Denpasar (Antara Bali) - Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Gde Pitana mengatakan tenaga kerja yang bersertifikasi, khususnya di sektor pariwisata masih rendah.
"Tenaga kerja kita masih rendah yang ikut serta sertifikasi. Padahal sertifikasi itu penting sebagai upaya meningkatkan profesionalisme dalam ketenagakerjaan Indonesia," kata Pitana di Nusa Dua, Bali, Senin.
Ia mengatakan dari data yang dihimpun Kemenparekraf untuk sertifikasi tenaga kerja sekitar 2,5 persen dari jumlah tenaga kerja yang ada di Tanah Air.
"Dengan persentase keikutsertaan sertifikasi sebanyak itu menunjukkan masih sangat rendah di banding negara-negara yang lain di Asia," katanya.
Pitana mengatakan untuk sertifikasi tenaga kerja pariwisata yang telah dilakukan tahun lalu mencapai 21.500 orang. Tetapi di tahun ini akan menyasar sekitar 11.500 orang.
"Tahun 2013 juga diselenggarakan sertifikasi tenaga kerja oleh pemerintah. Namun ke depannya diharapkan program sertifikasi dilakukan secara mandiri. Artinya pihak swasta akan menyelenggarankan dengan sendirinya," ucap mantan Kepala Dinas Pariwisata Bali itu.
Ia mengatakan rendahnya yang ikutserta dalam sertifikasi karena belum dirasakan oleh para tenaga kerja itu sendiri, padahal UU Ketenagakerjaan sudah mewajibkan setiap tenaga kerja mengikuti program tersebut dalam upaya meningkatkan kinerja dan kualitas tenaga kerja itu.
"Para tenaga kerja belum ada efek jika mereka ikutserta sertifikasi, artinya selama ini belum ada pengaruh dengan kenaikan upah atau gaji yang didapatkan. Beda dengan guru dan dosen, jika telah mengantongi sertifikat sertifikasi guru/dosen, maka gaji atau pendapatannya juga meningkat sesuai dengan jenjang golongan," ujarnya.
Tetapi ke depannya, kata dia, semua tenaga kerja wajib memiliki lulus sertifikasi sebagai tambahan dalam persyaratan melamar pekerjaan, atau tenaga kerja yang telah bekerja pada perusahaan bersangkutan.
"Semua ini adalah perintah dari UU Ketenagakerjaan. Disamping itu dalam menghadapi persaingan global dalam tenaga kerja pada tahun 2015, mau tidak mau tenaga kerja harus memiliki sertifikasi tersebut," kata Pitana.
Menyinggung kendala yang dihadapi dalam sertifikasi tersebut, kata Pitana, masih banyak dihadapi antara lain kesadaran atau enggan mengikuti sertifikasi, karena mereka menilai tidak ada pengaruhnya dalam perusahaan.
"Para tenaga kerja enggan untuk mengikuti sertifikasi karena tidak dirasakan manfaatnya secara signifikan saat ini," katanya.
Walau demikian, kata dia, pemerintah akan terus mendorong agar tenaga kerja, khususnya di bidang pariwisata untuk mengikuti sertifikasi, sehingga dari kemampuan memiliki standar.
"Agar mampu bersaing dalam sektor pariwisata dunia, khususnya tenaga kerja. mau tak mau tenaga kerja harus mengikuti sertifikasi tersebut," kata Pitana menegaskan. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Tenaga kerja kita masih rendah yang ikut serta sertifikasi. Padahal sertifikasi itu penting sebagai upaya meningkatkan profesionalisme dalam ketenagakerjaan Indonesia," kata Pitana di Nusa Dua, Bali, Senin.
Ia mengatakan dari data yang dihimpun Kemenparekraf untuk sertifikasi tenaga kerja sekitar 2,5 persen dari jumlah tenaga kerja yang ada di Tanah Air.
"Dengan persentase keikutsertaan sertifikasi sebanyak itu menunjukkan masih sangat rendah di banding negara-negara yang lain di Asia," katanya.
Pitana mengatakan untuk sertifikasi tenaga kerja pariwisata yang telah dilakukan tahun lalu mencapai 21.500 orang. Tetapi di tahun ini akan menyasar sekitar 11.500 orang.
"Tahun 2013 juga diselenggarakan sertifikasi tenaga kerja oleh pemerintah. Namun ke depannya diharapkan program sertifikasi dilakukan secara mandiri. Artinya pihak swasta akan menyelenggarankan dengan sendirinya," ucap mantan Kepala Dinas Pariwisata Bali itu.
Ia mengatakan rendahnya yang ikutserta dalam sertifikasi karena belum dirasakan oleh para tenaga kerja itu sendiri, padahal UU Ketenagakerjaan sudah mewajibkan setiap tenaga kerja mengikuti program tersebut dalam upaya meningkatkan kinerja dan kualitas tenaga kerja itu.
"Para tenaga kerja belum ada efek jika mereka ikutserta sertifikasi, artinya selama ini belum ada pengaruh dengan kenaikan upah atau gaji yang didapatkan. Beda dengan guru dan dosen, jika telah mengantongi sertifikat sertifikasi guru/dosen, maka gaji atau pendapatannya juga meningkat sesuai dengan jenjang golongan," ujarnya.
Tetapi ke depannya, kata dia, semua tenaga kerja wajib memiliki lulus sertifikasi sebagai tambahan dalam persyaratan melamar pekerjaan, atau tenaga kerja yang telah bekerja pada perusahaan bersangkutan.
"Semua ini adalah perintah dari UU Ketenagakerjaan. Disamping itu dalam menghadapi persaingan global dalam tenaga kerja pada tahun 2015, mau tidak mau tenaga kerja harus memiliki sertifikasi tersebut," kata Pitana.
Menyinggung kendala yang dihadapi dalam sertifikasi tersebut, kata Pitana, masih banyak dihadapi antara lain kesadaran atau enggan mengikuti sertifikasi, karena mereka menilai tidak ada pengaruhnya dalam perusahaan.
"Para tenaga kerja enggan untuk mengikuti sertifikasi karena tidak dirasakan manfaatnya secara signifikan saat ini," katanya.
Walau demikian, kata dia, pemerintah akan terus mendorong agar tenaga kerja, khususnya di bidang pariwisata untuk mengikuti sertifikasi, sehingga dari kemampuan memiliki standar.
"Agar mampu bersaing dalam sektor pariwisata dunia, khususnya tenaga kerja. mau tak mau tenaga kerja harus mengikuti sertifikasi tersebut," kata Pitana menegaskan. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013