Denpasar (Antara Bali) - Rehabilitasi kawasan hutan di Bali menjangkau areal seluas 711 hektare sebagai upaya mengembalikan fungsi kawasan hutan dalam tahun 2010, kata Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali IGN Wiranatha.
"Kegiatan reboisasi dalam kawasan hutan yang selama ini kondisinya kritis itu mendapat kucuran dana dari pemerintah pusat dan APBD Bali," katanya didampingi Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan dan Lahan H Suratman di Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan, pemerintah pusat lewat Kementerian Kehutanan mendukung dana kegiatan reboisasi untuk menjangkau lahan seluas 636 hektare di kawasan hutan Tejakula, Sukasada dan Seririt yang semuanya di Kabupaten Buleleng, Bali utara.
Sedangkan dana dari APBD Bali menjangkau lahan seluas 75 hektare tersebar di Kabupaten Jembrana, Grokgak, Kabupaten Buleleng dan Rendang Kabupaten Karangasem.
Wiranatha menjelaskan, Pemprov Bali bertekad menghijaukan lahan-lakan kritis dalam kawasan maupun di luar kawasan hutan.
Upaya reboisasi dalam kawasan hutan pada tahun ini relatif kecil dibanding tahun-tahun sebelumnya yang menyasar 500-600 hektare dengan berbagai jenis tanaman yang mempunyai fungsi konservasi.
Tanaman tersebut antara lain kamelia, suar dan pole yang mampu hidup di lahan kering dengan kondisi yang sangat kritis.
Bali masih memiliki lahan kritis seluas 25.338 hektar yang tersebar di delalapan kabupaten dari sembilan kabupaten/kota se Bali. Namun lahan kritis tersebut sebagian besar terdapat di Kabupaten Buleleng, Klungkung, Karangasem dan Bangli.
Lewat berbagai program penghijauan untuk luar kawasan hutan dan reboisasi dalam kawasan hutan diharapkan lahan-lahan kritis tersebut dapat dihijaukan secara bertahap, harap Wiranatha.
Dalam program penghijauan tersebut mengembangkan tanaman kayu lokal khusus yang nantinya dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri kecil dan kerajinan rumah tangga, khususnya pembuatan patung.
Tanaman kayu yang ditanam yaitu jenis mahoni, kamelia, bentawas, trembesi dan panggal buaya maupun tanaman kayu yang cepat besar dan mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Lokasi pengembangan tanaman kayu khusus untuk bahan baku patung itu dilakukan di wilayah Kabupaten Karangasem, Jembrana, Bangli dan Buleleng, dengan menerapkan sistem tumpang sari, yakni dipadukan dengan tanaman jagung, ketela dan aneka jenis kacang-kacangan lainnya.
Dengan cara itu petani memperoleh penghasilan dari pengembangan palawija, sebelum kayunya bisa dipanen.
Pengembangan kayu unggulan lokal Bali hingga bisa dipanen membutuhkan waktu lima hingga sepuluh tahun. Oleh sebab itu, jika penanaman dilakukan secara berkesinambungan pada setiap jengkal tanah yang kosong akan bisa melakukan panenan untuk memenuhi bahan baku industri patung, disamping mendukung program Bali hijau dan bersih.
Bali memiliki kawasan hutan seluas 130.686 hektar yang terdiri atas hutan lindung 95.766 hektar (73,28 persen), hutan konservasi 26.293 hektar (20,12 persen) dan hutan produksi 8.626 hektar (6,60 persen).
Luas kawasan hutan tersebut baru 22 persen dari luas daratan Bali, padahal idealnya harus mencapai 30 persen dari luas Pulau Dewata.
Melalui gerakan penghijauan, termasuk penanaman kayu bahan baku patung pada lahan-lahan kritis, baik dalam kawasan maupun tanah milik masyarakat diharapkan mampu menjadikan Bali yang sejuk serta menjaga ekosistem fungsi kawasan hutan, harap IGN Wiranatha.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010
"Kegiatan reboisasi dalam kawasan hutan yang selama ini kondisinya kritis itu mendapat kucuran dana dari pemerintah pusat dan APBD Bali," katanya didampingi Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan dan Lahan H Suratman di Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan, pemerintah pusat lewat Kementerian Kehutanan mendukung dana kegiatan reboisasi untuk menjangkau lahan seluas 636 hektare di kawasan hutan Tejakula, Sukasada dan Seririt yang semuanya di Kabupaten Buleleng, Bali utara.
Sedangkan dana dari APBD Bali menjangkau lahan seluas 75 hektare tersebar di Kabupaten Jembrana, Grokgak, Kabupaten Buleleng dan Rendang Kabupaten Karangasem.
Wiranatha menjelaskan, Pemprov Bali bertekad menghijaukan lahan-lakan kritis dalam kawasan maupun di luar kawasan hutan.
Upaya reboisasi dalam kawasan hutan pada tahun ini relatif kecil dibanding tahun-tahun sebelumnya yang menyasar 500-600 hektare dengan berbagai jenis tanaman yang mempunyai fungsi konservasi.
Tanaman tersebut antara lain kamelia, suar dan pole yang mampu hidup di lahan kering dengan kondisi yang sangat kritis.
Bali masih memiliki lahan kritis seluas 25.338 hektar yang tersebar di delalapan kabupaten dari sembilan kabupaten/kota se Bali. Namun lahan kritis tersebut sebagian besar terdapat di Kabupaten Buleleng, Klungkung, Karangasem dan Bangli.
Lewat berbagai program penghijauan untuk luar kawasan hutan dan reboisasi dalam kawasan hutan diharapkan lahan-lahan kritis tersebut dapat dihijaukan secara bertahap, harap Wiranatha.
Dalam program penghijauan tersebut mengembangkan tanaman kayu lokal khusus yang nantinya dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri kecil dan kerajinan rumah tangga, khususnya pembuatan patung.
Tanaman kayu yang ditanam yaitu jenis mahoni, kamelia, bentawas, trembesi dan panggal buaya maupun tanaman kayu yang cepat besar dan mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Lokasi pengembangan tanaman kayu khusus untuk bahan baku patung itu dilakukan di wilayah Kabupaten Karangasem, Jembrana, Bangli dan Buleleng, dengan menerapkan sistem tumpang sari, yakni dipadukan dengan tanaman jagung, ketela dan aneka jenis kacang-kacangan lainnya.
Dengan cara itu petani memperoleh penghasilan dari pengembangan palawija, sebelum kayunya bisa dipanen.
Pengembangan kayu unggulan lokal Bali hingga bisa dipanen membutuhkan waktu lima hingga sepuluh tahun. Oleh sebab itu, jika penanaman dilakukan secara berkesinambungan pada setiap jengkal tanah yang kosong akan bisa melakukan panenan untuk memenuhi bahan baku industri patung, disamping mendukung program Bali hijau dan bersih.
Bali memiliki kawasan hutan seluas 130.686 hektar yang terdiri atas hutan lindung 95.766 hektar (73,28 persen), hutan konservasi 26.293 hektar (20,12 persen) dan hutan produksi 8.626 hektar (6,60 persen).
Luas kawasan hutan tersebut baru 22 persen dari luas daratan Bali, padahal idealnya harus mencapai 30 persen dari luas Pulau Dewata.
Melalui gerakan penghijauan, termasuk penanaman kayu bahan baku patung pada lahan-lahan kritis, baik dalam kawasan maupun tanah milik masyarakat diharapkan mampu menjadikan Bali yang sejuk serta menjaga ekosistem fungsi kawasan hutan, harap IGN Wiranatha.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010