Negara (Antara Bali) - Pejuang dari Kabupaten Jembrana,
Bali, Wayan Kamer, yang kini sudah berusia 102 tahun itu mengaku tak
menginginkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terpecah belah,
karena perjuangan yang dialaminya itu sangat berat.
Ditemui saat bersama istrinya, Wayan Wenter (100 tahun), di Dusun
Pangkung, Kwa, Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana,
Bali, Jumat, Kamer menyatakan harapannya terhadap NKRI tidak pernah
pudar.
"Meskipun hanya sebagai petani, saat itu semangat saya tergugah
untuk ikut mengusir penjajah," katanya sembari tidak lupa berseru
`merdeka` disela-sela menceritakan riwayat dirinya sebagai pejuang
kemerdekaan.
Ia mengatakan, dirinya mulai terjun melawan penjajah saat Jepang
masuk ke Indonesia, dan bertugas membawa senjata yang dikirimkan secara
estafet dari satu pos ke pos lainnya.
"Usai Jepang menyingkir dari bumi nusantara, termasuk Pulau Bali,
tidak menunggu lama para pejuang saat itu harus menghadapi Belanda,"
katanya.
Menurut dia, menghadapi penjajah yang silih berganti ini, yang ada
dalam pikiran dan jiwanya, hanyalah berjuang mempertahankan kemerdekaan
yang diproklamirkan diakhir penjajahan Jepang.
"Seluruh pejuang bertempur dan berkorban dengan sukarela. Memang
sangat berat, tapi hasilnya bisa kita rasakan sampai saat ini, yaitu
Indonesia Merdeka," katanya.
Sebagai orang yang religius, ia juga yakin, bertahannya Negara
Kesatuan Republik Indonesia hingga saat ini juga karena Ida Sang Hyang
Widhi/Tuhan.
Selepas Indonesia merdeka, ia memutuskan untuk menikah dengan Wenter, yang kini menemaninya menjalani hari tua.
"Generasi muda harus mampu menjaga dan mempertahankan apa yang dulu
sudah kami perjuangkan dengan harta bahkan nyawa," kata Kamer, yang
tidak melanjutkan karir di dunia militer, tapi kembali ke desanya untuk
menjadi juru arah (setingkat RT) dan memotivasi masyarakat serta
generasi selanjutnya agar melakukan hal-hal yang positif.
Karena faktor usia, Kamer pernah terjatuh di kamar mandi hingga
kakinya patah dan dipasang pen, sehingga saat berjalan harus dibantu
tongkat.
Kini bersama isterinya, ia menjalani hari tua, dengan kebutuhan sehari-hari dikirim oleh anak laki-lakinya. (*)
Pejuang Jembrana Tak Inginkan NKRI Terpecah Belah
Jumat, 10 November 2017 16:16 WIB
Meskipun hanya sebagai petani, saat itu semangat saya tergugah untuk ikut mengusir penjajah