Jakarta (Antara Bali) - Ketua Bidang Hukum DPP PDI Perjuangan Trimedya
Panjaitan menengarai ada parpol yang khawatir kader partainya memimpin
DPR RI mendatang sehingga memaksakan mengubah UU No.27/2009 tentang MPR,
DPR, DPD, DPRD (MD3).
"Ada enam fraksi yang mendukung capres lain memaksakan mengubah pasal dalam UU MD3 dan membuat paket pimpinan DPR maupun paket pimpinan komisi serta alat kelengkapan dewan," kata Trimedya di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.
Trimedya menjelaskan, dengan memaksakan pasal tersebut tujuannya agar PDI Perjuangan kalah suara di DPR RI dan tidak menduduki jabatan apapun, baik pimpinan DPR, maupun pimpinan komisi dan alat kelengkapan dewan lainnya.
Pemaksaan yang dilakukan enam fraksi di DPR, kata dia, bukan merupakan sikap negarawan tapi tirani masyoritas.
"Meraka memaksakan diri karena merasa jumlahnya lebih banyak dan kalau dilakukan voting akan menang," katanya.
Anggota Komisi III DPR RI ini menjelaskan, semangat dari UU MD3 sesungguhnya adalah penegakan demokrasi, bukan karena mayoritas.
Dia menegaskan, di negara-negara lain di dunia, ketua DPR RI berasal dari partai pemenang pemilu.
"Pada pemilu legislatif 2009, PDI Perjuangan menghargai partai pemenang pemilu untuk menjadi ketua DPR. Saat ini, partai lain juga harus menghargai PDI Perjuangan sebagai partai pemenang pemilu," katanya.
Pada pembahasan tahap akhir revisi UU MD3, kata Trimedya, PDI Perjuangan terpaksa menyetujui karena kalah jumlah suara.
Namun, PDI Perjuangan akan segera mengajukan gugatan uji materi UU MPD3 yang baru direvisi kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami berharap, MK memiliki sikap konsisten untuk mengabulkan gugatan uji materi itu," katanya.
Enam fraksi yang dinilai memaksakan perubahan UU tersebut adalah Golkar, Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan Gerindra. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Ada enam fraksi yang mendukung capres lain memaksakan mengubah pasal dalam UU MD3 dan membuat paket pimpinan DPR maupun paket pimpinan komisi serta alat kelengkapan dewan," kata Trimedya di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.
Trimedya menjelaskan, dengan memaksakan pasal tersebut tujuannya agar PDI Perjuangan kalah suara di DPR RI dan tidak menduduki jabatan apapun, baik pimpinan DPR, maupun pimpinan komisi dan alat kelengkapan dewan lainnya.
Pemaksaan yang dilakukan enam fraksi di DPR, kata dia, bukan merupakan sikap negarawan tapi tirani masyoritas.
"Meraka memaksakan diri karena merasa jumlahnya lebih banyak dan kalau dilakukan voting akan menang," katanya.
Anggota Komisi III DPR RI ini menjelaskan, semangat dari UU MD3 sesungguhnya adalah penegakan demokrasi, bukan karena mayoritas.
Dia menegaskan, di negara-negara lain di dunia, ketua DPR RI berasal dari partai pemenang pemilu.
"Pada pemilu legislatif 2009, PDI Perjuangan menghargai partai pemenang pemilu untuk menjadi ketua DPR. Saat ini, partai lain juga harus menghargai PDI Perjuangan sebagai partai pemenang pemilu," katanya.
Pada pembahasan tahap akhir revisi UU MD3, kata Trimedya, PDI Perjuangan terpaksa menyetujui karena kalah jumlah suara.
Namun, PDI Perjuangan akan segera mengajukan gugatan uji materi UU MPD3 yang baru direvisi kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami berharap, MK memiliki sikap konsisten untuk mengabulkan gugatan uji materi itu," katanya.
Enam fraksi yang dinilai memaksakan perubahan UU tersebut adalah Golkar, Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan Gerindra. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014