Denpasar (Antara Bali) - Panitia Khusus VII DPRD Kota Denpasar Wayan Mariyana Wandira mengatakan, masih banyak terjadi pelanggaran bangunan, sehingga ke depan perlu dibentuk badan pengawasan bangunan (BPB).

"Banyaknya pelanggaran bangunan yang terjadi saat ini di Kota Denpasar, baik pelanggaran ruang terbuka hijau kota (RTHK), sempadan, ketinggian maupun ornamen Bali," katanya di Denpasar, Jumat.

Pada rapat internal Pansus DPRD Kota Denpasar itu, ia mengatakan, selain investor maupun pengusaha yang nakal, juga dipicu oleh kurangnya pengawasan atas pembangunan yang terjadi selama ini.

"BPB itu nantinya bertugas mengawasi antara lain proyek bangunan maupun bangunan-bangunan yang sudah memiliki izin, agar hasil akhirnya sesuai dengan permohonan yang sebelumnya diajukan ke instansi terkait," kata politisi Golkar itu.

Menurut dia pada dengar pendapat dengan pihak eksekutif mendatang masih ada beberapa pasal yang akan kita tanyakan.

"Hirarki yang ingin kita buat untuk perda ini adalah perwujudan tata bangunan yang sesuai dengan tata ruang," ujar Wandira didampingi anggotanya, Wayan Suadi Putra.

Wandira mengatakan, akan diupayakan agar ada sertifikasi kelayakan pakai gedung saat sudah selesai dikerjakan. Utamanya untuk gedung atau fasiltas umum.

Selain itu, menurut dia, perlu dijelaskan tentang izin kadaluwarsa dan ditambahkan ke dalam pasal.

"Untuk pasal administratif, masih dirasa lemah dan banyak peluang untuk bermain di sana. Inilah yang memberikan peluang semakin banyaknya terjadi pelanggaran bangunan, terutama di kawasan jalur hijau, seperti di kawasan Jalan Tukad Balian, Kelurahan Renon, Denpasar," katanya.

Dia menekankan sekalipun izin mendirikan bangunannya (IMB) terbit dan retribusinya dibayar, namun tetap harus dipikirkan sanksi jika ternyata bangunan tersebut tidak sesuai dengan isi dari IMB tersebut.

Wandira menyarankan agar dalam proses pembuatan IMB sampai ke tingkat dusun, dalam hal permohonan penyanding, harus diberikan insentif, sehingga ada spirit untuk secara bersama-sama dalam menegakkan perda.

"Pengenaan besarnya retribusi juga harus dijelaskan lagi oleh eksekutif, karena kaitannya ke angka dan persentase," kata lelaki asal Desa Sanur ini.

Sementara itu untuk Perda Izin Gangguan (SITU HO), Wayan Suadi Putra menyebutkan ada beberapa hal yang perlu diperjelas lagi dengan eksekutif.

"Seperti terkait penjabaran tentang jenis usaha yang termasuk kategori berbahaya, menimbulkan kerugian, gangguan tata tertib dan lainnya," katanya.

Termasuk jenis usaha yang tidak kena retribusi apa saja itu, ini yang harus diperjelas lagi dengan eksekutif.

"Kami juga perlu penjelasan tentang tata cara perhitungan pemungutan retribusinya. Harus ada rumusan yang direpresentasikan eksekutif, apa tolok ukurnya," kata Suadi Putra.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011