Denpasar (Antara Bali) - Berkunjung ke Pantai Sanur, Bali yang pasti akan menemukan "jukung" atau perahu kecil, yaitu instrumen nelayan dalam mencari ikan yang telah memiliki sejarah dan peran  sangat berarti bagi kepopuleran Desa wisata Sanur.

"Jukung" bukan lagi sekadar alat transportasi dan alat mencari ikan nelayan Sanur, namun lebih dari itu "jukung" adalah ikon pantai Sanur.

Pantai Sanur sama halnya seperti pantai lainnya yang ada di Pulau Dewata. Pantai ini terletak di Desa Sanur tempat yang menjadi pertemuan antara air tawar dan air laut, artinya Desa Sanur adalah desa yang memiliki peradaban dari masyarakat petani dan pesisir. Sehingga  tempat peradaban itu juga memiliki identitas masyarakat petani dan nelayan.

Sebagai desa pantai, Sanur telah menjadi tempat catatan sejarah penting bagi Bali. Pada Tanggal 27 Mei 1904 perahu dagang Sri Komala berbendera Belanda yang berlayar dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan mengangkut barang pedagang China Kwee Tek Tjiang kandas dan terdampar.     

Selanjutnya 14 September 1906 Belanda mendarat di Pantai Sanur, dan menjadikan tempat ini sebagai pusat pertahanan menyerang wilayah Kesiman, Kota Denpasar yang merupakan benteng pertahanan Kerajaan Badung dan selanjutnya menyulutkan terjadinya perang Puputan, yakni perang hingga tetes penghabisan.

Kini Pantai Sanur dikenal sebagai pantai indah dengan lansekap panorama antara Gunung Agung dan Pulau Nusa Penida. Sebagai tempat yang menghantarkan masyarakat umum dan wisatawan untuk berkunjung ke Pulau Nusa penida dan Lembongan.

Pantai Sanur adalah pabean penting yang masih eksis dari zaman penjajahan sampai saat kini. Pantai dengan keindahannya menawarkan beragam aktivitas bagi warganya serta masyarakat luas yang berkunjung ke sana. 

Salah satu aktivitas warga yang terhimpun dalam perkumpulan atau Sekaa adalah Sekaa Jukung. Sekaa ini memberikan citra akan kehidupan masyarakat nelayan.

"Jukung" hadir sebagai identitas penegas bahwa masyarakat nelayan masih eksis meski Sanur telah berubah menjadi desa tujuan wisata di Bali yang memberikan devisa bagi dearah dan negara di sektor pariwisata.

   
Transportasi wisatawan

Menurut keberadaannya Jukung di Sanur sebagai sarana untuk melaut dalam mencari ikan juga sebagai alat transportasi bagi wisatawan domestik maupun mancanegara untuk menikmati panorama pantai dari tepian laut.

Sebagai sarana untuk melaut, setiap hari jika ombak dan angin mendukung nelayan-nelayan Sanur melaut dalam radius jangkauan yang tidak jauh dari garis pantai.

Nelayan biasanya mengail serta menjaring ikan. Setiap hari jika musim ikan, maka ikan-ikan segar tangkapan nelayan akan memenuhi kebutuhan warung dan restoran di sepanjang Pantai Sanur maupun daerah Sanur lainnya.

Sedangkan bagi keperluan jasa pariwisata Jukung telah beralih fungsi mengantarkan wisatawan, baik nusantara maupun asing untuk berpetualang melihat Sanur dari sudut panoramik yang sangat luas tanpa sekat pandangan mata.

   
Daya tarik
   
Bila dilihat desainnya jukung memiliki bentuk yang unik dengan ornamen serta warna pendukung memberikan citra bahwa jukung sangat kaya nilai estetika seninya.

Pada bagian kontrukasi jukung memiliki desain mengacu kepada Gajah Mina, yaitu ikan raksasa yang dikenal dalam dunia pewayangan Bali.     

Warna-warni cat dengan warna kuat menjadikan dialog warna atas birunya air laut. Pesona ini akan semakin nampak bila jukung yang dilengkapi dua kantik di sebelah kanan dan kirinya telah menyentuh air laut memecah kesunyian ombak yang digerakkan atas tiupan angin ke layar jukung.

Jukung-jukung yang ada di Sanur kebanyakan dibuat dari pohon kayu belalu atau suar, sedangkan peralatannya sangat lazim dipakai kayu camplung dan waru, dikerjakan oleh seorang undagi dan dibantu oleh sekaa jukung yang ada.

Jukung-jukung yang dibuat dapat mengangkut dua sampai tiga orang. Seluruh proses pengerjan mulai pemilihan bahan, penyiapan, pengerjaan sampai siap mengarungi laut dilakukan dengan ritual berlandasakan kepada konsep Hindu sebagai petunjuk dan rasa syukur kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Maha Kuasa.

   
Tak lekang 
   
Sejak berkembangnya pariwisata di Bali dan Sanur menjadi destinasi utama, desa ini telah berbenah diri seiring tuntutan dunia pariwisata. Hotel-hotel, bungalo, "home stay" serta vila-vila bermunculan seiring ritmik tuntutan itu.

Areal melaut nelayan bukan dilihat sebagai aktivitas mencari ikan, namun dikemas menjadi penunjang sarana pariwisata laut yang berdampingan dengan olahraga air, seperti surfing, wind surfing, kite surfing, parasailing, kano, wisata bawah air serta cruise yang mengantarkan para pelancong menuju Pulau Nusa Penida dan Lembongan.

Jukung bukan beralih fungsi, tapi berkembang fungsinya dan semakin memberikan nilai tambah bagi nelayan yang secara turun temurun menjadikan pantai sebagai areal sumber hidupnya.

Jukung hadir bukan sebagai pelengkap pariwisata, jukung sebagai identitas Desa Sanur yang tak lekang oleh perkembangan zaman.

   
Festival Sanur
  
Pada Sanur Village Festival (SVF) ke-5 yang akan digelar 4-8 Agustus 2010, jukung terus diangkat sebagai program agenda SVF, kata Ketua SVF Ida Bagus Sidharta Putra.   

Dikatakan, SVF adalah sebagai penghargaan atas "The New Spirit of Heritage" (peradaban peninggalan budaya), dimana jukung adalah bagian penting dan merupakan identitas dari budaya Sanur.

Sidharta Putra menjelaskan bahwa para pengunjung SVF dapat menikmati serta merasakan keindahan pantai dalam tangkapan visual panoramik tanpa batas, dan jukung akan membawa tantangan perjalanan susur pantai sambil merasakan eksotisme jukung dan Sanur pada zamannya.

Menurut Gusde sapaan akrab Sidharta Putra, dalam kegiatan SVF 2010 akan digelar parade jukung dan "jukung race".

Sedangkan mengenai teknis pelaksanaan I Wayan Jelantik menjelaskan, untuk parade jukung akan diikuti oleh semua nelayan Desa Sanur dengan menghias jukung yang akan diikutkan parade.

Jukung seolah seperti gadis cantik yang bersolek, di sinilah pengunjung akan mendapatkan pengalaman perayaan kegembiraan bersama nelayan atau bendega Sanur.

Hiasan janur dan pernak-perniknya serta ditambah balutan busana adat bagi nelayan yang menumpanginya menjadikan bidikan menarik bagi pengunjung yang membawa kamera untuk mengabadikannya.

Sedangkan untuk jukung race, Wayan Jelantik mengatakan, bahwa jukung-jukung yang ikut kompetisi akan menempuh jarak kurang lebih 18 sampai 20 kilometer, yang mengambil "start" dari Pantai Segara menuju tengah laut memutar dan kembali ke "finish point" di Pantai Segara.         

Kecepatan dan minimnya pelanggaran selama kompetisi akan menjadi pertimbangan menghitung nilai peserta untuk memenangi kompetisi ini.

Perayaan akan kehidupan nelayan, kebersamaan, keindahan panoramik alam pesisir pantai serta historikal jukung menjadi penegasan bahwa SVF hadir bersama masyarakat dalam merayakan semangat baru dari peradaban peninggalan budaya.(I Komang Suparta) (*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010