Semarapura (Antara Bali) - Puluhan warga Subak Banjar Sampalan Dlod Margi, Desa Sampalan Klod, Kecamatan/Kabupaten Klungkung, Selasa memprotes penggalian material dengan cara mengeruk tebing di bekas galian C.
Protes warga dilakukan dengan mendatangi lokasi dan sebelumnya mereka berkumpul di balai Subak Dlod Margi, sebelah timur perempatan jalan By Pass Ida Bagus Mantra, kemudian berjalan kaki ke arah barat menuju lokasi.
Sempat muncul ketegangan di lokasi, namun akhirnya warga subak membubarkan diri, setelah ada jaminan dari Kepala Satpol PP Kabupaten Klungkung I Komang Dharma Suyasa bahwa tidak akan ada lagi pengerukan tebing.
Untuk pengamanan, selain petugas Satpol PP, sebanyak 20 personel Polsek Dawan diterjunkan ke lokasi. Selain pimpinan subak, Kepala Desa Sampalan Klod Ni Kadek Suryani juga tampak ikut mendampingi aksi warganya.
"Intinya, saat ini juga warga menginginkan penggalian dihentikan," kata Kepala Desa Sampalan Kelod I Kadek Suryani.
Ketua Subak I Nengah Suartika juga menuntut penggalian segera dihentikan karena warga khawatir jika penggalian terus berlanjut akan membuat jalur irigasi milik subak akan ambrol.
Menurut dia, jika saluran irigasi jebol, 50 hektare sawah dikawatirkan akan mengalami kekeringan. Padahal jarak antara saluran irigasi dengan lokasi pengerukan hanya sekitar 15 meter.
"Itulah yang membuat warga subak khawatir. Jika saluran irigasi jebol, dipastikan kekeringan akan mengancam puluhan hektare lahan di Subak Sampalan Dlod Margi," ucapnya.
Padahal, kata Suartika, lahan itu merupakan lahan produktif dan bertani merupakan mata pencaharian pokok warga di daerah itu.
Anggota subak, kata Suartika, tak menginginkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan jika sampai penggalian itu terus berlanjut.
Sebaliknya, para penggali menolak tuntutan penghentian penggalian di lokasi tersebut. Alasannya, lokasi yang digali merupakan tanah yang dikontrakkan dan bukan merupakan lahan produktif.
"Siapa pun yang keberatan, tolong lunasi utang kami di koperasi," ujar I Nyoman Telaga, salah seorang dari lima warga yang mengontrak tanah itu.
Warga Banjar Lebah itu didampingi lima pengeruk lainnya, yakni I Wayan Depang, I Wayan Sudi, I Ketut Gendol, dan I Nengah Raba, semua asalnya Gunaksa, Telaga.
Ia mengaku, awalanya lahan seluas 14 are itu milik Mangku Wisnu, asal Sampalan yang dikontrak berlima untuk diambil material pasir dan batunya.
"Untuk menyewa tanah tersebut, kami berlima patungan meminjam modal senilai Rp 190 juta," katanya.
Karena itulah, sesuai kontrak, kata Nyoman Telaga, pihak penambang menyatakan tetap akan melakukan penggalian. "Mengapa ini yang dilarang. Semestinya pembangunan pada lahan-lahan produktif itu yang dilarang, karena mereka kan menanam beton," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010
Protes warga dilakukan dengan mendatangi lokasi dan sebelumnya mereka berkumpul di balai Subak Dlod Margi, sebelah timur perempatan jalan By Pass Ida Bagus Mantra, kemudian berjalan kaki ke arah barat menuju lokasi.
Sempat muncul ketegangan di lokasi, namun akhirnya warga subak membubarkan diri, setelah ada jaminan dari Kepala Satpol PP Kabupaten Klungkung I Komang Dharma Suyasa bahwa tidak akan ada lagi pengerukan tebing.
Untuk pengamanan, selain petugas Satpol PP, sebanyak 20 personel Polsek Dawan diterjunkan ke lokasi. Selain pimpinan subak, Kepala Desa Sampalan Klod Ni Kadek Suryani juga tampak ikut mendampingi aksi warganya.
"Intinya, saat ini juga warga menginginkan penggalian dihentikan," kata Kepala Desa Sampalan Kelod I Kadek Suryani.
Ketua Subak I Nengah Suartika juga menuntut penggalian segera dihentikan karena warga khawatir jika penggalian terus berlanjut akan membuat jalur irigasi milik subak akan ambrol.
Menurut dia, jika saluran irigasi jebol, 50 hektare sawah dikawatirkan akan mengalami kekeringan. Padahal jarak antara saluran irigasi dengan lokasi pengerukan hanya sekitar 15 meter.
"Itulah yang membuat warga subak khawatir. Jika saluran irigasi jebol, dipastikan kekeringan akan mengancam puluhan hektare lahan di Subak Sampalan Dlod Margi," ucapnya.
Padahal, kata Suartika, lahan itu merupakan lahan produktif dan bertani merupakan mata pencaharian pokok warga di daerah itu.
Anggota subak, kata Suartika, tak menginginkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan jika sampai penggalian itu terus berlanjut.
Sebaliknya, para penggali menolak tuntutan penghentian penggalian di lokasi tersebut. Alasannya, lokasi yang digali merupakan tanah yang dikontrakkan dan bukan merupakan lahan produktif.
"Siapa pun yang keberatan, tolong lunasi utang kami di koperasi," ujar I Nyoman Telaga, salah seorang dari lima warga yang mengontrak tanah itu.
Warga Banjar Lebah itu didampingi lima pengeruk lainnya, yakni I Wayan Depang, I Wayan Sudi, I Ketut Gendol, dan I Nengah Raba, semua asalnya Gunaksa, Telaga.
Ia mengaku, awalanya lahan seluas 14 are itu milik Mangku Wisnu, asal Sampalan yang dikontrak berlima untuk diambil material pasir dan batunya.
"Untuk menyewa tanah tersebut, kami berlima patungan meminjam modal senilai Rp 190 juta," katanya.
Karena itulah, sesuai kontrak, kata Nyoman Telaga, pihak penambang menyatakan tetap akan melakukan penggalian. "Mengapa ini yang dilarang. Semestinya pembangunan pada lahan-lahan produktif itu yang dilarang, karena mereka kan menanam beton," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010