Denpasar (Antara Bali) - Humas PT Petrokimia Gresik (PG) Yusuf Wibisono menyebutkan dikarenakan faktor alam anomali cuaca, akhirnya berimbas turunnya penyerapan pupuk subsidi di kalangan petani di Indonesia.
"Sebenarnya ada ketersediaan pupuk, namun karena musim tanam molor akibat anomali cuaca, maka pupuk bersubsidi yang terserap masyarakat petani pun menjadi tidak maksimal," kata Yusuf di Denpasar, Senin.
Dia melanjutkan, untuk mendapatkan pupuk subsidi, petani harus lebih dulu tergabung pada kelompok tani serta terdaftar pada rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK).
Berdasarkan data RDKK ini yang kemudian diserahkan kepada Kementerian Pertanian, maka akan diketahui kebutuhan riil pupuk pada masyarakat petani.
Regulasi pupuk bersubsidi telah diatur dalam Perpres No 15 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No 77 Tahun 2005 Tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi Sebagai Barang Dalam Pengawasan.
"Untuk alokasi pupuk bersubsidi, disesuaikan dengan anggaran yang dimiliki Kementerian Pertanian dengan persetujuan DPR RI. Tahun ini anggaran subsidi pupuk mencapai Rp35 triliun," katanya.
Angka sebesar Rp35 triliun itu tidak semuanya diwujudkan dalam pupuk bersubsidi untuk disalurkan kepada para petani. Terlebih dulu anggaran itu dipotong karena pemerintah masih memiliki hutang kepada pihak produsen pupuk.
Setelah ada pemotongan anggaran, akhirnya pupuk bersubsidi yang bisa direalisasi mencapai 9,55 juta ton untuk tahun 2015. Rinciannya mencakup: urea (4.100.000 ton), SP-36 (850.000 ton), ZA (1.050.000 ton), NPK (2.550.000 ton), dan pupuk organik (1.000.000 ton).
Pupuk subsidi tersebut selanjutnya didistribusikan ke berbagai kabupaten di Tanah Air. Sesuai Surat Keputusan (SK) Bupati, maka pupuk bersubsidi itu kemudian dibagi-bagikan hingga terserap oleh para petani di daerah masing-masing.
"Petani yang tidak terdaftar di RDKK, tidak bisa mendapatkan pupuk bersubsidi. Sebenarnya ada permasalahan yang sejak dulu terjadi, di mana ada petani yang belum tergabung dalam kelompok sehingga tidak masuk RDKK akhirnya tidak bisa mendapatkan pupuk bersubdisi. Padahal di satu sisi, petani itu tetap membutuhkan pupuk subsidi karena harganya terjangkau," ucap Yusuf.
Dikatakan dia, jika pupuk tidak disubsidi pemerintah, tentu menjadi beban bagi petani dikarenakan harganya yang tinggi. Tingginya harga pupuk, disebabkan komponen mayoritas bahan baku harus didapatkan dengan cara mengimpor.
Misalnya, belerang atau sulfur harus didatangkan dari Canada dan bahan fosfat diimpor dari Timur Tengah. Gas alam memang didapatkan dari wilayah Kangean, yang merupakan gugusan Pulau Madura. Meski didapatkan di dalam negeri, pembelian gas alam harus dengan mata uang dolar.
"Sebenarnya di Bromo terdapat kawasan sulfur, tapi kualitasnya tidak memenuhi syarat karena berspesifikasi 'low'. Jadi bahan baku pupuk itu harus dibeli dengan harga dolar, tapi dijual dengan mata uang rupiah," ucapnya.
Sales Supervisor PG wilayah Bali Yanto Hadi menambahkan, selama ini kebutuhan pupuk non-urea di Bali antara lain mencakup NPK, phonska, ZA dan pupuk organik. Jenis pupuk itu sudah beredar melalui tujuh distributor dan 179 kios resmi yang tersebar di berbagai wilayah Bali.
"Gudang pupuk kami ada empat, yakni di Tabanan, Bangli, Buleleng dan Gianyar. Sekarang masih observasi untuk membuka gudang kembali, karena kebutuhan pupuk itu tinggi sehingga harus ada stok setiap saat," ujar Yanto.
Kalau di Bali, kata dia, realisasi dan pendistribusian pupuk subsidi sudah sesuai dengan RDKK. Penyerapan pupuk tertinggi di Kabupaten Tabanan mengingat daerahnya agraris.
Sementara itu, berdasarkan data PT Pupuk Kalimantan Timur, total penyaluran pupuk urea bersubsidi di wilayah Bali periode Januari - Desember mencapai 38,661,90 ton. Penyaluran di Jembrana (2,823.80 ton), Tabanan (9,300.30 ton), Badung (3,858.50 ton), Denpasar (1,100.00 ton), Gianyar (5,959.80 ton), Klungkung (2,383.85 ton), Bangli (1,564.45 ton), Karangasem (4,311.70 ton) dan Buleleng (7,359.50 ton). (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Sebenarnya ada ketersediaan pupuk, namun karena musim tanam molor akibat anomali cuaca, maka pupuk bersubsidi yang terserap masyarakat petani pun menjadi tidak maksimal," kata Yusuf di Denpasar, Senin.
Dia melanjutkan, untuk mendapatkan pupuk subsidi, petani harus lebih dulu tergabung pada kelompok tani serta terdaftar pada rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK).
Berdasarkan data RDKK ini yang kemudian diserahkan kepada Kementerian Pertanian, maka akan diketahui kebutuhan riil pupuk pada masyarakat petani.
Regulasi pupuk bersubsidi telah diatur dalam Perpres No 15 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No 77 Tahun 2005 Tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi Sebagai Barang Dalam Pengawasan.
"Untuk alokasi pupuk bersubsidi, disesuaikan dengan anggaran yang dimiliki Kementerian Pertanian dengan persetujuan DPR RI. Tahun ini anggaran subsidi pupuk mencapai Rp35 triliun," katanya.
Angka sebesar Rp35 triliun itu tidak semuanya diwujudkan dalam pupuk bersubsidi untuk disalurkan kepada para petani. Terlebih dulu anggaran itu dipotong karena pemerintah masih memiliki hutang kepada pihak produsen pupuk.
Setelah ada pemotongan anggaran, akhirnya pupuk bersubsidi yang bisa direalisasi mencapai 9,55 juta ton untuk tahun 2015. Rinciannya mencakup: urea (4.100.000 ton), SP-36 (850.000 ton), ZA (1.050.000 ton), NPK (2.550.000 ton), dan pupuk organik (1.000.000 ton).
Pupuk subsidi tersebut selanjutnya didistribusikan ke berbagai kabupaten di Tanah Air. Sesuai Surat Keputusan (SK) Bupati, maka pupuk bersubsidi itu kemudian dibagi-bagikan hingga terserap oleh para petani di daerah masing-masing.
"Petani yang tidak terdaftar di RDKK, tidak bisa mendapatkan pupuk bersubsidi. Sebenarnya ada permasalahan yang sejak dulu terjadi, di mana ada petani yang belum tergabung dalam kelompok sehingga tidak masuk RDKK akhirnya tidak bisa mendapatkan pupuk bersubdisi. Padahal di satu sisi, petani itu tetap membutuhkan pupuk subsidi karena harganya terjangkau," ucap Yusuf.
Dikatakan dia, jika pupuk tidak disubsidi pemerintah, tentu menjadi beban bagi petani dikarenakan harganya yang tinggi. Tingginya harga pupuk, disebabkan komponen mayoritas bahan baku harus didapatkan dengan cara mengimpor.
Misalnya, belerang atau sulfur harus didatangkan dari Canada dan bahan fosfat diimpor dari Timur Tengah. Gas alam memang didapatkan dari wilayah Kangean, yang merupakan gugusan Pulau Madura. Meski didapatkan di dalam negeri, pembelian gas alam harus dengan mata uang dolar.
"Sebenarnya di Bromo terdapat kawasan sulfur, tapi kualitasnya tidak memenuhi syarat karena berspesifikasi 'low'. Jadi bahan baku pupuk itu harus dibeli dengan harga dolar, tapi dijual dengan mata uang rupiah," ucapnya.
Sales Supervisor PG wilayah Bali Yanto Hadi menambahkan, selama ini kebutuhan pupuk non-urea di Bali antara lain mencakup NPK, phonska, ZA dan pupuk organik. Jenis pupuk itu sudah beredar melalui tujuh distributor dan 179 kios resmi yang tersebar di berbagai wilayah Bali.
"Gudang pupuk kami ada empat, yakni di Tabanan, Bangli, Buleleng dan Gianyar. Sekarang masih observasi untuk membuka gudang kembali, karena kebutuhan pupuk itu tinggi sehingga harus ada stok setiap saat," ujar Yanto.
Kalau di Bali, kata dia, realisasi dan pendistribusian pupuk subsidi sudah sesuai dengan RDKK. Penyerapan pupuk tertinggi di Kabupaten Tabanan mengingat daerahnya agraris.
Sementara itu, berdasarkan data PT Pupuk Kalimantan Timur, total penyaluran pupuk urea bersubsidi di wilayah Bali periode Januari - Desember mencapai 38,661,90 ton. Penyaluran di Jembrana (2,823.80 ton), Tabanan (9,300.30 ton), Badung (3,858.50 ton), Denpasar (1,100.00 ton), Gianyar (5,959.80 ton), Klungkung (2,383.85 ton), Bangli (1,564.45 ton), Karangasem (4,311.70 ton) dan Buleleng (7,359.50 ton). (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015