Denpasar (Antara Bali) - Petugas Kantor Badan Pertanahan Wilayah Bali Nyoman Winarta memberi keterangan yang membingungkan dalam sidang pungutan liar Program Nasional Agraria (Prona) senilai Rp265 juta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Jumat.

"Prona tersebut tidak gratis," katanya dalam sidang pungli Prona dengan terdakwa Putu Wibawa saat masih menjabat Kepala Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, itu.

Mendengar pernyataan itu, Husein Putra selaku penasihat hukum terdakwa langsung bertanya kepada saksi, "Mengapa masyarakat membayar pungutan Prona, lalu kepala desanya dibawa ke pengadilan? Kenapa ini bisa terjadi?".

Lalu Winarta yang dihadirkan ke persidangan sebagai saksi ahli meralat pernyataa sebelumnya untuk kemudian diluruskan bahwa Prona tersebut murah karena disubsidi oleh pemerintah.

Penasihat lalu bertanya lagi, "Jika murah berapa anggaran pastinya? Pasti ada perbandingan, misalnya dari Rp100 ribu menjadi Rp10 ribu."

Setelah itu, Ketua Majelis Hakim Made Suweda menyela di antara penasihat hukum dan saksi. "Jika anda menyebut itu disubsidi, berarti murah. Namun masyarakat tetap harus mengeluarkan uang," katanya.

Namun saksi terdiam dan sama sekali tidak memberikan tanggapan, meskipun sangat mengetahui prosedur permohonan Prona.

Dalam kasus itu, terdakwa Putu Wibawa didakwa melanggar Pasal 12 huruf e Ayat18 jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP subsider Pasal 11 KUHP dengan ancaman hukuman minimal empat tahun penjara.

BPN Kabupaten Buleleng pada 2008 menyiapkan dana senilai Rp310 juta untuk penerbitan 1.000 eksemplar sertifikat tanah. (M038)

Pewarta: Oleh I Made Argawa

Editor : M. Irfan Ilmie


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014