Jakarta (Antara Bali) - Kementerian Kesehatan menyatakan pola hidup sehat yang dijalankan ibu hamil dapat mencegah bayi lahir cacat atau mengalami kelainan bawaan meskipun penyebab utamanya adalah faktor genetik.
"Walaupun penyebab utama kelainan kongenital (bawaan) adalah faktor genetik, infeksi dan faktor lingkungan, sebenarnya banyak dari kelainan tersebut dapat dicegah, misalnya melalui vaksinasi dan konsumsi zat tertentu, seperti asam folat dan iodium," kata Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan Eni Gustina melalui keterangan tertulisnya, Jumat.
Eni mengatakan berbagai upaya lainnya yang dapat mencegah kelainan bayi adalah menghindari konsumsi obat yang tidak direkomensasikan dokter, alkohol atau zat berbahaya, seperti pengawet dan pewarna buatan, hindari terpapar dari bahan berbahaya dan beracun seperti timbal, merkuri dan pestisida.
Aktivitas fisik dengan berolahraga teratur serta menghindari asap rokok selama kehamilan juga menunjang bayi dapat lahir sehat tanpa ada kelainan bawaan.
Menurutnya, permasalahan kelainan bawaan harus mendapatkan perhatian khusus karena menyumbang cukup besar kematian pada bayi yang baru lahir (neonatal).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, angka kematian bati di Indonesia sebesar 32/1.000 kelahiran hidup dan kematian neonatal 19/1.000 kelahiran hidup.
Data laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menyatakan bahwa sebesar 1,4 persen bayi baru lahir usia 0-6 hari pertama kelahiran dan 18,1 persen bayi baru lahir usia 7-28 hari meninggal disebabkan karena kelainan bawaan.
Sementara itu, data WHO SEARO tahun 2010 memperkirakan prevalensi kelainan bawaan di Indonesia adalah 59,3 per 1000 kelahiran hidup. Jika setiap tahun lahir 5 juta bayi di Indonesia, akan ada sekitar 295.000 kasus kelainan bawaan per tahun.
"Di samping menyebabkan kematian neonatal, kelainan bawaan juga merupakan penyebab bayi lahir mati dan abortus spontan. Bila pun bayi bertahan hidup, banyak diantaranya yang menjadi penyandang disabilitas dan mengidap penyakit kronis," jelas Eni.
Kemenkes yang telah melakukan survei bersama 13 RS terpilih di sembilan provinsi sejak Semptember 2014 menemukan terdapat 15 jenis kelainan bawaan dengan kriteria kelainan bawaan yang dapat dicegah, mudah didteksi dan dapat dikoreksi.
Dari data tersebut, terdapat 231 bayi mengalami kelainan bawaan yang sebagian besar lahir dengan satu jenis kelainan bawaan sebanyak 87 persen dan ditemukan bayi lahir dengan lebih dari satu jenis kelainan bawaan sebesar 13 persen.
Kelainan bawaan yang paling banyak ditemukan adalah jenis kelompok sistem muskulo skeletal (talipes equinovarus) sebanyak 22,3 persen, sistem saraf (anenchepali, spina bifida dan meningochele) 22 persen, celah bibir dan langit-langit 18,5 persen dan omphalocele 12,5 persen. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Walaupun penyebab utama kelainan kongenital (bawaan) adalah faktor genetik, infeksi dan faktor lingkungan, sebenarnya banyak dari kelainan tersebut dapat dicegah, misalnya melalui vaksinasi dan konsumsi zat tertentu, seperti asam folat dan iodium," kata Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan Eni Gustina melalui keterangan tertulisnya, Jumat.
Eni mengatakan berbagai upaya lainnya yang dapat mencegah kelainan bayi adalah menghindari konsumsi obat yang tidak direkomensasikan dokter, alkohol atau zat berbahaya, seperti pengawet dan pewarna buatan, hindari terpapar dari bahan berbahaya dan beracun seperti timbal, merkuri dan pestisida.
Aktivitas fisik dengan berolahraga teratur serta menghindari asap rokok selama kehamilan juga menunjang bayi dapat lahir sehat tanpa ada kelainan bawaan.
Menurutnya, permasalahan kelainan bawaan harus mendapatkan perhatian khusus karena menyumbang cukup besar kematian pada bayi yang baru lahir (neonatal).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, angka kematian bati di Indonesia sebesar 32/1.000 kelahiran hidup dan kematian neonatal 19/1.000 kelahiran hidup.
Data laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menyatakan bahwa sebesar 1,4 persen bayi baru lahir usia 0-6 hari pertama kelahiran dan 18,1 persen bayi baru lahir usia 7-28 hari meninggal disebabkan karena kelainan bawaan.
Sementara itu, data WHO SEARO tahun 2010 memperkirakan prevalensi kelainan bawaan di Indonesia adalah 59,3 per 1000 kelahiran hidup. Jika setiap tahun lahir 5 juta bayi di Indonesia, akan ada sekitar 295.000 kasus kelainan bawaan per tahun.
"Di samping menyebabkan kematian neonatal, kelainan bawaan juga merupakan penyebab bayi lahir mati dan abortus spontan. Bila pun bayi bertahan hidup, banyak diantaranya yang menjadi penyandang disabilitas dan mengidap penyakit kronis," jelas Eni.
Kemenkes yang telah melakukan survei bersama 13 RS terpilih di sembilan provinsi sejak Semptember 2014 menemukan terdapat 15 jenis kelainan bawaan dengan kriteria kelainan bawaan yang dapat dicegah, mudah didteksi dan dapat dikoreksi.
Dari data tersebut, terdapat 231 bayi mengalami kelainan bawaan yang sebagian besar lahir dengan satu jenis kelainan bawaan sebanyak 87 persen dan ditemukan bayi lahir dengan lebih dari satu jenis kelainan bawaan sebesar 13 persen.
Kelainan bawaan yang paling banyak ditemukan adalah jenis kelompok sistem muskulo skeletal (talipes equinovarus) sebanyak 22,3 persen, sistem saraf (anenchepali, spina bifida dan meningochele) 22 persen, celah bibir dan langit-langit 18,5 persen dan omphalocele 12,5 persen. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016