Kemilau Monte Carlo, guyuran salju yang berjatuhan dari langit London, menikmati senja di New York dan semilir angin musim gugur di Kanada, merupakan beberapa larik setting yang mampu membius pembaca setia karya-karya seorang penulis fiksi Arumi E.
Beberapa karya penulis novel asal Jakarta ini, bahkan tercatatkan sebagai karya 'best seller'' sehingga menarik minat produser dan segera diangkat ke layar lebar. Meski baru intens menulis fiksi sejak tahun 2010, namun Arumi telah menerbitkan setidaknya 21 karya novel. Belum terhitung karya yang dikerjakan secara duet dengan rekan sesama penulis.
"Hobi menulis sudah saya jalani sejak saya menjadi siswa SD, tetapi mulai mengirim ke media dan dimuat di majalah remaja tahun 2005. Kesukaan menulis ini, didasari karena saya suka membaca. Di keluarga besar saya hanya saya yang suka menulis dan menjadi penulis,"kata Arumi mengawali cerita tentang proses kreatifnya.
Kelas V SD, lanjut wanita menyukai traveling ini, dirinya menulis sendiri kisah rekaan, dengan berkhayal menjadi detektif cilik yang ditulis dalam satu buku penuh. Pembacanya adalah teman-teman sekelasnya. Bahkan Arumi sempat menulis tiga cerita pada tiga buku tulis, yang disusunnya dari halaman pertama hingga terakhir.
Menurut dia, di sekolah kegiatan mengarang dalam pelajaran Bahasa Indonesia adalah tugas yang paling disukainya. Saat duduk di bangku SMA, Arumi memilih majalah sekolah sebagai ekstrakurikuler yang digeluti. Tugasnya adalah menulis cerpen dan menjadi editor atas cerpen-cerpen teman-teman satu sekolah yang dikirim ke redaksi majalah sekolah.
Namun, begitu tamat SMA, Arumi bukannya memilih jurusan yang mengantarnya pada profesi menulis, dirinya justru mengambil jurusan Arsitektur di Universitas Trisakti. Ketika lulus kuliah dan bekerja di kantor arsitek, sesekali Arumi masih menyempatkan untuk mengikuti pelatihan jurnalistik.
"Saya juga sempat mengikuti pelatihan menulis cerpen. Berawal dari sini, saya mulai tekun menulis cerpen dan terus menggeluti dunia penulisan. Ketika kantor arsitek itu kolaps pada tahun 2010, saya merasa malas mencari pekerjaan baru dan terpikir untuk konsentrasi menulis. Setelah cerpen, saya kemudian melirik penulisan novel," ujar penggemar cerita misteri dan petualangan ini.
Tahajud Cinta di Kota New York
Perlahan-lahan, nama Arumi E mulai dikenal publik, seiring dengan karya-karyanya yang gencar mengalir ke masyarakat. Hingga kini, sejumlah novel Arumi yang telah beredar di masyarakat ialah:
Saranghaeyo, Symphony of Love, Four Seasons of Love, Sweet Sonata, Sakura Wish, Cinta Bersemi di Putih Abu-Abu, Tahajud Cinta di Kota New York, Amsterdam Ik Hou Van Je, Longest Love Letter, Jojoba, Cinta Valenia, Unforgotten Dream, Monte Carlo, Eleanor, Hatiku Memilihmu, Pertemuan Jingga, Merindu Cahaya de Amstel, Love in Adelaide, Love in Sydney, Love in Montreal, dan Teror Diari Tua.
Berdasarkan pengalamannya menulis, yang paling sulit dalam proses penyusunan sebuah novel adalah menemukan susunan kata-kata yang tepat, dialog yang pas dan plot yang menarik. Walau Arumi sudah sering menulis, tetap saja proses menyusun kata-kata itu bukan pekerjaan mudah. Terkadang rangkaian dialog dan satu deskripsi ada di dalam kepala, mengalir lancar, tetapi ketika akan dipindahkan ke dalam tulisan, menjadi tersendat-sendat.
"Novel saya yang cukup berkesan adalah 'Tahajud Cinta di Kota New York', karena di sinilah pertama kalinya saya berani menulis romance Islami dengan setting luar negeri. Selain itu novel saya yang paling banyak mendapat respon, dan sering dijadikan bahan skripsi mahasiswa jurusan bahasa," katanya.
Meski telah banyak menelurkan karya, namun Arumi dengan merendah menyatakan, hingga kini dirinya masih belajar banyak, terus memperbaiki kemampuan menulis berharap novel-novel selanjutnya menjadi lebih baik lagi.
"Novel Tahajud Cinta di Kota New York ini juga yang kemudian menarik minat MD Pictures untuk diadaptasi menjadi film karena pernah terpajang di rak best seller toko buku Gramedia," ujar dia.
Novel lain yang juga berkesan bagi Arumi ialah 'Merindu Cahaya de Amstel'. Melalui novel ini, dirinya belajar lebih banyak lagi bagaimana cara menulis setting luar negeri yang benar, walau belum pernah memijakkan kaki di tempat itu.
"Ide novel ini saya dapatkan ketika saya melihat seorang gadis Belanda mualaf mengenakan gamis dan hijab panjang. Sejuk sekali dilihat. Gadis bermata biru dengan senyum ramah. Saya hanya melihatnya saja, namun spontan sebuah ide cerita langsung tersusun dalam kepala saya, hingga terciptalah kisah rekaan saya ini. Novel ini pun menarik minat salah satu PH untuk diadaptasi menjadi film. Insya Allah akan mulai syuting akhir tahun ini," ujar Arumi.
Riset Khusus
Proses penulisan satu novel, biasanya diselesaikan Arumi dalam waktu satu bulan, tapi sebelumnya sudah mulai dipikirkan akan bercerita tentang apa, karakternya seperti apa, settingnya di mana. Proses pengumpulan bahan ini bisa memakan waktu beberapa bulan lamanya.
Sebelum memulai penulisan, Arumi mengaku melakukan riset lebih dulu. Termasuk mencari informasi tentang bahan atau setting yang akan dipakai, menonton film dengan setting yang dibutuhkan, atau melihat video-video yang berkaitan, untuk menangkap kesan secara langsung dari visualisasi yang terlihat.
"Contohnya saat menulis cerita dengan setting Kanada. Di tengah proses penulisan, saya ingin tahu sistem pendidikan di Kanada seperti apa, maka sambil menulis saya melakukan riset soal itu sampai semua informasi didapatkan dengan tepat," ucap dia.
Selain riset, Arumi juga biasa menyusun outline lebih dahulu.
Tapi dalam proses penulisan, outline bisa saja berubah menjadi lebih kompleks, di mana ada bab baru yang perlu ditambahkan, atau ada ide-ide baru yang mendadak muncul yang rasanya akan membuat cerita menjadi lebih bagus.
"Jadi saya tidak terpaku pada outline. Outline saya buat untuk panduan dasar. Dalam prosesnya, outline itu bisa berkembang menjadi bentuk yang sedikit berbeda dari rencana awal," katanya.
Membangun Brand Image
Dikatakan Arumi, membutuhkan perjuangan yang sangat panjang dan lama bagi seorang penulis untuk bisa hidup dari hasil menulis. Ini bukan karir yang bisa mendatangkan kesuksesan secara instan. Membutuhkan ketekunan untuk tetap fokus membangun brand image hingga kemudian memiliki cukup banyak pembaca setia serta dapat menarik perhatian pembaca baru.
"Jadi jika ditanya apakah menjadi penulis memiliki masa depan? Tergantung si penulisnya, jika fokus menjadikan menulis pekerjaan penting bukan hanya sambilan, maka kemungkinan bisa mencapai masa depan yang bagus. Demikian pun royalti, semakin banyak pembaca setia seorang penulis dan semakin banyak pembaca baru yang bisa dipikat, maka royalti pun akan sangat memadai menjamin kehidupan penulis tersebut," ucap dia.
Dia menekankan, bagi yang ingin terjun sebagai penulis agar terus meningkatkan kemampuan menulis. Jangan mudah menyerah saat tulisan ditolak penerbit. Terus berusaha memperbaiki karya, terus mengirim hingga diterima, serta menemukan sendiri gaya bercerita, tanpa perlu meniru gaya penulis lain.
Berdasarkan pengalaman Arumi, dirinya memulai menulis dan karya saya diterbitkan tahun 2005 selagi saya masih menjadi pegawai kantoran. Tahun 2010 dirinya memutuskan fokus ingin mengembangkan karir menulis, di saat yang sama dirinya berhenti bekerja dan mulai serius menulis, beralih dari penulis cerpen menjadi penulis novel.
"Buat saya pribadi, saya merasa kesulitan menulis novel sambil tetap menjadi pegawai kantoran. Karena itu saya memutuskan fokus menulis novel saja. Tentu tiap orang berbeda, ada beberapa teman penulis yang tetap aktif bekerja menjadi pegawai bahkan ada yang tetap aktif menjadi dokter tapi bisa menulis dan menerbitkan novel. Ukur sendiri kemampuan, kira-kira apakah sanggup menulis sambil bekerja, jika memilih fokus menulis saja, apakah sanggup menjalani proses sangat panjang hingga hasil dari menulis bisa menjadi sumber penghidupan," ucap dia.
Selanjutnya, Arumi mengharapkan agar ke depan karya-karyanya bisa diterbitkan di luar negeri. Misalnya, di Malaysia. Sementara menyinggung mimpinya yang belum terwujud, Arumi menyatakan hal yang sederhana saja. Yakni, ingin menulis lebih baik lagi, ingin lebih banyak lagi pembaca yang membaca karya-karya saya dan menyukainya.
Keinginan lain, kata dia, suatu saat ingin menulis novel anak semacam Lima Sekawan, dan ingin menulis novel detektif seperti karya-karya Agatha Christie. "Ingin juga bisa menyelipkan sedikit-sedikit tentang budaya dan tempat di Indonesia dalam tulisan. Saat ini, saya sudah memulai dan ingin terus melakukannya," ujar wanita kelahiran 6 Mei ini.
Menyinggung respon keluarga terhadap profesi yang ditekuni, menurut Arumi, memang pada pada awalnya memang orangtua menyayangkan dirinya berhenti menekuni pekerjaan sebagai arsitek dan malah beralih menjadi penulis.
"Butuh waktu lama bagi saya untuk membuktikan pada orangtua saya pun bisa menghasilkan sesuatu di bidang ini. Sekarang, saya melihat orangtua saya bangga menyebut pekerjaan anaknya sebagai penulis novel," ucapnya dengan nada bahagia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Beberapa karya penulis novel asal Jakarta ini, bahkan tercatatkan sebagai karya 'best seller'' sehingga menarik minat produser dan segera diangkat ke layar lebar. Meski baru intens menulis fiksi sejak tahun 2010, namun Arumi telah menerbitkan setidaknya 21 karya novel. Belum terhitung karya yang dikerjakan secara duet dengan rekan sesama penulis.
"Hobi menulis sudah saya jalani sejak saya menjadi siswa SD, tetapi mulai mengirim ke media dan dimuat di majalah remaja tahun 2005. Kesukaan menulis ini, didasari karena saya suka membaca. Di keluarga besar saya hanya saya yang suka menulis dan menjadi penulis,"kata Arumi mengawali cerita tentang proses kreatifnya.
Kelas V SD, lanjut wanita menyukai traveling ini, dirinya menulis sendiri kisah rekaan, dengan berkhayal menjadi detektif cilik yang ditulis dalam satu buku penuh. Pembacanya adalah teman-teman sekelasnya. Bahkan Arumi sempat menulis tiga cerita pada tiga buku tulis, yang disusunnya dari halaman pertama hingga terakhir.
Menurut dia, di sekolah kegiatan mengarang dalam pelajaran Bahasa Indonesia adalah tugas yang paling disukainya. Saat duduk di bangku SMA, Arumi memilih majalah sekolah sebagai ekstrakurikuler yang digeluti. Tugasnya adalah menulis cerpen dan menjadi editor atas cerpen-cerpen teman-teman satu sekolah yang dikirim ke redaksi majalah sekolah.
Namun, begitu tamat SMA, Arumi bukannya memilih jurusan yang mengantarnya pada profesi menulis, dirinya justru mengambil jurusan Arsitektur di Universitas Trisakti. Ketika lulus kuliah dan bekerja di kantor arsitek, sesekali Arumi masih menyempatkan untuk mengikuti pelatihan jurnalistik.
"Saya juga sempat mengikuti pelatihan menulis cerpen. Berawal dari sini, saya mulai tekun menulis cerpen dan terus menggeluti dunia penulisan. Ketika kantor arsitek itu kolaps pada tahun 2010, saya merasa malas mencari pekerjaan baru dan terpikir untuk konsentrasi menulis. Setelah cerpen, saya kemudian melirik penulisan novel," ujar penggemar cerita misteri dan petualangan ini.
Tahajud Cinta di Kota New York
Perlahan-lahan, nama Arumi E mulai dikenal publik, seiring dengan karya-karyanya yang gencar mengalir ke masyarakat. Hingga kini, sejumlah novel Arumi yang telah beredar di masyarakat ialah:
Saranghaeyo, Symphony of Love, Four Seasons of Love, Sweet Sonata, Sakura Wish, Cinta Bersemi di Putih Abu-Abu, Tahajud Cinta di Kota New York, Amsterdam Ik Hou Van Je, Longest Love Letter, Jojoba, Cinta Valenia, Unforgotten Dream, Monte Carlo, Eleanor, Hatiku Memilihmu, Pertemuan Jingga, Merindu Cahaya de Amstel, Love in Adelaide, Love in Sydney, Love in Montreal, dan Teror Diari Tua.
Berdasarkan pengalamannya menulis, yang paling sulit dalam proses penyusunan sebuah novel adalah menemukan susunan kata-kata yang tepat, dialog yang pas dan plot yang menarik. Walau Arumi sudah sering menulis, tetap saja proses menyusun kata-kata itu bukan pekerjaan mudah. Terkadang rangkaian dialog dan satu deskripsi ada di dalam kepala, mengalir lancar, tetapi ketika akan dipindahkan ke dalam tulisan, menjadi tersendat-sendat.
"Novel saya yang cukup berkesan adalah 'Tahajud Cinta di Kota New York', karena di sinilah pertama kalinya saya berani menulis romance Islami dengan setting luar negeri. Selain itu novel saya yang paling banyak mendapat respon, dan sering dijadikan bahan skripsi mahasiswa jurusan bahasa," katanya.
Meski telah banyak menelurkan karya, namun Arumi dengan merendah menyatakan, hingga kini dirinya masih belajar banyak, terus memperbaiki kemampuan menulis berharap novel-novel selanjutnya menjadi lebih baik lagi.
"Novel Tahajud Cinta di Kota New York ini juga yang kemudian menarik minat MD Pictures untuk diadaptasi menjadi film karena pernah terpajang di rak best seller toko buku Gramedia," ujar dia.
Novel lain yang juga berkesan bagi Arumi ialah 'Merindu Cahaya de Amstel'. Melalui novel ini, dirinya belajar lebih banyak lagi bagaimana cara menulis setting luar negeri yang benar, walau belum pernah memijakkan kaki di tempat itu.
"Ide novel ini saya dapatkan ketika saya melihat seorang gadis Belanda mualaf mengenakan gamis dan hijab panjang. Sejuk sekali dilihat. Gadis bermata biru dengan senyum ramah. Saya hanya melihatnya saja, namun spontan sebuah ide cerita langsung tersusun dalam kepala saya, hingga terciptalah kisah rekaan saya ini. Novel ini pun menarik minat salah satu PH untuk diadaptasi menjadi film. Insya Allah akan mulai syuting akhir tahun ini," ujar Arumi.
Riset Khusus
Proses penulisan satu novel, biasanya diselesaikan Arumi dalam waktu satu bulan, tapi sebelumnya sudah mulai dipikirkan akan bercerita tentang apa, karakternya seperti apa, settingnya di mana. Proses pengumpulan bahan ini bisa memakan waktu beberapa bulan lamanya.
Sebelum memulai penulisan, Arumi mengaku melakukan riset lebih dulu. Termasuk mencari informasi tentang bahan atau setting yang akan dipakai, menonton film dengan setting yang dibutuhkan, atau melihat video-video yang berkaitan, untuk menangkap kesan secara langsung dari visualisasi yang terlihat.
"Contohnya saat menulis cerita dengan setting Kanada. Di tengah proses penulisan, saya ingin tahu sistem pendidikan di Kanada seperti apa, maka sambil menulis saya melakukan riset soal itu sampai semua informasi didapatkan dengan tepat," ucap dia.
Selain riset, Arumi juga biasa menyusun outline lebih dahulu.
Tapi dalam proses penulisan, outline bisa saja berubah menjadi lebih kompleks, di mana ada bab baru yang perlu ditambahkan, atau ada ide-ide baru yang mendadak muncul yang rasanya akan membuat cerita menjadi lebih bagus.
"Jadi saya tidak terpaku pada outline. Outline saya buat untuk panduan dasar. Dalam prosesnya, outline itu bisa berkembang menjadi bentuk yang sedikit berbeda dari rencana awal," katanya.
Membangun Brand Image
Dikatakan Arumi, membutuhkan perjuangan yang sangat panjang dan lama bagi seorang penulis untuk bisa hidup dari hasil menulis. Ini bukan karir yang bisa mendatangkan kesuksesan secara instan. Membutuhkan ketekunan untuk tetap fokus membangun brand image hingga kemudian memiliki cukup banyak pembaca setia serta dapat menarik perhatian pembaca baru.
"Jadi jika ditanya apakah menjadi penulis memiliki masa depan? Tergantung si penulisnya, jika fokus menjadikan menulis pekerjaan penting bukan hanya sambilan, maka kemungkinan bisa mencapai masa depan yang bagus. Demikian pun royalti, semakin banyak pembaca setia seorang penulis dan semakin banyak pembaca baru yang bisa dipikat, maka royalti pun akan sangat memadai menjamin kehidupan penulis tersebut," ucap dia.
Dia menekankan, bagi yang ingin terjun sebagai penulis agar terus meningkatkan kemampuan menulis. Jangan mudah menyerah saat tulisan ditolak penerbit. Terus berusaha memperbaiki karya, terus mengirim hingga diterima, serta menemukan sendiri gaya bercerita, tanpa perlu meniru gaya penulis lain.
Berdasarkan pengalaman Arumi, dirinya memulai menulis dan karya saya diterbitkan tahun 2005 selagi saya masih menjadi pegawai kantoran. Tahun 2010 dirinya memutuskan fokus ingin mengembangkan karir menulis, di saat yang sama dirinya berhenti bekerja dan mulai serius menulis, beralih dari penulis cerpen menjadi penulis novel.
"Buat saya pribadi, saya merasa kesulitan menulis novel sambil tetap menjadi pegawai kantoran. Karena itu saya memutuskan fokus menulis novel saja. Tentu tiap orang berbeda, ada beberapa teman penulis yang tetap aktif bekerja menjadi pegawai bahkan ada yang tetap aktif menjadi dokter tapi bisa menulis dan menerbitkan novel. Ukur sendiri kemampuan, kira-kira apakah sanggup menulis sambil bekerja, jika memilih fokus menulis saja, apakah sanggup menjalani proses sangat panjang hingga hasil dari menulis bisa menjadi sumber penghidupan," ucap dia.
Selanjutnya, Arumi mengharapkan agar ke depan karya-karyanya bisa diterbitkan di luar negeri. Misalnya, di Malaysia. Sementara menyinggung mimpinya yang belum terwujud, Arumi menyatakan hal yang sederhana saja. Yakni, ingin menulis lebih baik lagi, ingin lebih banyak lagi pembaca yang membaca karya-karya saya dan menyukainya.
Keinginan lain, kata dia, suatu saat ingin menulis novel anak semacam Lima Sekawan, dan ingin menulis novel detektif seperti karya-karya Agatha Christie. "Ingin juga bisa menyelipkan sedikit-sedikit tentang budaya dan tempat di Indonesia dalam tulisan. Saat ini, saya sudah memulai dan ingin terus melakukannya," ujar wanita kelahiran 6 Mei ini.
Menyinggung respon keluarga terhadap profesi yang ditekuni, menurut Arumi, memang pada pada awalnya memang orangtua menyayangkan dirinya berhenti menekuni pekerjaan sebagai arsitek dan malah beralih menjadi penulis.
"Butuh waktu lama bagi saya untuk membuktikan pada orangtua saya pun bisa menghasilkan sesuatu di bidang ini. Sekarang, saya melihat orangtua saya bangga menyebut pekerjaan anaknya sebagai penulis novel," ucapnya dengan nada bahagia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016