Denpasar, (Antara Bali) - Wakil Gubernur Ketut Sudikerta diminta jangan sampai tunduk terhadap tekanan atau rayuan PT Garuda Adimatra Indonesia (GAIn) selaku pengelola kawasan Garuda Wisnu Kencana dalam memediasi kisruh dengan pemilik toko Plaza Amata.
"Kami minta Wagub Sudikerta setia pada janjinya akan bisa menyelesaikan permasalahan GWK dengan pemilik pertokoan Plaza Amata di Jimbaran, Kabupaten Badung," kata Kuasa Hukum Plaza Amata Putu Wirata Dwikora dari Kantor Advokat Wayan Sudirta SH di Denpasar, Selasa malam.
Ia mengatakan waktu pertemuan awal dengan wagub pada Rabu (17/6) menyatakan bahwa dalam satu kawasan bersama, tidak boleh ada penembokan sekali pun dimaksudkan untuk mengidentifikasi batas-batas kepemilikan para pihak yang berada dalam satu kawasan. Maksimum yang bisa dilakukan adalah membangun patok-patok pembatas.
Dikatakan, waktu itu wagub bahkan sempat menyatakan agar tembok tersebut dibongkar, sementara fasilitas sosial dan fasilitas umum yang menjadi kewajiban pengembang untuk menyerahkannya ke pemerintah, mesti diproses, agar tidak menyalahi peraturan perundangan.
Namun, kata Wirata Dwikora, pernyataan Wagub Sudikerta terkesan dilecehkan oleh pihak PT GAIn, seperti terbukti dalam mediasi tahap II di pertokoan Plaza Amata pada Jumat (26/6), ketika wagub turun ke lapangan untuk meninjau lokasi. Sudikerta sempat melihat tembok tinggi di sisi timur dan barat Plaza Amata, namun wacana tentang ``tembok harus dibongkar karena menyalahi peraturan perundangan`` tidak menjadi pembahasan dalam mediasi tahap II tersebut.
Wagub minta pemilik toko bersabar dengan alasan muncul ``pihak baru`` yang masuk dalam sengketa, yakni PT MMI (Multi Matra Indonesia) yang disebut-sebut oleh perwakilan PT GAIn.
PT GAIn berdalih, mereka membeli dan mengikatkan perjanjian dengan PT MMI, dan tidak terkait dengan PT Bhavana Indonesia maupun dengan pemilik toko Plaza Amata. Karenanya, Wagub pun mencanangkan pertemuan ketiga (29/6), dengan melibatkan PT MMI, selain pihak PT GAIn dan PT Bhavana Indonesia serta pemilik toko. Namun, mendadak pertemuan ditunda, dengan alasan padatnya jadual wagub.
Kabarnya, kata Wirata, Wagub Sudikerta menjadualkan pertemuan pada Rabu (1/7). Namun, pemilik toko dan pihak PT BI tak bisa memenuhi dan mengusulkan rapat setelah tanggal 13 Juli 2015.
``Kita hargai niat baik Wakil Gubernur Sudikerta memediasi masalah ini. Namun, klien kami mengharapkan ada sikap konsisten dari wagub, karena beliau sudah mengetahui duduk soalnya. Apa yang menjadi hak pemilik toko di Plaza Amata maupun hak pihak PT Bhavana Indonesia yang dituangkan dalam Perjanjian dengan PT GAIn, jangan sampai diabaikan oleh investor baru PT Alam Sutera Realty (ASR) Tbk," ucapnya.
Ia berharap jangan sampai wagub terkesan diatur-atur oleh investor, atau mengalah dan tunduk pada kemauan investor. Ini bukan semata kepentingan pemilik toko. Tetapi, GWK menyandang nama suci Wisnu yang sakral, menyandang nama Bali yang jadi milik masyarakat luas, menyentuh-nyentuh aspek pariwisata yang menjadi kepentingan banyak orang.
"Karena Pak Wagub sudah menyarankan jangan sampai kasusnya ke pengadilan, klien kami menghargai saran beliau. Karenanya, Pak Wagub mohon jangan sampai lempar handuk menangani kisruh ini lalu menyerahkannya ke pengadilan. Kalau itu dilakukan, Wagub bisa dianggap gagal memediasi. Bagaimana kalau dianggap kena tekanan, karena di awal-awal pernyataan beliau sangat lugas untuk membongkar temboknya," katanya.
Wirata Dwikora menambahkan, kalau kisruh ini tidak bisa dituntaskan, dan pihak PT GAIn tidak mau menghormati serta memenuhi tuntutan PT BI dan Plaza Amata, dia meminta wagub mempertimbangkan untuk mengundang investor lain, kalau bisa gabungan investor putra daerah Bali yang berkomitmen menjaga nama besar GWK serta melindungi hak-hak pemilik toko yang notabene putra Bali," ucapnya.
Bila PT GAIn ngotot mempertahankan temboknya yang dibangun tanpa melibatkan pemilik toko serta pihak terkait lainnya, lalu mengubah masterplan GWK secara sepihak, sangat bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk mengundang investor lain melanjutkan pembangunan GWK sesuai dengan konsep dan masterplan awal. Yakni, bahwa GWK adalah kawasan pariwisata yang berbasis budaya, bukan kawasan real estate yang melulu bermotif ekonomi dan bisnis.
Karenanya, wakil gubernur diminta memperjelas duduk soalnya dan tidak membiarkan investor PT GAIn mengatur-atur serta mengacak-acak masterplan awal, bahwa GWK punya visi dan misi budaya di dalamnya.
Munculya kisruh di GWK memang sejak masuknya investor baru PT ASR sebagai pemilik saham mayoritas PT Garuda Adhimatra Indonesia (PT GAIN) tahun 2013. Sejak masuknya PT ASR Tbk, pemilik toko yang sudah 13 tahun rugi karena patung GWK belum juga selesai dibangun.
"Bahkan semakin dirugikan karena manajemen GWK membangun tembok tinggi di sisi timur dan barat kompleks pertokoan Plaza Amata, juga meninggikan badan jalan masuk ke arah kompleks pertokoan. Peninggian badan jalan itu mempersulit bus dan mobil berchasis rendah untuk melintas di pintu masuk ke Plaza Amata. Manajemen juga melakukan pelarangan secara tertulis untuk melakukan "fit out" dan menggunakan akses jalan di depan GWK, kecuali bersedia membayar sejumlah uang," katanya.
Sebulan lalu, warga Banjar Adat Giri Dharma Desa Ungasan, sempat memblokir jalan masuk ke areal GWK, karena janji-janji memberi jalan "Rurung Agung" yang merupakan akses untuk ke "setra" (kuburan) tidak kunjung diberikan. Anehnya, manajemen GWK justru memberikan akses "Rurung Agung" baru dengan menggunakan tanah milik pribadi Putu Antara tanpa memberitahu dan tanpa izin, dan berpotensi menjadi tindak pidana, karena bisa saja merupakan penyerobotan lahan.
``Membangun diatas tanah orang lain dan memperjanjikannya untuk diserahkan pemanfaatanya sebagai pengganti `Rurung Agung` dengan Banjar Adat Giri Dharma, apakah bukannya tindakan arogan? Apakah investor seperti ini layak ada di Bali, yang mengedepankan konsep `Tri Hita Karana` (konsep keseimbangan dan keharmonisan)," kata Wirata Dwikora.(I020)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Kami minta Wagub Sudikerta setia pada janjinya akan bisa menyelesaikan permasalahan GWK dengan pemilik pertokoan Plaza Amata di Jimbaran, Kabupaten Badung," kata Kuasa Hukum Plaza Amata Putu Wirata Dwikora dari Kantor Advokat Wayan Sudirta SH di Denpasar, Selasa malam.
Ia mengatakan waktu pertemuan awal dengan wagub pada Rabu (17/6) menyatakan bahwa dalam satu kawasan bersama, tidak boleh ada penembokan sekali pun dimaksudkan untuk mengidentifikasi batas-batas kepemilikan para pihak yang berada dalam satu kawasan. Maksimum yang bisa dilakukan adalah membangun patok-patok pembatas.
Dikatakan, waktu itu wagub bahkan sempat menyatakan agar tembok tersebut dibongkar, sementara fasilitas sosial dan fasilitas umum yang menjadi kewajiban pengembang untuk menyerahkannya ke pemerintah, mesti diproses, agar tidak menyalahi peraturan perundangan.
Namun, kata Wirata Dwikora, pernyataan Wagub Sudikerta terkesan dilecehkan oleh pihak PT GAIn, seperti terbukti dalam mediasi tahap II di pertokoan Plaza Amata pada Jumat (26/6), ketika wagub turun ke lapangan untuk meninjau lokasi. Sudikerta sempat melihat tembok tinggi di sisi timur dan barat Plaza Amata, namun wacana tentang ``tembok harus dibongkar karena menyalahi peraturan perundangan`` tidak menjadi pembahasan dalam mediasi tahap II tersebut.
Wagub minta pemilik toko bersabar dengan alasan muncul ``pihak baru`` yang masuk dalam sengketa, yakni PT MMI (Multi Matra Indonesia) yang disebut-sebut oleh perwakilan PT GAIn.
PT GAIn berdalih, mereka membeli dan mengikatkan perjanjian dengan PT MMI, dan tidak terkait dengan PT Bhavana Indonesia maupun dengan pemilik toko Plaza Amata. Karenanya, Wagub pun mencanangkan pertemuan ketiga (29/6), dengan melibatkan PT MMI, selain pihak PT GAIn dan PT Bhavana Indonesia serta pemilik toko. Namun, mendadak pertemuan ditunda, dengan alasan padatnya jadual wagub.
Kabarnya, kata Wirata, Wagub Sudikerta menjadualkan pertemuan pada Rabu (1/7). Namun, pemilik toko dan pihak PT BI tak bisa memenuhi dan mengusulkan rapat setelah tanggal 13 Juli 2015.
``Kita hargai niat baik Wakil Gubernur Sudikerta memediasi masalah ini. Namun, klien kami mengharapkan ada sikap konsisten dari wagub, karena beliau sudah mengetahui duduk soalnya. Apa yang menjadi hak pemilik toko di Plaza Amata maupun hak pihak PT Bhavana Indonesia yang dituangkan dalam Perjanjian dengan PT GAIn, jangan sampai diabaikan oleh investor baru PT Alam Sutera Realty (ASR) Tbk," ucapnya.
Ia berharap jangan sampai wagub terkesan diatur-atur oleh investor, atau mengalah dan tunduk pada kemauan investor. Ini bukan semata kepentingan pemilik toko. Tetapi, GWK menyandang nama suci Wisnu yang sakral, menyandang nama Bali yang jadi milik masyarakat luas, menyentuh-nyentuh aspek pariwisata yang menjadi kepentingan banyak orang.
"Karena Pak Wagub sudah menyarankan jangan sampai kasusnya ke pengadilan, klien kami menghargai saran beliau. Karenanya, Pak Wagub mohon jangan sampai lempar handuk menangani kisruh ini lalu menyerahkannya ke pengadilan. Kalau itu dilakukan, Wagub bisa dianggap gagal memediasi. Bagaimana kalau dianggap kena tekanan, karena di awal-awal pernyataan beliau sangat lugas untuk membongkar temboknya," katanya.
Wirata Dwikora menambahkan, kalau kisruh ini tidak bisa dituntaskan, dan pihak PT GAIn tidak mau menghormati serta memenuhi tuntutan PT BI dan Plaza Amata, dia meminta wagub mempertimbangkan untuk mengundang investor lain, kalau bisa gabungan investor putra daerah Bali yang berkomitmen menjaga nama besar GWK serta melindungi hak-hak pemilik toko yang notabene putra Bali," ucapnya.
Bila PT GAIn ngotot mempertahankan temboknya yang dibangun tanpa melibatkan pemilik toko serta pihak terkait lainnya, lalu mengubah masterplan GWK secara sepihak, sangat bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk mengundang investor lain melanjutkan pembangunan GWK sesuai dengan konsep dan masterplan awal. Yakni, bahwa GWK adalah kawasan pariwisata yang berbasis budaya, bukan kawasan real estate yang melulu bermotif ekonomi dan bisnis.
Karenanya, wakil gubernur diminta memperjelas duduk soalnya dan tidak membiarkan investor PT GAIn mengatur-atur serta mengacak-acak masterplan awal, bahwa GWK punya visi dan misi budaya di dalamnya.
Munculya kisruh di GWK memang sejak masuknya investor baru PT ASR sebagai pemilik saham mayoritas PT Garuda Adhimatra Indonesia (PT GAIN) tahun 2013. Sejak masuknya PT ASR Tbk, pemilik toko yang sudah 13 tahun rugi karena patung GWK belum juga selesai dibangun.
"Bahkan semakin dirugikan karena manajemen GWK membangun tembok tinggi di sisi timur dan barat kompleks pertokoan Plaza Amata, juga meninggikan badan jalan masuk ke arah kompleks pertokoan. Peninggian badan jalan itu mempersulit bus dan mobil berchasis rendah untuk melintas di pintu masuk ke Plaza Amata. Manajemen juga melakukan pelarangan secara tertulis untuk melakukan "fit out" dan menggunakan akses jalan di depan GWK, kecuali bersedia membayar sejumlah uang," katanya.
Sebulan lalu, warga Banjar Adat Giri Dharma Desa Ungasan, sempat memblokir jalan masuk ke areal GWK, karena janji-janji memberi jalan "Rurung Agung" yang merupakan akses untuk ke "setra" (kuburan) tidak kunjung diberikan. Anehnya, manajemen GWK justru memberikan akses "Rurung Agung" baru dengan menggunakan tanah milik pribadi Putu Antara tanpa memberitahu dan tanpa izin, dan berpotensi menjadi tindak pidana, karena bisa saja merupakan penyerobotan lahan.
``Membangun diatas tanah orang lain dan memperjanjikannya untuk diserahkan pemanfaatanya sebagai pengganti `Rurung Agung` dengan Banjar Adat Giri Dharma, apakah bukannya tindakan arogan? Apakah investor seperti ini layak ada di Bali, yang mengedepankan konsep `Tri Hita Karana` (konsep keseimbangan dan keharmonisan)," kata Wirata Dwikora.(I020)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015