Pekanbaru (Antara Bali) - Organisasi pemerhati satwa dan lingkungan WWF menyayangkan relokasi gajah Sumatera liar di Provinsi Riau yang berujung pada kematian satwa, karena membuktikan pemindahkan satwa dengan paksa dari habitat asli menimbulkan masalah baru kalau tidak direncanakan dengan matang.

"Saat kami mendengar pada awal Desember 2013 bahwa akan ada relokasi gajah, kami sudah mendorong Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau untuk tidak melakukan penangkapan itu karena bukanlah solusi untuk penanganan konflik," ujar Humas WWF Program Riau, Syamsidar, kepada Antara di Pekanbaru, Kamis.

Namun, BBKSDA Riau akhirnya tetap melakukan relokasi gajah liar dari Kabupaten Rokan Hulu ke Pusat Konservasi Gajah (PKG) Riau di Minas, Kabupaten Siak. Seekor gajah betina yang direlokasi ternyata dalam kondisi kritis sejak tiba di PKG Minas pada 30 Desember, dan akhirnya mati pada 1 Januari lalu.

Menurut Syamsidar, kasus kematian gajah Sumatera (elephas maximus sumatranus) liar akibat relokasi seperti mengulang kejadian pada 2006. Saat itu BBKSDA Riau merelokasi 10 ekor gajah dari Suaka Margasatwa Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, karena berkonflik dengan manusia.

Perencanaan yang belum matang dan penanganan satwa yang kurang maksimal, lanjut Syamsidar, justru membuat satwa bongsor itu tersisa dan mengakibatkan dua ekor diantaranya mati setelah relokasi.

"Relokasi hanya jadi masalah baru, menimbulkan konflik di lokasi baru dan juga mengakibatkan kematian," tegasnya.

Karena itu, ia mengatakan WWF meminta kepada BBKSDA Riau untuk menghentikan rencana relokasi gajah dari Rokan Hulu. Meski Syamsidar mengakui bahwa habitat gajah di daerah itu makin sempit karena perubahan fungsi menjadi kebun kelapa sawit, hutan tanaman industri dan permukiman.

"Penangananan konflik yang harus ditangkatkan dengan melibatkan masyarakat juga. Ketika kita gunakan lahan yang sama dengan habitat gajah, seharusnya kita yang mengelola agar jangan terjadi konflik disana," katanya.

Menurut catatan WWF, Rokan Hulu sebelumnya memiliki dua kantong gajah di daerah Mahato dan Koto Tengah. Namun, alih fungsi lahan membuat kondisi habitat asli gajah rusak yang berujung pada konflik.

Kepala PKG Minas, Azwar Habidina kepada Antara, mengatakan gajah berkelamin betina yang diperkirakan berumur 20 tahun itu mati pada Rabu (1/1) sekitar pukul 19.35 WIB. Menurut dia, dugaan sementara gajah pernah sakit parah dan kondisi badannya termasuk mengalami obesitas.

"Kemudian diperparah dengan evakuasi yang memang menggunakan bius karena kinerja organ pasti melambat," ujarnya.

Dalam kondisi normal, lanjutnya, bius terhadap satwa biasanya hanya bertahan 15 jam tapi gajah itu kondisinya lebih parah. Pihak PKG sempat terpaksa memberi minum terhadap gajah dengan menyiramnya, dan memasangkan infus.

"Ini juga akan menjadi evaluasi bagi kementerian dan pemerintah daerah bahwa evakuasi juga beresiko karena awalnya ingin menyelamatkan tapi malah memperparah kondisi gajah yang berakibat pada kematian," katanya.

Kepala BBKSDA Riau Kemal Amas sempat mengatakan relokasi Gajah Sumatera liar dari Kabupaten Rokan Hulu ke PKG di Kabupaten Siak atas permintaan Bupati Rokan Hulu Achmad.

"Ada empat gajah sesuai permintaan Bupati Rohul," kata Kemal.

Kematian gajah di PKG Riau merupakan yang pertama pada 2014. Sedangkan pada 2013 berdasarkan catatan WWF ada 14 ekor yang mati karena konflik dengan manusia.

Populasi gajah Sumatera di Riau diperkirakan mencapai 300-320 ekor, yang membuatnya masuk katogeri terancam punah. (WRA)

Pewarta: Oleh FB Anggoro

Editor : I Gede Wira Suryantala


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014