Bangli (Antara Bali) - Desa tradisional Penglipuran, Kecamatan/Kabupaten Bangli, Bali, menyelamatkan lingkungan sekitar dengan melestarikan kawasan hutan bambu.

"Kawasan hutan bambu yang tumbuh subur dan lestari kini mencapai 75 hektare, padahal luas desa ini hanya 112 hektare. Desa kami dipenuhi hutan bambu," kata tokoh Adat Penglipuran I Nyoman Sudibya kepada ANTARA di Bangli, Senin.

Ia menjelaskan, dari luas wilayah desa tersebut separuh lebih berupa kawasan hutan bambu yang mampu menjaga kelestarian lingkungan, disamping tanaman itu mempunyai nilai ekonomis tinggi.

Desa Penglipuran menjadi salah satu objek wista andalan Kabupaten Bangli setelah Kintamani. 

"Desa yang jaraknya hanya lima kilometer dari pusat kota Bangli memiliki potensi budaya  yang sampai saat ini terpelihara dengan baik, salah satunya adalah hutan Bambu yang sudah ada sejak ratusan tahun silam," ujar I Nyoman Sudibya.

Hal itu menurut I Nyoman Sudibya pihak desa adat hungga saat ini belum memilki  aturan tertulis (awig-awig) untuk menjaga kelangsungan
dan kelestarian kawasan hutan bambu.

Meskipun demikian masyarakat memiliki kesadaran yang tinggi dalam menjaga dan melestarikan hutan bambu, ujar I Nyoman Sudibya.

"Bahkan kesadaran masyarakat Desa Penglipuran untuk menjaga kelestarian  hutan bambu itu  berimbas  pada  peraihan penghargaan Kalpataru  tahun 1992 dan 2007 untuk kategori penyelamatan lingkungan  dari pemerintah pusat," ucap I Nyoman Sudibya.

Kata Sudibya sedikitnya ada sebanyak 13 jenis bambu yang hidup dan berkembang di kawasan hutan Desa Penglipuran. Jenis yang paling banyak jumlahnya adalah jenis jajang hitam, jajang hijau, jajang kuning, serta jajang loreng.

Ia mengatakan, warga masyarakat setempat secara turun-temurun, menerapkan sistem tebang pilih untuk menjaga kelangsungan ekologis.

"Dalam satu rumpun bambu, misalnya, rata-rata hanya dipotong dua hingga tiga batang saja. Itu pun dilihat dari besarnya batang bambu serta selubung batangnya," ujar I Nyoman Sudibya.

I Nyoman Sudibya  menjelaskan, setiap enam bulan sekali rata-rata ditebang pilih. Paling mudah memang dilihat dari seluhung batangnya, jika sudah mengelupas sebagian besar, berarti siap dipanen.

Demikian pula untuk melakukan pemotongan  masyarakat Penglipuran, juga  mengenal  pantangan  untuk menebang pohon bambu  yakni saat hari Senin (Some) umanis.

Biasanya  bambu-bambu  yang  dimiliki masyarakat desa adat, jelas Sudibya digunakan untuk pembanguan di tempat suci (pura), mengingat  semua  banguan pura diluar tempat suci (pelinggih)  atap banguan menggunakan  bambu     

"Begitu juga dengan pembangunan  sarana umum seperti  bale banjar  untuk  atap banguan  juga menggunakan bahan bambu," ujarnya. 

Selain itu  kata Sudibya sebagian  besar warga memang sumber penghidupannya dari menjual bambu, baik dalam bentuk utuh maupun setelah menjadi anyaman dalam berbagai bentuk cinderamata.

Pemerintah pusat setelah melakukan pengkajian secara matang menempatkan Desa Penglipuran sebagai pengembangan program "One Project One Village" (OPOV).(*)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010