Denpasar (Antara Bali) - Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Direktorat Perkeretaapian Hanggoro Budi Wiryawan mengatakan pemerintah pusat masih menunggu nota kesepahaman dengan Pemprov Bali mengenai pembangunan jaringan kereta api wisata mengelilingi Pulau Dewata.

"Hingga saat ini pusat masih menunggu nota kesepahaman dari Pemrov Bali untuk menindaklanjuti pembangunan kereta api wisata keliling Bali," katanya di Denpasar, Selasa.

Selama belum ada nota kesepahaman, pemerintah pusat tidak bisa melakukan apa-apa. "Kita membutuhkan MoU untuk bertindak cepat merealisasikan pembangunan kerera api tersebut," katanya

Ia mengatakan Bali membutuhkan kereta api wisata. Alasannya, Bali adalah daerah tujuan wisata internasional yang semakin hari semakin padat.

Tentu saja, kemacetan sangat tidak diharapkan oleh daerah pariwisata seperti Bali, katanya.

Namun fakta menunjukkan, di beberapa titik di Bali, kemacetan sudah tidak bisa dihindari sekalipun itu hanya berlangsung secara insidental. Bahkan diprediksi dalam kurun waktu lima hingga 10 tahun lagi, Bali akan sangat berubah.

Alasan kedua, ujarnya, kereta api bisa mengangkut banyak orang sekali jalan, murah meriah, aman, serta hemat energi.

"Makanya kereta api wisata Bali perlu diperjuangkan secara serius. Karena sangat dibutuhkan untuk transportasi jangka panjang," ujarnya.

Dikatakan persoalan pembangunan perlu segera dikaji. Itu mewujudkan itu perlu ada MoU juga dengan Pemprov Bali.

Soal siapa yang akan membangun? Bisa swasta bisa juga pemerintah. Hal ini sangat tergantung pada studi kelayakan yang dilakukan.

"Bila menguntungkan, kita serahkan ke swasta. Namun bila secara ekonomi tidak menguntungkan untuk beberapa tahun awal, maka pemerintah harus mengambil alih, pemerintah harus masuk karena hal ini sudah menyangkut hajat hidup orang banyak," katanya.

Untung rugi itu urusan belakangan. Namun ia optimistis kereta api itu tidak mungkin tidak untung. Hanya, investasinya mahal dan dalam waktu yang sangat panjang.

Anggarannya pun tidak sampai Rp10 triliun. Paling mahal Rp5 hingga Rp7 triliun. Tantangan yang dihadapi adalah lahan dan kearifan lokal Bali.

"Terkait hal ini, kami pikir pak Gubernur Bali yang paling mengetahuinya. Makanya pusat masih menunggu MoU dari Bali," katanya. (WDY)

Pewarta: Oleh I Komang Suparta

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014