Paris (Antara Bali) - Presiden RI Joko Widodo menyampaikan pidato
pandangan Indonesia di tengah KTT Perubahan Iklim, COP 21 UNFCCC, Paris,
Prancis, Senin.
Di awal pidatonya, Presiden Jokowi terlebih dahulu menyampaikan dukacita yang mendalam atas aksi teror di Paris pada tanggal 13 November 2015, yang menelan korban sipil yang tidak berdosa.
Aksi tersebut merenggut lebih dari 130 jiwa warga sipil meninggal dan lebih dari seratus orang luka-luka. "Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia menegaskan bahwa Islam mengajarkan perdamaian. Islam mengajarkan toleransi," kata Presiden Jokowi.
Menurut Presiden, tindakan teror tersebut tidak ada kaitannya dengan agama, bangsa, dan ras. Dalam kesempatan tersebut, Presiden menyatakan untuk memberikan dukungan politik kuat terhadap suksesnya COP 21.
Sebagai salah satu negara pemilik hutan terbesar yang menjadi paru-paru dunia, kata Presiden, Indonesia telah memilih untuk menjadi bagian dari solusi.
"Pemerintah yang saya pimpin, akan membangun Indonesia dengan memperhatikan lingkungan," terang Jokowi.
Presiden menegaskan bahwa Indonesia memiliki kondisi geografis yang rentan terhadap perubahan iklim karena dua pertiga wilayahnya terdiri atas laut, memiliki 17.000 pulau, banyak di antaranya pulau-pulau kecil, 60 persen penduduk tinggal di pesisir dan 80 bencana selalu terkait dengan perubahan iklim.
Hal tersebut dijelaskan Presiden Jokowi dengan mengetengahkan bahwa baru-baru ini, Indonesia mengalami kebakaran hutan dan lahan gambut.
El Nino yang panas dan kering telah menyebabkan upaya penanggulangan menjadi sangat sulit. Namun, telah dapat diselesaikan.
Menyikapi hal tersebut, Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa penegakan hukum secara tegas telah dilakukan
Langkah prevensi telah disiapkan dan sebagian mulai implementasikan, restorasi ekosistem gambut dengan memulai pembentukan Badan Restorasi Gambut.
Namun, kerentanan dan tantangan perubahan iklim tersebut tidak menghentikan komitmen Indonesia untuk berkontribusi dalam aksi global menurunkan emisi.
Untuk itu, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi sebesar 29 persen di bawah business as usual pada tahun 2030. Namun, dapat mencapai 41 persen dengan bantuan internasional.
Penurunan emisi tersebut dilakukan dengan mengambil langkah di berbagai bidang.
Berbagai bidang tersebut, di antaranya di bidang energi dengan pengalihan subsidi BBM ke sektor produktif, peningkatan penggunaan sumber energi terbarukan hingga 23 persen dari konsumsi energi nasional pada tahun 2025, dan pengolahan sampah menjadi sumber energi.
Langkah yang diambil di bidang tata kelola hutan dan sektor lahan, melalui penerapan one map policy, menetapkan moratorium dan review ijin pemanfaatan lahan gambut dan pengelolaan lahan dan hutan produksi lestari.
Sementara itu, langkah yang diambil di bidang maritim adalah mengatasi perikanan ilegal dan perlindungan keanekaragaman hayati laut yang semuanya melibatkan rakyat.
Di akhir pidatonya, Presiden Joko Widodo mengharapkan kesepakatan Paris haru dapat mencerminkan keseimbangan, keadilan serta sesuai prioritas dan kemampuan nasional.
Kemudian, juga harus dapat mengikat, jangka panjang, ambisius, tetapi tidak menghambat pembangunan negara berkembang.
"Untuk mencapai kesepakatan Paris, semua pihak, saya ulangi, semua pihak harus berkontribusi lebih dalam aksi mitigasi dan adaptasi, terutama negara maju," ujar Presiden Jokowi.
Kontribusi yang dimaksud Presiden Jokowi adalah dengan melakukan mobilisasi pendanaan sebesar 100 miliar dolar AS hingga 2020, dan ditingkatkan untuk tahun-tahun berikutnya serta transfer teknologi ramah lingkungan dan peningkatan kapasitas.
"Mencapai kesepakatan di Paris adalah suatu keharusan. Saya mengharapkan kita semua menjadi bagian dari solusi menjadikan bumi ini menjadi tempat yang nyaman bagi anak cucu kita, menjadikan bumi menjadi tempat yang sejahtera bagi kehidupan mereka," tutup Presiden dalam pidatonya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Di awal pidatonya, Presiden Jokowi terlebih dahulu menyampaikan dukacita yang mendalam atas aksi teror di Paris pada tanggal 13 November 2015, yang menelan korban sipil yang tidak berdosa.
Aksi tersebut merenggut lebih dari 130 jiwa warga sipil meninggal dan lebih dari seratus orang luka-luka. "Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia menegaskan bahwa Islam mengajarkan perdamaian. Islam mengajarkan toleransi," kata Presiden Jokowi.
Menurut Presiden, tindakan teror tersebut tidak ada kaitannya dengan agama, bangsa, dan ras. Dalam kesempatan tersebut, Presiden menyatakan untuk memberikan dukungan politik kuat terhadap suksesnya COP 21.
Sebagai salah satu negara pemilik hutan terbesar yang menjadi paru-paru dunia, kata Presiden, Indonesia telah memilih untuk menjadi bagian dari solusi.
"Pemerintah yang saya pimpin, akan membangun Indonesia dengan memperhatikan lingkungan," terang Jokowi.
Presiden menegaskan bahwa Indonesia memiliki kondisi geografis yang rentan terhadap perubahan iklim karena dua pertiga wilayahnya terdiri atas laut, memiliki 17.000 pulau, banyak di antaranya pulau-pulau kecil, 60 persen penduduk tinggal di pesisir dan 80 bencana selalu terkait dengan perubahan iklim.
Hal tersebut dijelaskan Presiden Jokowi dengan mengetengahkan bahwa baru-baru ini, Indonesia mengalami kebakaran hutan dan lahan gambut.
El Nino yang panas dan kering telah menyebabkan upaya penanggulangan menjadi sangat sulit. Namun, telah dapat diselesaikan.
Menyikapi hal tersebut, Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa penegakan hukum secara tegas telah dilakukan
Langkah prevensi telah disiapkan dan sebagian mulai implementasikan, restorasi ekosistem gambut dengan memulai pembentukan Badan Restorasi Gambut.
Namun, kerentanan dan tantangan perubahan iklim tersebut tidak menghentikan komitmen Indonesia untuk berkontribusi dalam aksi global menurunkan emisi.
Untuk itu, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi sebesar 29 persen di bawah business as usual pada tahun 2030. Namun, dapat mencapai 41 persen dengan bantuan internasional.
Penurunan emisi tersebut dilakukan dengan mengambil langkah di berbagai bidang.
Berbagai bidang tersebut, di antaranya di bidang energi dengan pengalihan subsidi BBM ke sektor produktif, peningkatan penggunaan sumber energi terbarukan hingga 23 persen dari konsumsi energi nasional pada tahun 2025, dan pengolahan sampah menjadi sumber energi.
Langkah yang diambil di bidang tata kelola hutan dan sektor lahan, melalui penerapan one map policy, menetapkan moratorium dan review ijin pemanfaatan lahan gambut dan pengelolaan lahan dan hutan produksi lestari.
Sementara itu, langkah yang diambil di bidang maritim adalah mengatasi perikanan ilegal dan perlindungan keanekaragaman hayati laut yang semuanya melibatkan rakyat.
Di akhir pidatonya, Presiden Joko Widodo mengharapkan kesepakatan Paris haru dapat mencerminkan keseimbangan, keadilan serta sesuai prioritas dan kemampuan nasional.
Kemudian, juga harus dapat mengikat, jangka panjang, ambisius, tetapi tidak menghambat pembangunan negara berkembang.
"Untuk mencapai kesepakatan Paris, semua pihak, saya ulangi, semua pihak harus berkontribusi lebih dalam aksi mitigasi dan adaptasi, terutama negara maju," ujar Presiden Jokowi.
Kontribusi yang dimaksud Presiden Jokowi adalah dengan melakukan mobilisasi pendanaan sebesar 100 miliar dolar AS hingga 2020, dan ditingkatkan untuk tahun-tahun berikutnya serta transfer teknologi ramah lingkungan dan peningkatan kapasitas.
"Mencapai kesepakatan di Paris adalah suatu keharusan. Saya mengharapkan kita semua menjadi bagian dari solusi menjadikan bumi ini menjadi tempat yang nyaman bagi anak cucu kita, menjadikan bumi menjadi tempat yang sejahtera bagi kehidupan mereka," tutup Presiden dalam pidatonya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015