Denpasar (Antara) - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya mengatakan anak-anak yang terpapar asap rokok sangat rentan menderita penyakit pneumonia.

"Patut diingat, perokok pasif itu berisiko terkena penyakit yang sama dengan perokok aktif. Sangat disayangkan kalau bayi dan balita yang tidak berdosa sampai terkena pneumonia akibat perilaku keluarga yang tidak sadar merokok di dalam rumah," katanya saat menjadi pembicara seminar di Denpasar, Sabtu.

Pneumonia yang merupakan penyakit infeksi yang menyerang paru-paru, ucap dia, di Indonesia dan termasuk di Bali masih menjadi penyebab kematian balita nomor dua tertinggi setelah diare. Sedangkan jumlah anak usia 0-4 tahun di Tanah Air yang terpapar asap rokok mencapai 11,4 juta jiwa.

Oleh karena itu, pihaknya sangat berharap agar diterapkan prinsip 100 persen bebas asap rokok pada gedung-gedung dan area tertutup, dan khususnya lagi dalam rumah.

"Pemisahan antara ruang merokok dan tidak merokok pada beberapa gedung juga tidak efektif karena yang namanya asap rokok yang berbaur dengan udara pasti ada saja celah untuk masuk," ucapnya pada seminar yang bertajuk Inovasi Menuju Anak Bebas Pneumonia serangkaian menyambut Hari Kesehatan Nasional ke-50.

Suarjaya mengatakan di Bali memang sudah ada Perda Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Namun, di lapangan masih banyak yang melanggar ketentuan merokok pada berbagai fasilitas publik yang masuk dalam KTR.

"Kami sangat bergembira dengan peran Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang menggelar kegiatan seminar ini sebagai sebuah wadah untuk memberikan informasi dan penanganan terhadap penyakit pneumonia. Sekaligus menjadi momentum untuk mengevaluasi berbagai kegiatan yang sudah dilakukan para petugas kesehatan di berbagai jenjang dengan harapan nantinya dapat menekan serendah-rendahnya angka kesakitan dan kematian akibat pneumonia," ujarnya.

Sementara itu Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2ML) Kementerian Kesehatan dr Sigit Priohutomo MPH mengatakan sesungguhnya pneumonia pada balita dapat dicegah.

Hanya saja, menurut dia, masalahnya seringkali terjadi keterlambatan penanganan akibat masih adanya kesenjangan kemampuan antara tenaga kesehatan masyarakat dengan dokter spesialis anak.

"Harapan kami dengan kegiatan seperti ini yang nantinya dapat membangun sinergi semua pihak, maka angka kesakitan dan kematian akibat pneumonia bisa diturunkan," ujarnya.

Sigit menambahkan, faktor risiko pneumonia pada balita selain disebabkan karena polusi udara akibat paparan asap rokok di rumah, juga karena faktor lainnya seperti bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu (ASI) dengan cukup, bayi lahir dengan berat badan rendah, bayi tidak mendapatkan imunisasi, tinggal di lingkungan padat penduduk hingga perilaku keluarga yang tidak menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

"Kami sangat berharap upaya pencegahan pneumonia bisa mendapatkan dukungan penuh seluruh masyarakat karena pneumonia selain dapat menyebabkan kematian juga bisa memengaruhi kesehatan otak anak dan menimbulkan komplikasi berbagai penyakit," ucap Sigit.

Pada seminar yang dihadiri oleh para dokter spesialis anak, dokter umum, perawat, dan mahasiswa kesehatan dari berbagai rumah sakit di Bali itu juga menghadirkan pembicara lainnya beberapa dokter spesialis anak yakni Bambang Supriyatno, Ida Bagus Subanada, Nastiti Kaswandani, Wahyuni Indawati, Landia Setiawati SpA(K) dengan dipandu oleh dokter spesialis anak W Bikin Suryawan dan Putu Siadi Purniti. (WDY)

Pewarta: Oleh Ni Luh Rhismawati

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014