Denpasar (Antara Bali) - Pengamat ekonomi Bali Gede Sudibia memandang perlu Indonesia lebih memperhatikan ketahanan pangan dalam negeri jika ingin meningkatkan posisi daya tawar dengan negara lain di dunia.

"Jika kebutuhan bahan pangan dalam negeri saja masih impor, sulit meningkatkan posisi daya tawar," kata Gede Sudibia yang juga konsultan manajemen ekonomi di Denpasar, Minggu.

Mengomentari situasi tegang hubungan diplomatik Indonesia-Australia akibat dipicu penyadapan telepon Presiden SBY oleh intelijen Negeri Kangguru, dia mengatakan bahwa Indonesia oleh Australia selama ini hanya dijadikan sebagai pasar penjualan produk mereka.

Produk tersebut, antara lain menyangkut bahan pangan karena Indonesia mengimpor sapi dari Australia dan kebutuhan bahan pangan lainnya.

"Kondisi Indonesia itu jauh berbeda dengan China yang kondisi ekonominya sudah mapan meskipun mengimpor bahan pangan tetap mempunyai daya tawar diplomatik yang tinggi," ujar Gede Sudibia.

Menurut dia, Indonesia posisi tawar diplomatiknya lemah sehingga dalam menghadapi situasi tegang hubungan diplomatik Indonesia-Australia perlu menahan diri untuk kepentingan jangka panjang.

Upaya itu disertai dengan kemampuan pejabat Kementerian Luar Negeri Indonesia untuk melakukan pendekatan lebih intensif guna cairnya kembali hubungan diplomatik kedua negara.

Menyinggung tentang pariwisata Bali, dia mengatakan bahwa Australia memasok wisatawan paling banyak daripada negara lainnya di dunia.

Oleh karena itu, Gede Sudibia mengharapkan pemerintah Indonesia tidak memutuskan hubungan diplomatik dengan Australia.

Pemerintah Indonesia hendaknya mampu melakukan pendekatan, memperkuat posisi ekonomi, dan meningkatkan posisi tawar dengan Australia.

"Indonesia pada pemerintahan Orde Baru mempunyai posisi tawar yang kuat pada gerakan negara-negara nonblok dan kondisi demikian diharapkan bisa diraih kembali," harap Gede Sudibia. (WRA)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gede Wira Suryantala


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013