Denpasar (Antara Bali) - Produk minuman beralkohol (mikol) seperti arak, brem atau tuak yang beredar di masyarakat Bali, tidak serta merta bisa dilarang peredarannya, mengingat merupakan produk khas yang sudah turun-temurun dan diperlukan keberadaannya ketika menyelenggarakan upacara adat.

"Pembuatan arak, brem atau tuak itu sudah berlangsung sejak dahulu kala, sudah berlangsung secara turun-temurun. Masyarakat umat Hindu menggunakan minuman itu sebagai persembahan kepada Sang Hyang Widhi ketika mengadakan suatu upacara," kata anggota Komisi I DPRD Bali I Wayan Gunawan di Denpasar, Sabtu.

Menurut dia, semestinya ada kebijakan mengingat minuman itu diperlukan keberadaannya dalam ritual keagamaan. Apalagi pembuatan minuman tradisional itu turut berpengarah untuk menggerakkan ekonomi kerakyatan, sehingga mestinya ada badan usaha bersama untuk mengatur pembuatan atau regulasi peredarannya.

Sebelumnya pada rapat paripurna ke-5 DPRD Provinsi Bali, Gubernur Bali Mangku Pastika menyampaikan bahwa Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol sebagai peraturan pelaksanaannya.

Mencakup antara lain minuman beralkohol sebagai barang dalam pengawasan, yang meliputi pengadaan, pengedaran dan penjualannya. Pengadaan minuman beralkohol dapat dilakukan melalui produksi dalam negeri dan melalui impor. Perizinan atau legalitas usaha di bidang pengedaran dan penjualan minuman beralkohol.

"Posisi gubernur itu sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Merujuk pasal 37 (ayat 1) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 bahwa gubernur berkedudukan sebagai wakil pemerintah pusat yang ada di daerah," kata Gunawan.

Dia melanjutkan, selanjutnya pasal 38 (ayat 1) Undang-Undang No 23 Tahun 2014 menjelaskan gubernur memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah kabupaten/kota. Selain itu, juga melakukan koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintah di daerah kabupaten/kota.

"Berdasarkan hal itu, maka gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah mempunyai tugas memberikan pedoman kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dalam rangka pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol serta pembuatan minuman oplosan," ucap dia.

Gunawan menegaskan, produk arak, tuak dan brem khas Bali merupakan mata pencaharian masyarakat yang sudah turun-temurun sehinga perlu ada perlindungan dan pembinaan guna membuat standarisasi produk. Bukan sebaliknya, dijadikan objek pemerasan oleh oknum-oknum atas nama penegakan hukum.

"Makanya kami dari fraksi Partai Golkar mendorong agar dibuat Perda khas Bali, terkait dengan peredaran minuman beralkohol guna pelestarian nilai budaya dan pelayanan pariwisata," ujarnya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Tri Vivi Suryani

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016