari proses pembakaran rokok, namun juga tahu langkah alternatif yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko kesehatan. Misalnya, melalui konsep 'harm reduction' yang ada pada produk tembakau alternatif," kata Amaliya.
Merujuk pada hasil penelitian YPKP Indonesia, Amaliya mengatakan bahwa produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik atau vape memiliki risiko kesehatan dua kali lebih rendah daripada rokok. Produk tembakau alternatif juga menjadi salah satu solusi bagi perokok aktif yang tidak bisa berhenti secara langsung.
Menurut dia, perokok dapat berhenti secara bertahap dengan cara beralih ke produk tembakau yang memiliki risiko kesehatan lebih rendah.
"Namun, tetap cara yang paling baik untuk tidak terpapar penyakit terkait rokok adalah dengan cara berhenti merokok sepenuhnya," ucapnya.
Peneliti sekaligus dosen FISIP Universitas Padjadjaran Bandung, Dr. Satriya Wibawa Suhardjo menyatakan bahwa masih ada mispersepsi tentang produk tembakau alternatif di masyarakat. Mispersepsi yang berkembang ini digeneralisasi sehingga menempatkan semua produk tembakau, termasuk produk tembakau alternatif sebagai produk yang sama berbahayanya atau bahkan lebih berbahaya dari rokok.
Padahal, produk tembakau alternatif tersebut merupakan sebuah inovasi yang didukung oleh banyak hasil penelitian yang dilakukan di dalam negeri maupun internasional.
Ia menjelaskan dalam beberapa bulan terakhir, Pemerintah Provinsi Bali gencar melakukan berbagai upaya sosialisasi peraturan untuk mengurangi permasalahan rokok, seperti peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang telah diberlakukan sejak tahun 2011.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) Provinsi Bali, perokok dewasa di Bali mencapai 18 persen. Melihat angka tersebut, Pulau Dewata membutuhkan solusi komprehensif untuk menurunkan jumlah perokok.
"Penelitian-penelitian tersebut menemukan bahwa produk ini memiliki risiko kesehatan yang jauh lebih rendah dari rokok, hingga hampir 95 persen lebih rendah risiko. Fakta-fakta ini yang harus diketahui masyarakat, sehingga paham substansi intinya berdasarkan bukti ilmiah," ujarnya.
Sementara itu, pemakalah Dr. Satriya mengatakan bahwa pemerintah sebagai pembuat dan penentu kebijakan memiliki peran penting.
Dikatakan pemerintah hendaknya bersedia dan terbuka untuk melakukan riset lebih jauh terkait potensi produk tembakau alternatif di Indonesia.
"Adanya kerangka regulasi yang tepat pada akhirnya akan membantu pemerintah dalam menurunkan angka perokok aktif, dan pada saat yang bersamaan akan menurunkan risiko kesehatan bagi perokok," katanya.
"KABAR" gelar diskusi cari solusi atasi rokok
Kamis, 2 Agustus 2018 16:01 WIB