Kementerian Perdagangan (Kemendag) ekspor produk aluminium ekstrusi Indonesia ke Negeri Paman Sam berpeluang meningkat kembali setelah Otoritas Penyelidik Amerika Serikat (AS) memutuskan hasil penyelidikan bea masuk antidumping (BMAD) dan antisubsidi (countervailing duty/CVD) dengan tanpa pengenaan BMAD dan CVD.
Hasil penyelidikan BMAD dan CVD berlaku untuk negara-negara tertuduh, termasuk Indonesia, menjadi keputusan United States of International Trade Commission (USITC) pada Rabu, (30/10).
Menteri Perdagangan RI Budi Santoso mengatakan, keputusan ini menjadi kabar baik bagi ekspor produk manufaktur Indonesia ke AS.
"Keputusan ini menjadi berkah bagi industri manufaktur Indonesia. Dihentikannya penyelidikan BMAD dan CVD ini juga memastikan pasar ekspor tradisional, khususnya AS sebagai mitra strategis Indonesia, tetap terjaga," ujar Budi melalui keterangan di Jakarta, Jumat.
Dalam keterangan USITC disebutkan, Pemerintah AS tidak mengenakan tindakan antidumping dan antisubsidi atas impor aluminium ekstrusi dari seluruh negara subjek penyelidikan. Indonesia juga dinilai tidak menyebabkan kerugian material bagi industri dalam negeri AS.
Hasil ini dikeluarkan setelah komisioner dari USITC bersidang dan mengambil keputusan melalui mekanisme suara terbanyak (voting).
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag RI Isy Karim menambahkan, kabar baik ini merupakan hasil kerja keras semua pemangku kepentingan di Indonesia.
"Hasil tersebut juga menunjukkan komitmen Pemerintah Indonesia dalam menjaga akses pasar ekspor dan daya saing aluminium ekstrusi Indonesia di pasar AS," kata Isy.
Sementara itu, Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag RI Natan Kambuno menerangkan, selama masa penyelidikan, Direktorat Pengamanan Perdagangan Kemendag secara proaktif mengupayakan pembelaan terhadap eksportir Indonesia yang tertuduh.
Untuk melakukan hal tersebut, Kemendag RI bersinergi dengan perwakilan dari kementerian dan lembaga terkait serta eksportir tertuduh.
"Salah satu upaya penting yang dilakukan adalah bersinergi membuat pembelaan tertulis serta
pertemuan dengan penyelidik AS yang datang ke Indonesia untuk proses verifikasi," ujar Natan.
Natan menambahkan, pada periode Januari–Agustus 2024, ekspor aluminium ekstrusi Indonesia ke AS tercatat sebesar 41 juta dolar AS. Nilai ekspor tersebut turun drastis dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya yang sempat menyentuh 79,5 juta dolar AS.
"Penyelidikan antidumping dan antisubsidi AS telah menekan laju ekspor aluminium ekstrusi Indonesia ke AS. Kami harap, keputusan USITC ini dapat memulihkan kinerja ekspor aluminium ekstrusi Indonesia ke pasar AS di masa depan," kata Natan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam lima tahun terakhir (2019–2023), ekspor produk aluminium ekstrusi Indonesia ke Amerika Serikat dengan kode HS 7601, 7604, 7608, 7609, dan 7610 terus menunjukkan peningkatan. Pada 2023, ekspor produk tersebut mencapai 102 juta dolar AS, sedangkan pada 2019 hanya tercatat 75 juta dolar AS.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024
Hasil penyelidikan BMAD dan CVD berlaku untuk negara-negara tertuduh, termasuk Indonesia, menjadi keputusan United States of International Trade Commission (USITC) pada Rabu, (30/10).
Menteri Perdagangan RI Budi Santoso mengatakan, keputusan ini menjadi kabar baik bagi ekspor produk manufaktur Indonesia ke AS.
"Keputusan ini menjadi berkah bagi industri manufaktur Indonesia. Dihentikannya penyelidikan BMAD dan CVD ini juga memastikan pasar ekspor tradisional, khususnya AS sebagai mitra strategis Indonesia, tetap terjaga," ujar Budi melalui keterangan di Jakarta, Jumat.
Dalam keterangan USITC disebutkan, Pemerintah AS tidak mengenakan tindakan antidumping dan antisubsidi atas impor aluminium ekstrusi dari seluruh negara subjek penyelidikan. Indonesia juga dinilai tidak menyebabkan kerugian material bagi industri dalam negeri AS.
Hasil ini dikeluarkan setelah komisioner dari USITC bersidang dan mengambil keputusan melalui mekanisme suara terbanyak (voting).
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag RI Isy Karim menambahkan, kabar baik ini merupakan hasil kerja keras semua pemangku kepentingan di Indonesia.
"Hasil tersebut juga menunjukkan komitmen Pemerintah Indonesia dalam menjaga akses pasar ekspor dan daya saing aluminium ekstrusi Indonesia di pasar AS," kata Isy.
Sementara itu, Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag RI Natan Kambuno menerangkan, selama masa penyelidikan, Direktorat Pengamanan Perdagangan Kemendag secara proaktif mengupayakan pembelaan terhadap eksportir Indonesia yang tertuduh.
Untuk melakukan hal tersebut, Kemendag RI bersinergi dengan perwakilan dari kementerian dan lembaga terkait serta eksportir tertuduh.
"Salah satu upaya penting yang dilakukan adalah bersinergi membuat pembelaan tertulis serta
pertemuan dengan penyelidik AS yang datang ke Indonesia untuk proses verifikasi," ujar Natan.
Natan menambahkan, pada periode Januari–Agustus 2024, ekspor aluminium ekstrusi Indonesia ke AS tercatat sebesar 41 juta dolar AS. Nilai ekspor tersebut turun drastis dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya yang sempat menyentuh 79,5 juta dolar AS.
"Penyelidikan antidumping dan antisubsidi AS telah menekan laju ekspor aluminium ekstrusi Indonesia ke AS. Kami harap, keputusan USITC ini dapat memulihkan kinerja ekspor aluminium ekstrusi Indonesia ke pasar AS di masa depan," kata Natan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam lima tahun terakhir (2019–2023), ekspor produk aluminium ekstrusi Indonesia ke Amerika Serikat dengan kode HS 7601, 7604, 7608, 7609, dan 7610 terus menunjukkan peningkatan. Pada 2023, ekspor produk tersebut mencapai 102 juta dolar AS, sedangkan pada 2019 hanya tercatat 75 juta dolar AS.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024