Denpasar (Antara Bali) - Sejumlah aktivis lingkungan menuntut Dinas Kehutanan Provinsi Bali segera menyerahkan data salinan informasi terkait pemberian izin pengusahaan pariwisata alam Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai.

"Kami menilai Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali sengaja menutup-nutupi informasi tersebut dan tidak ada niatan baik untuk menjalankan amanat UU No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik," kata Adi Sumiarta, perwakilan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali, di Denpasar, Rabu.

Pernyataan tuntutan keterbukaan informasi terkait izin pengusahaan pariwisata alam Tahura Ngurah Rai, Denpasar, yang telah diberikan Pemprov Bali kepada PT Tirta Rahmat Bahari seluas 102,22 hektare itu disampaikan oleh aktivis dari Sloka Insitute, Frontier Bali, Kekal Bali, dan Walhi Bali.

"Padahal melalui putusan sidang ajudikasi non-litigasi di Komisi Informasi No 19/01.05/AP-MK/KI BALI/IV/2013, Dinas Kehutanan diwajibkan untuk memberikan semua salinan informasi terkait dengan keluarnya putusan Gubernur Bali tentang izin itu, kecuali informasi referensi bank, rencana anggaran biaya dan peta desain," ucapnya.

Adapun salinan informasi yang belum diberikan sampai saat ini meliputi peta tapal batas areal usaha penyediaan sarana wisata alam atas nama PT Tirta Rahmat Bahari dan buku ketiga tentang rencana desain fisik sarana tersebut.

Selain itu pada 6 Mei 2013, Walhi Bali kembali mengirim surat permohonan salinan informasi publik kepada Kadishut Bali IGN Wiryanatha tentang evaluasi untuk penyempurnaan pengelolaan Tahura Ngurah Rai pada 2012 beserta lampirannya. Namun setelah ditunggu 10 hari kerja sama sekali tidak ada tanggapan.

"Kami Walhi Bali masih mendiskusikan untuk melakukan laporan pidana karena dengan sengaja Dishut Bali menutupi informasi. Selain itu, kami akan melaporkan Dishut ke Ombudsman," ujar Adi.

Sementara itu Pande Nyoman Taman Bali dari Frontier Bali mengatakan setiap orang berhak melihat, mengetahui, dan mendapatkan salinan informasi seperti yang dicantumkan di UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Agus Sumberdana dari Sloka Institute berpandangan dengan berkaca dari kasus yang dialami Walhi Bali, mengindikasikan penerapan UU KIP di Provinsi Bali masih sangat jauh dari baik. Apalagi sampai sekarang belum ditunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).

"Khusus untuk Pemprov Bali masih kalah langkah dengan beberapa pemerintah kabupaten seperti Bangli, Denpasar, Tabanan, Jembrana dan Karangasem dalam pembentukan PPID," ucap Agus.

Para aktivis juga menuntut Pemprov Bali segera menunjuk PPID dan mengelompokkan informasi serta memberikan pelayanan informasi sesuai dengan amanat UU KIP, PP No 61 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan UU KIP, dan Permendagri No 53 Tahun 2010 untuk menjamin keterbukaan infomasi di Bali. (LHS)

Pewarta: Oleh Ni Luh Rhismawati

Editor : Ni Luh Rhismawati


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013