Jakarta (Antara Bali) - Pembuatan dodol Betawi yang biasanya menggunakan
kayu sebagai bahan bakar dalam pengolahan dodol, kini dimodifikasi
dengan menggunakan gas.
Hal ini merupakan ide dari Muhammad Rizal (35) yang telah empat tahun menggeluti usaha dodol betawi.
"Inisiatif saja, kalau cuma dagang saja tidak ada gregetnya, karena ini dodol betawi yang proses pembuatannya menggunakan kayu, makanya jarang ada yang menyajikan secara langsung, dari situlah timbul ide untuk bereksperimen menggunakan gas," kata Rizal ditemui Antaranews.com, Sabtu (13/9), dalam Festival Kuliner Betawi Modifikasi yang merupakan bagian dari acara Lebaran Betawi 2014.
Rizal mengaku ide tersebut juga berawal dari rasa cintanya terhadap lingkungan.
"Dodol betawi memerlukan bahan bakarnya kayu-kayu keras seperti pohon rambutan, pohon ditebang terus, lebih banyak yang ditebang dari pada yang ditanam, jika kita lihat kedepan, 50 puluh tahun lagi misalnya, apakah masih ada? Kalau tidak merubah bahan bakar mungkin anak cucu kita tidak bisa mencicipi rambutan," katanya.
Menurut Rizal waktu pembuatan dodol betawi yang berbahan dasar gula merah, kelapa, ketan, gula pasir dan garam tersebut lebih efisien. Dari delapan jam proses pembuatan dengan kayu bakar, saat beralih ke gas hanya memakan waktu empat jam.
"Tidak mudah begitu saja,saya menghabiskan waktu selama 6 bulan untuk bereksperimen. Akhirnya setelah 6 bulan saya mencoba tampil, dan sekarang, dodol betawi yang saya punya mau indoor ataupun outdoor saya siap," katanya.
Selain menyajikan dodol dengan beraneka varian diantaranya dodol ketan hitam, dodol original, dodol durian, dodol original wijen dan dodol ketan hitam wijen, pemilik usaha "Inti Rasa" ini juga mengatakan masih ingin berinovasi dengan dodol.
"Jika yang lain ada selai stroberi, sebenarnya dodol juga bisa dijadikan selai. Dodol muda atau Kole juga bisa dibuat selai karena masih 60 persen tingkat kematangannya jadi teksturnya masih lengket," kata Rizal.
Rizal mengaku tidak khawatir akan adanya saingan. Ia justru lebih memilih untuk meningkatkan kualitas dodolnya.
"Kalau demi kebaikan kenapa tidak, saya justru berharap produsen dodol yang lain dapat meniru inovasi saya," katanya.
"Semoga nama dodol betawi lebih bisa diekspos dan lebih maju. Dodol Betawi bisa setaraf dengan kerak telor yang menjadi ikon kuliner Betawi," tambahnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Hal ini merupakan ide dari Muhammad Rizal (35) yang telah empat tahun menggeluti usaha dodol betawi.
"Inisiatif saja, kalau cuma dagang saja tidak ada gregetnya, karena ini dodol betawi yang proses pembuatannya menggunakan kayu, makanya jarang ada yang menyajikan secara langsung, dari situlah timbul ide untuk bereksperimen menggunakan gas," kata Rizal ditemui Antaranews.com, Sabtu (13/9), dalam Festival Kuliner Betawi Modifikasi yang merupakan bagian dari acara Lebaran Betawi 2014.
Rizal mengaku ide tersebut juga berawal dari rasa cintanya terhadap lingkungan.
"Dodol betawi memerlukan bahan bakarnya kayu-kayu keras seperti pohon rambutan, pohon ditebang terus, lebih banyak yang ditebang dari pada yang ditanam, jika kita lihat kedepan, 50 puluh tahun lagi misalnya, apakah masih ada? Kalau tidak merubah bahan bakar mungkin anak cucu kita tidak bisa mencicipi rambutan," katanya.
Menurut Rizal waktu pembuatan dodol betawi yang berbahan dasar gula merah, kelapa, ketan, gula pasir dan garam tersebut lebih efisien. Dari delapan jam proses pembuatan dengan kayu bakar, saat beralih ke gas hanya memakan waktu empat jam.
"Tidak mudah begitu saja,saya menghabiskan waktu selama 6 bulan untuk bereksperimen. Akhirnya setelah 6 bulan saya mencoba tampil, dan sekarang, dodol betawi yang saya punya mau indoor ataupun outdoor saya siap," katanya.
Selain menyajikan dodol dengan beraneka varian diantaranya dodol ketan hitam, dodol original, dodol durian, dodol original wijen dan dodol ketan hitam wijen, pemilik usaha "Inti Rasa" ini juga mengatakan masih ingin berinovasi dengan dodol.
"Jika yang lain ada selai stroberi, sebenarnya dodol juga bisa dijadikan selai. Dodol muda atau Kole juga bisa dibuat selai karena masih 60 persen tingkat kematangannya jadi teksturnya masih lengket," kata Rizal.
Rizal mengaku tidak khawatir akan adanya saingan. Ia justru lebih memilih untuk meningkatkan kualitas dodolnya.
"Kalau demi kebaikan kenapa tidak, saya justru berharap produsen dodol yang lain dapat meniru inovasi saya," katanya.
"Semoga nama dodol betawi lebih bisa diekspos dan lebih maju. Dodol Betawi bisa setaraf dengan kerak telor yang menjadi ikon kuliner Betawi," tambahnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014